dok pribadi |
Perpustakaan tiba-tiba menjadi tambah ramai. Seorang guru rupanya datang bersama empat siswa sekolah dasarnya. Semuanya kelas I. Saya pun bertanya pada beliau, apakah ini jam kunjungan perpustakaan? Bukan ternyata. Kali ini beliau memberi jam pelajaran khusus untuk siswa yang belum bisa membaca tepatnya. Mereka bersiap-siap memulai kegiatan, membuka buku bergaris, dan menyiapkan beberapa alat tulis. Dan saya, melanjutkan membaca.
Konsentrasi saya mulai terpecah diikuti sedikit senyuman karena melihat tingkahnya Rizky, salah satu siswa kelas I ini. Bukan tanpa sebab, karena Rizky ini tengah bersemangat mengeja huruf yang ada pada kartu alfabetnya, tapi yang ia eja bukanlah ejaan yang benar. Dari seluruh alfabet, sebenarnya Rizky sudah hafal banyak huruf. Hanya huruf W, V, D, J, G, E, F, dan Q. Yang paling berat adalah huruf E, jika ditunjukkan kartu "E", Rizky sering menyebutnya H. Huruf W sering tertukar dengan M, mungkin karena hanya "kebalikannya".
Sang guru ini tak terlihat mengeluh mengajari Rizky, padahal disaat yang sama juga harus memantau teman-teman Rizky menulis huruf alfabet. "Mas Rizky, ini huruf apa?" pertanyaan yang selalu dilontarkan. Saat jawaban Rizky benar, akan diberikan apresiasi berupa kata: good job, pintar, dan lainnya. Dan Rizky? Tentu dia langsung senyum saat diberikan apresiasi itu dan tambah semangat dalam menghafalkan huruf.
Waktu tak terasa sudah masuk jam pelajaran selanjutnya, guru SD lainnya pun datang ke perpustakaan untuk memanggil siswa kembali. Saat semua siswa sudah keluar, gurunya Rizky masih tinggal ditempat dan sedikit bercerita kepada pustakawan dan saya jika sebenarnya Rizky ini kalau dipelajaran agama dan hafalan (Qurannya) bagus. Pustakawan pun juga menuturkan kalau Rizky sering ke perpustakaan untuk melihat-lihat buku, tepatnya yang banyak gambarnya. Well, dari sini terlihat sekali jika tiap anak itu mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing dalam belajarnya. Meski masih belum lancar dalam menghafal huruf alfabet, ternyata Rikzy mempunyai kelebihan dalam hafalan.
Sebelum pulang, pustakawan sekolah berkata kepada gurunya Rizky kalau memang harus tahan (sabar) dalam mengajari siswa seperti Rizky. Dan, jawaban gurunya Rizky membuat saya teringat guru-guru SD saya; "Iya, terkadang memang lelah, tapi saat melihat mereka akhirnya bisa membaca itu betul-betul menjadi kebahagiaan".
Coba ingat-ingat jasa guru-guru SD dan TK kita dulu. Seringkali orang-orang yang telah menjadi "orang" berkata; "Beruntung sekali saya ketika kuliah mendapat dosen ini, Pak Prof ini, Bu Doktor ini" dan seterusnya. Seakan-akan kesuksesan yang sekarang ini didapatkan hanya dari jenjang kuliah. Padahal, guru-guru SD (dan TK) menjadi sosok yang sangat penting bagi kita sebenarnya, beliau-beliaulah yang turut serta meletakkan pondasi membaca, berhitung, berempati, dan lainnya. Oya, saya jadi teringat pula ucapannya Mbah Moen rahimahullah yang intinya beruntung sekali para orang tua yang mengajari anak-anaknya menghafal surat Al Fatihah, karena akan selalu dia gunakan minimal saat sholat. Dan berarti beruntung sekali para guru yang mengajari siswa-siswanya membaca, menulis, berhitung, karena tentu akan digunakan selalu oleh anak didiknya sampai jenjang pendidikan tertinggi, bahkan hayat menutup.
03 Muharram 1441/ 03-09-19
Sembari menemani senja di lantai 3,
Rahmadiyono
Comments
Post a Comment