Skip to main content

Merdeka Belajar dan Berkarya Meski di Rumah Saja

Pasar Beringharjo cukup terik siang itu. Para pedagang bersahutan menawarkan dagangannya pada wisatawan yang ramai mengunjungi salah satu destinasi wisata populer Kota Yogyakarta tersebut. Di antara wisatawan, ada sekelompok siswa sekolah menengah pertama (SMP) kelas 7 yang agak malu-malu untuk membuka dialog dengan pedagang. “Assalamualaikum, Bu, saya Nasywa dan ini teman-teman saya. Emmm, jadi gini, Bu, kami sedang melakukan outing class. Tugas kami mewawancarai pedagang di sini. Apakah boleh kami mewawancarai Ibu?” ucap juru bicara mereka. Setelahnya, jawaban pedagang itu membuat mereka senang dan berlanjutlah dengan wawancara. Senang pula saya sebagai guru pendamping mereka. Senang melihat siswa bisa belajar langsung dengan masyarakat.

Rasa senang saat outing class itu ternyata menjadi kesenangan terakhir kami dalam kegiatan luar ruangan. Tak berselang lama, Indonesia mengumumkan kasus Covid-19 pertamanya. Nadiem Makarim sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pun menerbitkan Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 mengenai pelaksanaan kebijakan pembelajaran dalam masa pandemi Covid-19. Salah satu poin penting surat edaran tersebut adalah kegiatan belajar mengajar (KBM) dilaksanakan dari rumah masing-masing. Kebijakan KBM dari rumah melahirkan pro dan kontra dari kalangan pendidik maupun umum, terlebih bagi mereka yang berada di daerah dengan keterbatasan sinyal internet. Namun, fakta pandemi di luar Indonesia yang telah menelan ribuan korban pada saat itu membuat keselamatan siswa dan guru menjadi hal mutlak yang harus diutamakan.


Pada awal pembelajaran secara daring, saya merasa kikuk dalam mengajar. Kendala awal yang saya hadapi adalah menemukan aplikasi yang tepat sebagai sarana mengajar daring. Kendala tersebut saya coba atasi dengan membandingkan beberapa sarana seperti Zoom, Cisco Webex, dan Google Meet. Proses coba-coba atau trial error tersebut menjadi perlu dilakukan karena lancarnya proses belajar daring adalah tujuan yang diharapkan. Saya tidak ingin saat KBM tiba-tiba muncul konten tidak pantas seperti yang dialami banyak orang pada saat itu.


(pembelajaran daring menggunakan Zoom. dokumentasi pribadi)

Kendala sarana KBM akhirnya teratasi, tetapi bukan berarti KBM langsung menjadi lancar tanpa kendala kembali. Siswa yang jenuh bermunculan. Tanda sederhananya adalah diawali dengan tidak menyalakan fitur kamera lalu mulai lambat dalam merespon. Menyikapi keadaan seperti ini, awali dengan bertanya alasan mereka. Alasan yang berbeda memberikan respon yang berbeda pula. Akan tetapi, secara umum kejenuhan siswa dalam belajar daring memang harus guru terima karena melakukan KBM menggunakan aplikasi online conference dapat memberikan dampak kelelahan dan kejenuhan. Proffesor Jeremy Bailenson dari Universitas Standford menyebutkan setidaknya ada empat alasan mengapa kelelahan dan kejenuhan tersebut muncul, yaitu:

1. Banyaknya kontak mata dalam waktu bersamaan

2. Sering melihat wajah sendiri

3. Minim mobilitas karena harus berada di depan gawai

4. Kesulitan menginterprestasi maksud chat/pesan (Standford News, 2021).


Kejenuhan saat belajar daring sebenarnya di satu sisi dapat menjadi pengingat bagi guru untuk membuat inovasi dalam KBM. Inovasi ini perlu dihadirkan agar kejenuhan mereda dan siswa dapat belajar dan berkarya dengan baik meskipun mereka di rumah saja. Inovasi tidak harus dalam bentuk hal-hal “wah” yang memberikan tranformasi cepat dan besar. Bahkan hal-hal sederhana pun yang dapat membantu siswa dalam belajar dan berkarya juga dapat disebut inovasi. Dalam masa pandemi, ada beberapa cara yang telah saya dan siswa lakukan untuk terwujudnya KBM yang baik.


1. Komunikasi

Komunikasi menjadi kunci penting keberhasilan belajar pada saat luring dan terlebih ketika daring. Komunikasi tidak hanya saat KBM berlangsung, tetapi sebelum dan sesudahnya pula. Setiap pagi sebelum KBM dimulai, dilaksanakan kegiatan Homeroom Time selama 15-20 menit. Kegiatan ini dipimpin oleh wali kelas dengan tujuan menyiapkan siswa sebelum menerima mata pelajaran. Dalam Homeroom Time bukan isi mata pelajaran yang menjadi bahan obrolan, tetapi tanya jawab sederhana seperti “apa kabar hari ini?, kondisi sinyal di rumah lancar?, pelajaran apa saja hari ini?” dan sebagainya. Saat Homeroom Time menggunakan aplikasi online conference, meskipun yang dibahas bukan mata pelajaran, masih dijumpai siswa yang tidak merespon saat disapa atau diberi pertanyaan. Jika demikian, variasi perlu dihadirkan. Pada hari berikutnya Homeroom Time dilakukan melalui personal chat WhatsApp. Meskipun terlihat lebih ribet, tapi banyak siswa merespon dengan cara seperti ini.


Sesudah KBM juga perlu dijalin komunikasi kepada siswa. Caranya bisa berbeda-beda. Untuk kelas yang saya menjadi walinya, bentuk komunikasi ini berupa ringkasan mata pelajaran pada hari itu. Jika saat belajar luring di sekolah siswa memiliki pembagian jadwal piket untuk membersihkan kelas, pada saat belajar daring mereka memiliki jadwal pula untuk membuat ringkasan harian. Ringkasan harian ini sederhana, tapi sangat membantu terutama bagi siswa yang berhalangan mengikuti KBM. Isinya hanya (1) hari dan tanggal (2) mata pelajaran dan topiknya (3) bentuk KBM; presentasi, tugas, dan sebagainya (4) bentuk tugas/pekerjaan rumah jika ada.


Komunikasi tidak hanya kepada siswa, tetapi dengan orang tua pula karena meraka (orang tua dan keluarga) menjadi salah satu pilar penting keberhasilan pendidikan. Bentuk komunikasinya dapat dengan menanyakan kondisi putra putri masing-masing ketika dijumpai tidak mengikuti Homeroom Time dan mengirimkan ringkasan KBM harian agar dapat memantau apa saja yang sudah dipelajari siswa pada hari itu.


Selain komunikasi dalam bentuk yang sudah disampaikan sebelumnya, terdapat pula komunikasi khusus. Misalnya dengan memberikan konsultasi bagi siswa yang ingin memperbaiki tugas/proyek belajarnya atau bimbingan tambahan untuk yang masih kurang pemahamannya.


(bimbingan khusus untuk siswa. dokumentasi pribadi)


2. Menggunakan teknologi

Pandemi membuat guru dan siswa berjarak, maka teknologi hadir sebagai jembatannya. Memindahkan tatap muka luring menjadi kelas daring tidak sesederhana mendigitalkan materi pembelajaran dalam bentuk daring, melainkan lebih pada berinovasi dengan teknologi sebagai alat dalam menyampaikan materi (Seva, 2020). Pemanfaatan teknologi untuk belajar daring dapat berbagai macam bentuk. Contohnya yang telah kami lakukan adalah menggunakan teknologi untuk: 


a. Memaksimalkan keterlibatan

Salah satu kendala dalam belajar daring adalah mudahnya siswa tidak melibatkan dirinya dalam pembelajaran. Mereka bisa dikatakan hadir, tetapi tidak memberikan respon. Kondisi ini muncul karena jenuh yang disebabkan oleh beberapa hal seperti yang diungkapkan Professor Jeremy Bailenson sebelumnya. Selain itu, perasaan cemas dan takut manakala respon yang diberikan salah, membuat siswa memilih untuk diam saja. 


Kendala berupa siswa minim partisipasi harus diatasi, salah satu caranya adalah menggunakan teknologi untuk memaksimalkan keterlibatan siswa seperti dengan memanfaatkan aplikasi/website Mentimeter atau sejenisnya. Berdasarkan pengalaman pribadi, siswa lebih banyak merespon ketika aplikasi ini digunakan. Alasan sederhananya karena aplikasi semacam ini memungkinkan siswa merespon tanpa diketahui namanya. Selain itu, variasi tampilan pertanyaan dan jawaban yang menarik juga membuat siswa tertarik untuk terlibat.


QnA with Mentimeter. Dokumentasi Pribadi.

b. Memaparkan presentasi kelompok

Kurikulum 2013 menitikberatkan siswa sebagai subjek belajar aktif. Untuk merealisasikannya, salah satunya dengan cara presentasi. Di kelas kami, siswa memanfaatkan beberapa teknologi untuk membuat presentasi. Sambil berdiskusi kelompok melalui Zoom, mereka menyusun presentasi menggunakan Google Jamboard secara bersamaan. Google Jamboard tidak hanya membantu mereka dalam menyusun presentasi, tetapi juga memungkinkan untuk menuangkan kreativitas. Setelah menyusun presentasi, pada pertemuan selanjutnya mereka mempresentasikannya secara bergantian dengan kelompok yang lain.


(salah satu hasil penyusunan jamboard siswa. dokumentasi pribadi)


(presentasi siswa. dokumentasi pribadi)


c. Mengasah kreativitas dan imajinasi

Selain menggunakan Google Jamboard, kreativitas siswa dapat diasah dengan aplikasi lainnya, bahkan yang lebih canggih. Saat pandemi ini, beberapa aplikasi yang memiliki fitur AR (Augmented Reality) kami gunakan agar KBM tidak membosankan dan konsep materi dapat diraih dengan cara yang menyenangkan. Pada materi lingkungan, siswa menyusun model hutan yang asri melalui aplikasi gratis WWF Forest. Penyusunan karya ini melibatkan kreativitas dan imajinasi mereka dengan tetap mempertimbangkan aspek penyusun ekosistem yang mereka pelajari dari buku maupun internet. Setelah karya selesai disusun, mereka menampilkannya dalam Zoom kelas dan saling memberikan komentar dan apresiasi.


(karya siswa menggunakan aplikasi berbasis AR. dokumentasi oleh Yazid Abdullah.)


d. Melatih sikap ilmiah

Salah satu kekhawatiran saat pandemi adalah tidak bisa melakukan praktikum sebagaimana biasanya. Namun, teknologi dapat mengatasi keresahan saya ini. Terdapat beberapa aplikasi yang melibatkan siswa untuk dapat melakukan praktikum virtual. Contohnya pada topik fotosintesis, siswa melakukan praktikum virtual untuk mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi proses pada tumbuhan tersebut. Dengan menggunakan aplikasi BioLab, siswa dapat mengatur jumlah cahaya dan aspek lainnya hingga pada akhirnya memberikan kesimpulan seperti halnya saat melakukan praktikum luring.


e. Memupuk empati

Teknologi tidak hanya membantu siswa dalam mengikuti KBM, tetapi dapat pula menjadi sarana pengekspresian empati mereka pada sesama. Sebagai suplemen belajar, siswa diberikan kegiatan untuk membuat karya grafis dan dibagikan melalui media sosial untuk menyemangati pihak lain yang berjuang di tengah pandemi.


(karya siswa di instagram. tangkapan layar pribadi)

3. Jeda dari belajar daring

Menggunakan teknologi digital perlu porsi yang pas. Menurut Organization for Economic Cooperation and Development atau OECD, siswa yang sering (berlebihan) menggunakan komputer justru lebih buruk hasil penilaian PISA-nya (Walker, 2018). Sehingga jeda dari belajar daring menjadi penting untuk diberikan. Pemberian jeda ini dapat berupa mengurangi jam tatap muka virtual, memberikan 5 menit untuk peregangan dan menjauh dari layar gawai, maupun recharge semangat secara daring dengan gim edukatif.


Mewujudkan pembelajaran yang baik pada masa pandemi memang penuh tantangan. Tantangan yang ada dapat berbeda antartempat maupun antarpihak yang terlibat. Cara yang sudah diterapkan di sini sangat bisa jadi berbeda dengan guru atau sekolah lainnya. Meskipun berbeda, sejatinya kita sebagai pihak yang menginginkan keberhasilan belajar siswa memiliki persamaan yaitu harus adaptif. Adaptif untuk menyesuaikan keadaan dengan tetap memegang nilai-nilai luhur pendidikan. Semoga pandemi ini segera usai, tetapi tidak usai untuk belajar dan berkarya bagi kita semua.



-----

Daftar Pustaka


Buku:

Walker, Timothy D. 2018. Teach Like Finland. Alih Bahasa Oleh Fransiskus Wicakso. PT Gramedia Widiasarana: Jakarta.


Website:

Seva, Kristining. 2020. Menemukan Figur Dosen dalam Pembelajaran Daring. Diakses melalui https://unpar.ac.id/menemukan-figur-dosen-dalam-pembelajaran-daring/ pada 21 Oktober 2021 pukul 22.00 WIB.


Standford News. 2020. Four Causes of "Zoom Fatigue" and Their Solutions. Diakses melalui https://news.stanford.edu/2021/02/23/four-causes-zoom-fatigue-solutions/ pada 21 Oktober 2021 pukul 21.05 WIB.



#LombaBlogUnpar

#BlogUnparBelajarDaring








Comments

Popular posts from this blog

Jantan Betina yang Terlihat Sama

Burung secara umum memiliki morfologik yang berbeda antara jantan dengan betina. Pengamat burung sering menyebut “yang jantan itu lebih cantik”, hehe. Argumen tersebut muncul bukan karena sebab, karena secara umum burung jantan memang mempunyai bulu yang lebih berwarna-warni, lebih menarik intinya. Salah satu fungsi dari bulu yang lebih berwarna pada jantan adalah untuk menarik perhatian betina ketika memasuki masa breeding atau berkembang biak. Istilah perbedaan morfologik tersebut disebut dimorfisme (“di” menunjukkan dua, morf: morfologik/bentuk luar). Akan tetapi, terdapat pula jenis-jenis burung yang mempunyai morfologik yang mirip antara jantan dan betina atau akrab disebut monomorfisme. Jenis burung yang masuk dalam kelompok monomorfisme membuat pengamat burung kesulitan untuk mengidentifikasi mana jantan dan mana betinanya. Burung pijantung kecil. Foto oleh Radhitya Anjar. Kiri betina, kanan jantan. Saat kita mengamati burung monomorfisme dengan cara biasa (hanya

Dia yang Teguh, Dia yang Tumbuh

Pappermint from Abu Nabat Afrizal Haris, dok pribadi. Pekan lalu sembari menikmati sore di sekolahan, mencoba berselancar di dunia maya mencari sesuatu yang barangkali dapat menambah semangat saya. Pencarian membawa saya pada channel YouTube Al Ustadz Muhammad Nuzul Dzikri hafidzahullah.  Saya pribadi sebenarnya sangat jarang mengikuti kajian beliau secara daring, hanya beberapa kali melihat postingannya Irfan (teman di kampus) yang isinya ceramah singkat beliau.   Melihat beberapa judul video pendek yang menarik, saya unduh beberapa di antaranya, lalu pulang. Haworthria -sejenis kaktus- menjadi teman saya mendengarkan untaian petuah beliau, hingga pada ucapan yang beliau nukil dari Syaikh Ushaimi hafidzahullah : Man tsabata nabata, jika  diterjemahkan kurang lebih artinya “Barangsiapa yang kokoh, dia akan tumbuh”. Ustadz Nuzul Dzikri menyampaikan kalimat tersebut sebagai pesan agar kita konsisten dalam mengikuti kajian. Jika sudah mengikuti satu kajian (tentu saja

BTW#2 "Takur tulung-tumpuk / Black-banded Barbet / Psilopogon javensis"

Bismillahirrahmaanirrahiim Foto oleh Swiss Winnasis di TNGM  Takur tulung-tumpuk mempunyai ukuran agak besar (26 cm), berwarna-warni. Bulu dewasa biasanya hijau polos. Mahkota kuning dan bintik kuning di bawah mata, tenggorokan merah. Ada bercak merah pada sisi dada dan kerah lebar hitam melewati dada atas dan sisi kepala sampai mata. Setrip hitam yang kedua melewati mata.  Iris coklat, paruh hitam, kaki hijau-zaitun suram (MacKinnon, 2010). Takur tulung-tumpuk merupakan burung genus Megalaima dari famili Capitonidae (Horsfield, 1821), tetapi didalam website IUCN RedList 2015 del Hoyo dan Collar (2014) memasukkan takur tulung-tumpuk kedalam genus Psilopogon sehingga nama ilmiahnya menjadi Psilopogon javensis. Perjumpaan pertama saya dengan takur tulung-tumpuk terjadi pada tanggal 22 Maret 2014 di Plawangan, Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM). Hingga saat ini, saya tidak pernah berjumpa lagi melainkan hanya mendengar suaranya. Suara takur tulung-tumpuk sangat khas dan muda