(dokumentasi pribadi, diambil sebelum masa pandemi Covid-19) |
Angin pesisir berhembus perlahan menggerakkan rerumputan yang tumbuh subur di muara Sungai Progo Daerah Istimewa Yogyakarta. Berada di tepian barisan rumput, duduk tiga siswa yang terlihat asik memegang kertas dan pena sambil saling melempar satu dua kalimat saran. Setelah melihat lebih dekat, ternyata tiga siswa ini sedang menggambar burung dan pemandangan muara di hadapan mereka. Siswa yang duduk di tengah menjadi juru gambarnya, sedangkan dua kawannya membantu mengarahkannya untuk memilih objek apa saja yang seharusnya masuk dalam kertas gambar. Kerjasama dan diskusi mereka memang terlihat sederhana, tetapi hal itulah yang akan menjadi bantuan besar bagi mereka ke depannya untuk menghadapi setiap tantangan dalam kehidupan.
Kerjasama sedari belia menjadi softskill yang sangat diperlukan oleh semua anak. Bapak Wikan Sakarinto, Dirjen Pendidikan Vokasi Kemendikbud RI, dalam webinar Cerdas Berkarakter series terakhir bulan Agustus menyampaikan penting bagi siswa sekolah dasar untuk memiliki kemampuan berkolaborasi. Sayangnya, masih banyak di antara orang tua, guru, ataupun statement dalam suatu masyarakat yang mengedepankan sikap untuk selalu berkompetisi sejak kecil. Berkompetisi mendapatkan nilai sempurna hingga menjadi lulusan terbaik di sekolahnya, tentu bukanlah hal yang tercela. Namun, saat semangat kompetisi justru menjadikan anak sulit berkolaborasi, jauh dari temannya, bahkan semakin naik egoismenya, tentu ini kurang tepat.
Kemampuan bekerjasama atau kolaborasi yang baik memiliki banyak manfaat. Saat pembelajaran jarak jauh karena pandemi ini, siswa yang mampu berkolaborasi dengan baik, misalnya berdiskusi mengerjakan proyek, mengulang materi bersama, atau semisalnya, tentu menjadi harapan bagi guru dan juga para orang tua. Akan tetapi, hal ini akan lebih sulit dicapai bagi siswa yang masih usia sekolah dasar. Meskipun sulit, bukan berarti tidak bisa. Lalu bagaimana caranya? Sebagai guru atau orang tua harus mampu memberikan contoh sikap/kemampuan kolaborasi yang baik pula. Ibu Roslina Verauli, seorang psikolog anak dalam webinar Cerdas Berkarakter bulan Agustus seri III memberikan dua contoh kondisi yang memengaruhi anak dalam belajar. Satu kondisi memperlihatkan anak yang belajar sendiri dan orang tua sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Kondisi kedua adalah anak yang belajar dan orang tua membimbing dan memberikan contoh secara langsung kepada anak. Kondisi yang kedua ini akan menjadikan anak lebih baik dalam belajar karena mendapatkan contoh dari orang tuanya. Contoh ini menjadi menjadi panduan bagi anak sekaligus dapat memotiviasi anak jika ia mampu untuk melakukannya.
Saat memberikan contoh untuk menanamkan kemampuan bekerjasama kepada anak-anak, catatan penting bagi orang tua dan para guru adalah seperti pesan dokter Lula Kamal, yaitu dengan hati yang ringan. Hati yang ringan menjadi modal besar agar dalam memberikan contoh kepada anak-anak dapat tersampaikan dengan baik. Selain itu, hati yang ringan juga menjadi kunci belajar di rumah menjadi menyenangkan. Mengajarkan kemampuan bekerjasama atau kolaborasi kepada anak memang tidak mudah, apalagi saat pandemi seperti sekarang. Namun, mengutip apa yang dikatakan Ibu Titik dalam webinar Cerdas Berkarakter bulan Agustus seri I, sekarang saatnya untuk tidak mencari alasan, tetapi mencari solusi bersama.
Comments
Post a Comment