‘Audzubillahiminassyaitonirrajiim
Bismillahirrahmanirrahiim
Qul ‘audzubirabbil
falaq | minsyarrimaa kholaq | wa minsyarri ghoosiqin idzaa waqab | wa
minsyarrinnaffaatsaatifil ‘uqod | wa minsyarri haasidin idzaa hasad
Al
Qur’an surat Al Falaq, itu adalah salahsatu surat yang kuucapkan saat melalui
jalanan dihari Jumat, 1 Mei 2015 yang lalu. Surat yang kutahu didalamnya
terdapat makna perlindungan apabila malam gelap gulita. Kulantunkan sambil
kukendarai motor berplat AD itu. Kulantunkan bukan karena tanpa sebab, tapi
seandainya kau tahu seperti apa suasana yang aku lalui, kawan.
Gelap.
Satu kata yang paling awal muncul dibenakku malam itu. Dan tak ada suara
manusia malam itu. Hanya aku dan suaru motor merah itu. Kulantunkan surat Al
Falaq dan beberapa surat yang lain malam itu karena dalam pikiranku ada sebuah
kekhawatiran. Kekhawatiran akan suatu hal yang mungkin saja menimpa diriku. Suatu
hal gangguan dari jin atau manusia. Ya, aku khawatir hingga membuat hati ini
gelisah tak tau arah hingga akhirnya saat kulantunkan ayat-ayat ini hati ini
bagai jalanan yang telah tersinari oleh deretan lampu. Tenang.
Malam
itu, perjalanan menuju petilasan Mbah Marijan, Kinahrejo, Yogyakarta baru
kumulai hampir pukul 21.00 WIB dari kota Jogja. Bukan perjalanan tanpa tujuan,
tapi ada targetan membantu kakak tingkatku mengambil data dilereng seletan
Gunung Merapi yang harus dapat kulaksanakan. Bukan dari kakak tingkatku yang
mengharuskan, tapi dari diri ini sendiri untuk bisa memberi manfaat kepada
orang lain sekaligus mengenal alam ciptaanNya.
Kulalui
jalanan itu sendiri karena rombongan yang lain telah berangkat sekitar pukul
delapan malam. Awalnya perjalanan biasa,
tak jauh dari suasana perjalanan kota. Namun, ketika sudah melewati SPBU
Cangkringan, perjalanan berubah. Kegelapan dan sinar lampu motorku yang kulihat
didepan. Hingga akhirnya membuatku melantunkan dzikir-dzikir itu.
Aku
berpikir, mungkin suasana malam itu ibarat perjalanan hidup manusia tanpa
pegangan, tanpa bantuan, tanpa ilmu. Bingung. Mau melewati mana. Salah jalan
bisa saja jurang menjadi tujuan. Dan lampu motor itu ibarat saat kita mendapat
pegangan, mendapat arahan (dalam hal ini yang kumaksud adalah Al Qur’an).
Dengan pegangan dan arahan, jalan kita menjadi terang. Kita tahu jalan mana
yang harus kita lalui.
Allah,
mengingat malam itu kuberpikir. Apa yang bisa kulakukan (dan manusia yang lain
lakukan) tanpa diriMu, tanpa petunjuk dariMu ? Aku tak tahu apa yang terjadi
pada diriku jika saat malam itu lampu motorku mati, dan aku semakn tak tahu apa
yang terjadi pada diriku jika aku tidak terlahir dari rahim seorang wanita yang
menyaksikanMu sebagai Rabb seluruh alam.
Allah,
mengingat malam itu, aku semakin yakin jika manusia itu makhluk yang kecil dan
buta, dalam gelapnya malam saja mereka tak tahu kemana arah berjalan.
Allah,
mengingat malam itu kubersyukur pada diriMu karena Engkau telah memberikanku
pelajaran melalui hening dan gelapnya jalan Cangkringan...........
Diselesaikan
di Laboratorium Biologi, UNY tercinta.
Selasa,
8 Sya’ban 1436 H / 26 Mei 2015, 16:37 WIB
Salam
dari saya,
-aLr-
Comments
Post a Comment