Masih teringat jelas malam itu, malam hari di Kinahrejo bagai permainan. Permainan mencari para pejuang sekeripsi. “Ya, di pendopo dekat Mbah Marijan.” Kurang lebih itu pesan dari seorang pejuang sekeripsi I, sebut saja Nurrohman Eko Purnomo. Dan sesampaiku di petilasan Mbah Marijan, hanya bangunan-bangunan seakan kota mati dalam kegelapan. Dalam benak, kubergumam “Mas EP jangan ngerjainnnnnnn” dan sesaat sebuah pesan darinya masuk dibatangan logam bermerk Nokia itu, “Yono dimana ? Hati-hati dijalan, tadi sepanjang jalan sudah sepi ngak ada orang.” Dalam heningnya petilasan Mbah Marijan aku kembali bergumam, “Lha menurutmu dimana Mas ? Jan, aku sudah diatas. Gelap. Apa jangan-jangan mas EP masih dibawah ?” Lantas kuputuskan untuk segera meninggalkan petilasan itu karena dengan sejujurnya aku ngak mau berteman dengannya (petilasan) dalam kesepian..... Dan sebelum masuk jalan beraspal, entah, seakan mendapat bisikan, aku malah memutuskan untuk naik menuju puncak Kinah, dan s...
lurus seratnya, lembut kulit kayunya, berdaun sepanjang tahun.