Human beings can never be separated from journeys. Whether it is a physical journey, meaning moving from one place to another, or a journey in the meaning of a process. Various processes in life are often associated with the word "journey," such as the pursuit of higher education, the path to financial freedom, the journey to marriage, or even the transition from one phase of life to the next with our loved ones.
Over the past two years, I have undertaken more diverse physical journeys. Flying between cities, even across continents. Nowadays, I travel more frequently as well, since I work in a different city from where I live. These physical journeys often create a temporary distance from my loved ones, expose me to various sights along the way, and allow me to meet new people at my destinations. Sometimes, while travelling, I also reflect on the journey of life itself.
Life is a journey. That is a phrase people often say. Islam also likens human beings in this world to travellers (musafir). If we live like travellers undertaking a journey, then we should view life in this world through the eyes of a traveller as well.
A Temporary Journey
A traveller understands that what he is doing (the journey) is temporary. He has a point of departure and a destination. Likewise, as human beings living in this world, we also need to believe that everything we experience in this world is temporary, including both the joys and sorrows of life. Neither of these is everlasting on this earth. Reflecting on this should help us better manage our emotions. It can help us avoid becoming excessively happy or too deeply sorrowful.
يَٰقَوْمِ إِنَّمَا هَٰذِهِ ٱلْحَيَوٰةُ ٱلدُّنْيَا مَتَٰعٌ وَإِنَّ ٱلْءَاخِرَةَ هِىَ دَارُ ٱلْقَرَارِ
“O my people, this worldly life is only (temporary) enjoyment, while indeed the Hereafter is the lasting home.” (Qur’an, Surah Ghafir: 39)
The Best Provision
Every journey requires provisions in order to be undertaken safely and to reach its destination securely. Everyone strives to bring the best provisions for their journey. So, what is the best provision?
Anas radhiallahu 'anhu (may Allah be pleased with him) narrated that a man was about to set out on a journey. The man then asked Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam (peace and blessings be upon him) for provisions. The Prophet shallallahu 'alaihi wa sallam prayed for him with three things:
زَوَّدَكَ اللَّهُ التَّقْوَى ، وَغَفَرَ ذَنْبَكَ ، وَيَسَّرَ لَكَ الْخَيْرَ حَيْثُمَا كُنْتَ
“May Allah grant you provision of piety, forgive your sins, and make goodness easy for you wherever you may be.” (Hadith narrated by At-Tirmidhi)
This supplication is recommended to be said by those staying behind for the one who is setting out on a journey. We also learn that these three things are exactly what we need in life. That we may be granted piety, our sins forgiven, and goodness made easy for us (by Allah’s help).
Perfect Protection
We feel sadness and anxiety when we must leave loved ones behind for a journey. We worry about their condition while we are away. Sometimes, we may be the ones feeling sadness and anxiety when someone dear to us begins their journey and leaves us. We wonder, “How will their journey be? Will it be safe? Will they be alright?” Such feelings are natural.
We face similar situations in our lives. We feel sad when we must leave or be left by those we love in different phases of life. We worry when we are admitted to a university in another country, forcing us to leave our parents. Then we feel sad when a close friend returns to their home country after completing their studies.
When sadness and worry arise, yet we must indeed leave or be left, then nothing is more beautiful than entrusting those we love to the One who can protect them with perfect protection. And the best of protectors is Allah subhanahu wa ta'ala.
As the one leaving, we should say:
أَسْتَوْدِعُكَ اللَّهَ الَّذِى لاَ تَضِيعُ وَدَائِعُهُ
“I entrust you to Allah, whose trust is never neglected.”
Meanwhile, the one staying behind should say:
أَسْتَوْدِعُ اللَّهَ دِينَكَ وَأَمَانَتَكَ وَخَوَاتِيمَ عَمَلِكَ
“I entrust your religion, your trustworthiness, and the last of your deeds to Allah.”
If we reflect on these two prayers, we will see the beauty of Islam. When we are surrounded by worry, there is no need to be excessively anxious, for when we entrust ourselves or our loved ones to Allah, He will grant the best of protection. These prayers also remind us that we do not truly own the people we love in this world. We never have, we never will. They belong to Allah.
And that is how life in this world is. There will always come a time when we must either leave or be left by those we love.
-------
Dua tahun ke belakang ini, perjalanan fisik yang saya dapatkan semakin bervariasi. Terbang antarkota hingga antarbenua. Saat ini pun semakin sering melakukan perjalanan karena tempat kerja yang berbeda kota dengan domisili. Perjalanan fisik ini sering membuat saya berjarak sesaat dengan mereka yang tersayang, melihat berbagai rupa dalam perjalanan, hingga bertemu orang-orang baru di tempat tujuan. Terkadang saya merenungkan perjalanan kehidupan ketika bepergian.
Hidup adalah perjalanan. Itulah kalimat yang sering disampaikan orang. Agama Islam juga mengibaratkan manusia di dunia ini layaknya musafir, yang berarti orang yang melakukan perjalanan. Jika kita hidup layaknya musafir yang menempuh suatu perjalanan, maka ada baiknya kita melihat kehidupan di dunia ini dengan kacamata musafir pula.
Perjalanan yang Sementara
Seorang musafir meyakini jika dia sedang melakukan suatu aktivitas (perjalanan) yang sifatnya sementara. Dia memiliki tempat berangkat dan tempat yang dituju. Oleh karenanya, sebagai manusia yang hidup di dunia ini kita juga perlu meyakini jika apa-apa yang terjadi di dunia ini hanyalah sementara, termasuk kesenangan dan kesedihan yang kita alami di dunia ini. Dua hal itu tidaklah abadi di bumi ini. Merefleksikan hal ini seharusnya membuat kita lebih memiliki kontrol terhadap perasaan untuk tidak berlebihan dalam bergembira dan terlalu dalam ketika berduka.
يَٰقَوْمِ إِنَّمَا هَٰذِهِ ٱلْحَيَوٰةُ ٱلدُّنْيَا مَتَٰعٌ وَإِنَّ ٱلْءَاخِرَةَ هِىَ دَارُ ٱلْقَرَارِ
“Hai kaumku, sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal.” (Alquran, surat Ghafir: 39)
Perbekalan yang Terbaik
Perjalanan memerlukan perbekalan agar dapat dilakukan dengan aman dan tiba di tempat tujuan dengan selamat. Setiap orang mengupayakan perbekalan yang terbaik untuk perjalanannya. Lalu apa bekal terbaik itu? Anas radhiallahu 'anhu bercerita ada seseorang yang hendak menempuh suatu perjalanan. Seseorang ini kemudian meminta bekal kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam kemudian memohonkan tiga kebaikan, yaitu:
زَوَّدَكَ اللَّهُ التَّقْوَى ، وَغَفَرَ ذَنْبَكَ ، وَيَسَّرَ لَكَ الْخَيْرَ حَيْثُمَا كُنْتَ
“Semoga Allah membekalimu dengan ketakwaan, dan mengampuni dosamu, dan memudahkan kebaikan untukmu di manapun kamu berada.” (HR . At-Tirmidzi)
Doa ini menjadi doa yang dianjurkan untuk diucapkan oleh orang yang ditinggal bepergian kepada orang yang hendak bepergian (musafir). Dari doa tersebut, kita juga dapat belajar bahwasannya tiga hal yang disebutkan adalah tiga hal yang kita butuhkan pula dalam kehidupan. Kita berharap diberikan ketakwaan, diampuni dosa-dosa kita, dan dimudahkan dalam mendapatkan kebaikan (ditolong oleh Allah).
Penjagaan yang Sempurna
Kita seringkali dihadirkan perasaan sedih dan cemas ketika hendak meninggalkan orang-orang yang kita sayangi untuk bepergian. Kita berpikir bagaimana kondisi mereka saat kita tidak berada di sisi mereka. Terkadang kita pula yang dalam posisi sedih dan cemas melihat seseorang memulai perjalanan meninggalkan kita. Kita bergumam, "Bagaimana perjalanannya nanti? Apakah aman? Apakah dia akan baik-baik saja?" Ini perasaan yang wajar. Dalam kehidupan, kita juga seringkali dihadapkan pada kondisi dan perasaan seperti ini. Kita sedih ketika harus meninggalkan atau ditinggalkan orang yang kita sayangi dalam fase-fase kehidupan. Kita cemas saat kita diterima di universitas di luar kota yang harus membuat kita meninggalkan orang tua. Kita sedih saat sahabat kita kembali ke negara asalnya karena selesai masa belajarnya.
Saat perasaan sedih dan cemas datang, tetapi kita memang harus meninggalkan atau ditinggalkan, maka tidak ada yang lebih indah selain menitipkan orang yang kita sayangi kepada Ia yang mampu menjaga mereka. Menjaga dengan penjagaan paripurna. Sebaik-baik penjaga tentu Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Sebagai seorang yang meninggalkan, kita sebaiknya mengucapkan:
أَسْتَوْدِعُكَ اللَّهَ الَّذِى لاَ تَضِيعُ وَدَائِعُهُ
"Aku menitipkan kalian kepada Allah yang tidak mungkin menyia-nyiakan titipan [yang dititipkan kepada-Nya]."
Lalu, sebagai yang ditinggalkan, kita mengatakan:
أَسْتَوْدِعُ اللَّهَ دِينَكَ وَأَمَانَتَكَ وَخَوَاتِيمَ عَمَلِكَ
"Aku menitipkan agamamu, amanahmu, dan amal terakhirmu kepada Allah."
Jika kita merenungkan dengan baik dua doa ini, kita akan meyakini bagaimana indahnya Islam ini. Saat kita diliputi kegalauan, kita tidak perlu terlalu risau karena saat kita menitipkan atau dititipkan kepada Allah, maka Ia akan menjaga dengan sebaik-baik penjagaan. Doa ini juga mengingatkan kita kembali bahwasannya kita sejatinya tidak pernah memiliki orang-orang yang kita sayangi di dunia ini. Bahwa mereka sejatinya adalah milik Allah.
Dan begitulah kehidupan di dunia ini, akan ada waktunya kita pasti akan meninggalkan atau ditinggalkan oleh mereka.
Rumah, 27 Safar 1447 H - 24th August 2025
-rahmadiyono-
references:
https://konsultasisyariah.com/947-bagaimana-doa-bepergian-dan-doa-orang-yang-ditinggal.html
https://rumaysho.com/20918-doa-dan-bacaan-penting-saat-safar-traveling.html
https://rumaysho.com/25050-hadits-arbain-40-hidup-di-dunia-hanya-sebentar.html
Comments
Post a Comment