![]() |
Pagi hari di awal tahun 2014, saya menapaki jalan setapak di antara rimbunnya pepohonan hutan Gunung Merapi. Udara yang begitu sejuk ditambah kicauan burung menjadikan suasana pagi itu betul-betul menenangkan. Ketenangan yang manusia dapatkan ketika berada di tengah hutan yang masih asri adalah salah satu manfaat nyata dari alam.
Hutan sejatinya memberikan manfaat yang teramat banyak untuk kita. Selain memberikan ketenangan, ia juga menjadi penyerap racun gas-gas karbondioksida dari napas kita maupun asap kendaraan bermotor yang saban harinya kita gunakan. Dalam bidang kedokteran, hutan juga turut mengambil peran. Beberapa jenis tumbuhan sirih (Piper sp.) dan adas (Foeniculum sp.) yang tumbuh subur di hutan seringkali diambil senyawa flavonoidnya sebagai bahan antibakteri [1].
Namun, sayang seribu sayang. Banyak dari kita yang tidak peka dengan manfaatnya hutan dan malah cenderung merusaknya. Menebangi hutan hingga memburu berbagai satwa liar di dalamnya adalah tindakan yang masih sering kita dengar atau baca beritanya hingga sekarang.
Padahal dua hal tersebut selain merusak hutan, juga membahayakan kehidupan kita.
“Membahayakan manusia? Bagaimana bisa?”
Contoh yang seringkali kita dengar sejak kecil adalah hutan rusak akan menyebabkan banjir maupun tanah longsor yang membahayakan manusia. Namun, tidak terbatas pada itu saja ancaman yang kita dapatkan. Berbagai penelitian menyebutkan hutan yang rusak karena penebangan liar maupun perburuan satwa liar di dalamnya dapat menyebabkan zoonosis (penyakit yang menyebar melalui hewan) dapat lebih mudah berpindah kepada manusia [2].
Salah satu kelompok satwa liar yang sering diburu di Indonesia adalah burung. Perburuan burung yang begitu tinggi, ditambah dengan rusaknya hutan dan alih fungsi lahan menjadikan Indonesia menjadi negara dengan burung terancam punah tertinggi di dunia [3].
![]() |
(Status Burung di Indonesia. Sumber: burung.org) |
Meskipun Indonesia memiliki burung hingga mencapai 1.818 jenis, fakta “rangking 1” tingkat kepunahan burung tentu tidak boleh diabaikan. Berbagai upaya dilakukan para pemangku kebijakan untuk menekan perburuan burung seperti dengan membuat regulasi dan mengadakan patroli hutan.
Tidak hanya pemerintah yang bertindak, komunitas pelestari lingkungan pun juga bergerak menyelamatkan burung. Bahkan, ada juga mantan pemburu burung yang beralih profesi menjadi penyelamat burung. Salah satunya adalah Kelik Suparno.
Kelik Suparno atau yang akrab disapa Mas Kelik adalah seorang kader konservasi dari Kelompok Tani Hutan (KTH) Wanapaksi Desa Jatimulyo Kulon Progo. Sebelumnya, beliau adalah pemburu burung ulung yang telah menangkap berbagai jenis burung liar.
![]() |
(Mas Kelik. dokumentasi oleh Rekam Nusantara) |
Semakin banyak burung yang beliau tangkap, semakin sepi hutan di sekitar desanya. Pada akhirnya, Mas Kelik kehilangan suara-suara merdu burung, khususnya burung anis merah (Geokichla citrina), kucica kampung (Copsychus saularis), dan sikatan cacing (Cyornis banyumas). Kehilangan kicauan berbagai burung dan sepinya hutan menjadikannya tersadar untuk bertaubat dari aktivitas memburu burung.
Berawal dari niat yang baik untuk menghidupkan kembali melodi-melodi di dalam hutannya, berbagai pihak datang untuk membantu pelestarian burung di desanya. Pada tahun 2010, Yayasan Kutilang Indonesia terjun untuk memetakan sarang burung sikatan cacing yang masih tersisa. Di tahun berikutnya, Komunitas Peduli Menoreh memberikan edukasi konservasi burung di padukuhan Sokomoyo desa Jatimulyo.
Hingga di tahun 2014, Pemerintah Desa Jatimulyo akhirnya menerbitkan peraturan desa (Perdes) No. 8 Tahun 2014 tentang Pelestarian Lingkungan Hidup. Dalam perdes tersebut, salah satu ayatnya menyebutkan semua jenis burung dan ayam hutan di desa Jatimulyo dilindungi dan bagi yang memburunya akan dikenakan hukuman.
Kehadiran perdes tersebut tentu menjadi angin segar bagi Mas Kelik dan masyarakat Jatimulyo yang peduli dengan alam. Meski mereka tidak tahu bagaimana nasib burung di hutan mereka di masa depan, tetapi setidaknya sejak tahun 2014 sudah ada benteng hukum yang membantu menguatkan langkah mereka. Bahkan lahirnya perdes tersebut menjadikan Jatimulyo dikenal sebagai Desa Ramah Burung.
![]() |
(Desa Ramah Burung Jatimulyo. dokumentasi pribadi) |
(Papan Desa Ramah Burung Jatimulyo. dokumentasi pribadi) |
Mendapat julukan Desa Ramah Burung tidak serta merta menjadikan burung-burung di desa Jatimulyo kembali melimpah. Burung sikatan cacing juga masih sulit dijumpai. Dua tahun sejak Perdes No. 8 Tahun 2014 diterbitkan, jumlahnya pun hanya tiga ekor [4].
Melihat kenyataan yang ada, Mas Kelik dan rekan-rekannya mencoba mencari cara agar populasi burung di desanya dapat bertambah secara nyata. Berkaca dari pengalaman ketika menjadi pemburu burung, Mas Kelik kala itu suka memburu burung yang masih anakan atau berada dalam sarang. Dari memori itulah beliau dan kawan-kawannya di tahun 2016 memutuskan untuk menjaga sarang-sarang burung yang mereka temukan di desa.
Kegiatan menjaga sarang burung bertujuan untuk memastikan anakan burung dapat meninggalkan sarang dengan selamat. Untuk mencapai tujuan tersebut, Mas Kelik dan rekannya rela mengamati dan menjaga sarang burung selama berhari-hari sampai berminggu-minggu.
Menjaga sarang burung tidak hanya memerlukan waktu yang lama, tetapi juga beberapa perlengkapan untuk menyukseskan kegiatan tersebut. Misalnya, para penjaga sarang memerlukan hide atau kain kamuflase yang menutupi mereka dari penglihatan induk burung. Ini sangat penting agar induk burung tidak merasa terganggu oleh keberadaan Mas Kelik dan para penjaga sarang lainnya.
Menggunakan peralatan penunjang kegiatan berarti membutuhkan dana. Oleh karenanya, Mas Kelik dan teman-temannya menyepakati kegiatan menjaga sarang perlu melibatkan pihak lain sebagai sumber pendanaan. Skema kegiatannya di kemudian hari disebut dengan Program Adopsi Sarang Burung.
![]() |
(Label Tanda Adopsi Sarang. dokumentasi oleh KTH Wanapaksi) |
![]() |
(Burung kehicap ranting. dokumentasi oleh Kelik Suparno) |
Adopsi sarang burung ini sangat unik. Bahkan disebut-sebut sebagai program pertama di Indonesia. Konsepnya pun sederhana. Jika ada sarang burung yang ditemukan, Mas Kelik akan mengumumkannya untuk mencari adopter (pihak donor) yang berkenan mengadopsi anakan burung tersebut. Mengadopsi anakan burung bukan berarti mengambilnya dari sarang lalu dibesarkan di sangkar ya, hehe… Namun, menjaga anakan burung tetap berada di dalam sarang dan selamat dari tangan-tangan kotor para pemburu.
Manfaat adopsi sarang burung ini tidak hanya untuk alam berupa kelestarian burung, tetapi sosial masyarakat di Jatimulyo juga mendapat manfaatnya. Dana dari adopter ini mengalir pada beberapa lini, yaitu kas KTH Wanapaksi untuk membeli peralatan penunjang program, infrastruktur RT RW, hingga dialokasikan sebagian untuk diberikan kepada pemilik lahan di mana sarang burung ditemukan.
Tujuan aliran dana pada perbaikan infrastruktur RT RW dan untuk pemilik lahan tersebut tidak lain dan tidak bukan agar semakin banyak masyarakat Jatimulyo yang sadar bahwa melestarikan alam itu banyak sekali manfaatnya, bahkan hingga membantu perekonomian mereka.
![]() |
(Skema Adopsi Sarang Burung. dokumentasi oleh KTH Wanapaksi) |
Pada awal program adopsi sarang burung berjalan, adopter yang didapatkan Mas Kelik hanya dari teman-teman dekat maupun para pengamat burung lokal dari Yogyakarta. Dengan semangat tanpa batas, Mas Kelik lalu memanfaatkan media sosial dan internet untuk lebih meluaskan informasi adopsi sarang. Namun, sinyal internet yang lancar bukan menjadi hal yang mudah di desa Jatimulyo. Pasalnya desa ini memiliki kontur perbukitan dan berada di tepian Daerah Istimewa Yogyakarta.
Dulu saat berkunjung ke kantor sekretariat KTH Wanapaksi, saya selalu mengelus dada karena tidak adanya sinyal internet. Lalu, semua berubah setelahnya. Bukan berubah setelah negara api menyerang ya, hehe. Namun, berubah setelah WiFi IndiHome datang dan dipasang di kantor KTH Wanapaksi. Sudah tidak ada lagi istilah sulitnya sinyal internet di sana.
Kehadiran IndiHome di desa Jatimulyo sangat membantu Mas Kelik dalam menyebarkan semangat konservasi alam melalui program adopsi sarang burung. Dengan sinyal yang kuat, manfaat internet untuk menunjang pelestarian burung begitu terasa. Mas Kelik dan tim dari KTH Wanapaksi lebih mudah untuk mengirimkan laporan perkembangan anakan burung kepada para adopter dan lebih leluasa mencari adopter bahkan hingga Indonesia timur.
Adopsi sarang burung yang konsisten dilakukan menetaskan hasil yang memuaskan. Untuk jenis burung sikatan cacing (Cyornis banyumas) yang di tahun 2016 hanya tersisa 3 ekor, semenjak dilakukan adopsi sarang hingga di tahun 2020 jumlah anakan yang berhasil keluar dari sarang mencapai 22 ekor [4]. Selain sikatan cacing, per bulan Oktober 2021 program ini telah mengadopsi sembilan jenis burung lainnya dengan jumlah sarang yang dijaga hingga 47 sarang.
![]() |
(Capaian Adopsi Sarang Burung. desain pribadi dengan canva) |
Perjalanan Mas Kelik sebagai seorang kader konservasi tentu ditopang oleh peran banyak pihak. Layanan IndiHome juga turut mengambil peran di dalamnya. Meski berada di daerah perbukitan seperti Jatimulyo, IndiHome tetap berkomitmen menyediakan layanan internet dengan sinyal yang cepat. Cepatnya sinyal internet yang ada tak lepas dari teknologi yang digunakan oleh IndiHome yaitu kabel fiber optik.
Teknologi fiber optik pada jaringan internet memberikan banyak manfaat, yaitu:
Cepat
Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, menggunakan fiber optik membuat internet menjadi lebih cepat. Bahkan bisa transfer data hingga 100 Mbps.
Stabil
Jaringan internet dengan fiber optik juga lebih stabil jika dibandingkan kabel tembaga.
Andal
Internet dengan kabel fiber optik juga lebih tahan terhadap cuaca yang cukup ekstrim. Manfaat ini tentu sangat terasa saat di desa Jatimulyo yang notabene memiliki kondisi lingkungan yang cukup dingin, lembab, dan sering berkabut.
Canggih
Teknologi ini termasuk teknologi terbaru dan canggih dalam proses penghantaran data layanan internet fixed broadband [5].
Empat manfaat teknologi dari IndiHome di atas tidak hanya diterima oleh Mas Kelik dan masyarakat di desa Jatimulyo kabupaten Kulon Progo. IndiHome sebagai internetnya Indonesia juga telah menjangkau 495 kabupaten/kota lainnya di negara ini. Bisa dikatakan 96,5% kabupaten/kota sudah dijangkau oleh layanan internet IndiHome [6].
Tidak hanya menjangkau luas, layanan IndiHome dari Telkom Indonesia juga membuat pelanggannya puas. Maka tidak heran jika di tahun 2021 kemarin, IndiHome mendapat penghargaan Indonesia Digital Innovation Award sebagai The Most Famous Fixed Broadband with The Widest Coverage and The Best Customer Service in Indonesia dari Warta Ekonomi [7].
Berbicara mengenai penghargaan, adopsi sarang burung maupun program konservasi lainnya di Jatimulyo mengantarkan Mas Kelik mendapatkan penghargaan Wana Lestari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai Terbaik III Nasional untuk kategori Kader Konservasi Alam di tahun 2018.
Tentu di awal perjalanan pelestarian alam yang Mas Kelik lakukan, beliau tidak pernah terbayang seorang mantan pemburu burung akan mendapatkan penghargaan nasional. Penghargaan dari pemerintah bukanlah tujuan atau pegangan beliau. Hal yang beliau pegang adalah saat berusaha melestarikan alam, maka masyarakat Jatimulyo akan mendapat kehidupan yang lebih baik misalnya dengan terjaganya sumber air.
![]() |
(Burung sikatan cacing jantan dan betina. dokumentasi oleh Mas Kelik) |
Melestarikan alam akan memberikan manfaat bagi diri kita maupun komunitas masyarakat di sekitar kita. Alam yang lestari akan membantu mewujudkan kehidupan yang lebih baik. Selain diyakini oleh Mas Kelik, rasanya prinsip itu juga dipegang oleh IndiHome dan saudara-saudaranya di Telkom Indonesia.
Telkom Indonesia memiliki semangat yang tinggi untuk menghadirkan internet tanpa batas dengan tetap memerhatikan nilai-nilai kelestarian lingkungan. Hal ini diwujudkan dengan berbagai inovasi untuk memanfaatkan sumber energi alternatif. Contohnya di tahun 2021, Telkom mengaplikasikan sumber energi terbarukan seperti solar cell pada 847 BTS dan fuel cell pada 216 BTS yang mereka punya.
Usaha untuk menurunkan konsumsi listrik juga dilakukan oleh Telkom Indonesia. Usaha ini pun membuahkan hasil dengan menurunnya penggunaan listrik mereka hingga 15,9 % di tahun 2021 [8].
Selain menerapkan prinsip ramah lingkungan dalam internal perusahaan, Telkom Indonesia juga turut membantu pihak-pihak eksternal dalam melestarikan alam. Contoh kegiatan yang telah dilakukan seperti membuat digitalisasi program restorasi dan konservasi hutan dengan memanfaatkan geographic information system (GIS) dan rehabilitasi karang di Pulau Liwungan dan Badul provinsi Banten [8, 9].
![]() |
(Kontribusi Telkom Indonesia untuk Lingkungan. desain pribadi dengan canva) |
Berbagai program kerja yang dimiliki oleh Telkom Indonesia telah memberikan banyak manfaat di negeri ini. Kebermanfaatan ini tumbuh dari misi 3C yang dicanangkan oleh Telkom Indonesia, yaitu connectivity, creativity, dan charity.
Saya melihat misi 3C ini sejatinya juga dimiliki oleh Mas Kelik dan KTH Wanapaksi. Meskipun beliau tidak pernah mengatakan secara langsung tentang 3C ini, tetapi dari kegiatan-kegiatan yang ada di Jatimulyo terlihat jika misi Mas Kelik pun sama dengan Telkom Indonesia.
"Bagaimana kesamaannya?"
Connectivity
Mas Kelik sebagai seorang kader konservasi dari desa Jatimulyo berharap jiwa-jiwa konservasi juga tumbuh di desa lainnya. Bersama dengan berbagai pihak seperti instansi pemerintah, non govermental organization (NGO), hingga akademisi, Mas Kelik mencoba mengajak desa-desa di sekitar Jatimulyo untuk memiliki program pelestarian burung dan lingkungan.
![]() |
KTH Wanapaksi Memberikan Wawasan kepada Warga Desa Jatimulyo dan sekitarnya. dokumentasi pribadi. |
Telkom Indonesia pun sama. Dengan semangat tanpa batas untuk meluaskan manfaat internet, Telkom Indonesia telah membuat jalur akses digital pada 496 kabupaten/kota di Indonesia, bahkan pada daerah yang terhitung pelosok.
Creativity
Adopsi sarang burung menjadi program pelestarian alam yang unik dan kreatif. Selain itu, Mas Kelik juga memiliki program kreatif lainnya seperti yang baru saja dilakukan 3 bulan lalu, yaitu Lomba Pengamatan Burung Antardusun. Peserta lomba ini adalah para karang taruna dari berbagai dusun di Jatimulyo dan desa sekitarnya. Tujuan dari lomba ini adalah untuk meningkatkan jiwa konservasi para pemuda di desa Jatimulyo dan sekitarnya.
![]() |
Lomba Pengamatan Burung Antardusun. dokumentasi pribadi. |
Berbagai kegiatan yang kreatif juga diselenggarakan oleh Telkom Indonesia. Kegiatan tersebut antara lain IndiHome Gideon Badminton Academy, LEAD by IndiHome, hingga Indonesia Keren [10]. Program-program kreatif ini tentu sangat menarik antusias masyarakat, terutama dari kelompok milenial.
Charity
Apalah arti menjadi jawara tetapi tidak bermanfaat bagi sesama. Selain memberikan manfaat untuk burung dan lingkungan, program-program konservasi yang dilakukan Mas Kelik juga bermanfaat untuk masyarakat.
Ada satu kisah dari Mas Kelik yang menarik. KTH Wanapaksi menawarkan wisata khusus fotografi dan pengamatan burung di desa Jatimulyo. Salah satu jenis burung yang seringkali menjadi incaran para wisatawan untuk difoto atau sekadar diamati adalah burung udang api (Ceyx erithaca).
Burung ini berukuran kecil -seperti anak ayam yang baru menetas- dan sangat cepat berpindah-pindah tempat. Namun, suatu hari diketahui burung udang api ini suka mencari makan di dekat rumah Pak Samijo, salah satu warga Jatimulyo. Mengetahui lokasi tersebut, Mas Kelik sering mengajak wisatawan ke area itu.
![]() |
(Burung udang api dan proses pembangunan mck. dokumentasi oleh Kelik Suparno dan Kiryono) |
Setelah beberapa kali kunjungan, Mas Kelik dan wisatawan sadar jika rumah Pak Samijo ini belum memiliki fasilitas MCK yang layak. Mas Kelik pun tergerak untuk menggalang donasi sosial membantu mendirikan MCK yang layak untuk Pak Samijo. Banyak wisatawan yang antusias dengan inisiatif ini. Mereka pun menyumbang dana seikhlasnya. Para pengamat burung juga banyak yang membantu, meskipun mereka belum bisa berkunjung secara langsung ke Jatimulyo.
Jiwa berbagi dengan sesama juga tumbuh pada diri Telkom Indonesia. Melalui program IndiHome Charity, telah tersalurkan ratusan juta rupiah untuk membantu komunitas, yayasan, maupun UMKM yang terdampak pandemi Covid-19. Mas Kelik dan KTH Wanapaksi pun juga menjadi salah satu penerima charity dari IndiHome Jateng-DIY.
Internet telah banyak membantu berbagai macam profesi. Mas Kelik sebagai seorang kader konservasi sekaligus pemandu wisata pengamatan burung hanyalah salah satu dari miliaran orang di bumi ini yang mendapatkan manfaat dari internet.
Manfaat internet telah masuk pada banyak lini kehidupan. Dari Mas Kelik dan layanan IndiHome yang digunakannya, saya belajar jika internet pun memberikan manfaat yang besar untuk kelestarian alam. Saya percaya, semakin banyak daerah di pelosok Indonesia yang dijangkau oleh IndiHome, tidak menutup kemungkinan akan muncul pula Mas Kelik - Mas Kelik yang lain dari daerah itu untuk melestarikan alam melalui program adopsi sarang. Saling terkoneksi melalui internet untuk alam yang lestari.
Referensi:
[1] Widyaningrum, Gita Laras. (Mei 2020). Penyanitasi Tangan. National Geographic Indonesia, hal. 24
[2] https://www.rainforest-alliance.org/insights/deforestation-and-pandemics/ diakses pada 15 Juli 2022
[4] https://www.youtube.com/watch?v=SAMXvgaIuAI
[5] https://indihome.co.id/blog/penjelasan-lengkap-dan-menarik-seputar-indihome-fiber
[6] https://www.inilah.com/indihome-terus-berinovasi-jadi-solusi-internet-rumahan-terbaik-selama-pandemi
[8] https://www.telkom.co.id/data/lampiran/1650968166768_Laporan%20Keberlanjutan%20Telkom%202021.pdf
[9] market.bisnis.com/read/20220406/192/1519464/intip-jejak-esg-pada-aktivitas-csr-telkom-indonesia
Comments
Post a Comment