Skip to main content

Dia yang Teguh, Dia yang Tumbuh

Pappermint from Abu Nabat Afrizal Haris, dok pribadi.





Pekan lalu sembari menikmati sore di sekolahan, mencoba berselancar di dunia maya mencari sesuatu yang barangkali dapat menambah semangat saya. Pencarian membawa saya pada channel YouTube Al Ustadz Muhammad Nuzul Dzikri hafidzahullah. Saya pribadi sebenarnya sangat jarang mengikuti kajian beliau secara daring, hanya beberapa kali melihat postingannya Irfan (teman di kampus) yang isinya ceramah singkat beliau. Melihat beberapa judul video pendek yang menarik, saya unduh beberapa di antaranya, lalu pulang.

Haworthria -sejenis kaktus- menjadi teman saya mendengarkan untaian petuah beliau, hingga pada ucapan yang beliau nukil dari Syaikh Ushaimi hafidzahullah:


Man tsabata nabata, jika diterjemahkan kurang lebih artinya “Barangsiapa yang kokoh, dia akan tumbuh”. Ustadz Nuzul Dzikri menyampaikan kalimat tersebut sebagai pesan agar kita konsisten dalam mengikuti kajian. Jika sudah mengikuti satu kajian (tentu saja yang isinya benar sesuai Al Quran dan sunnah) maka jagalah semangat agar bisa selalu hadir dan ikhlas mengikuti kajian tersebut. Jangan berpindah-pindah kajian, konsisten. Beliau mengibaratkan kalau pohon yang ditanam di tempat A, kemudian tiga hari selanjutnya dicabut dan dipindah ke tempat B, kemudian ke C, tentu yang ada bukan pohon itu akan hidup, justru akan sekarat, dan mati.

Kalimat man tsabata nabata ini membawa saya mengingat masa-masa ketika mengikuti aktivitas tanam pohon. Untuk mendapatkan pohon yang kuat, yang kokoh, maka ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan, dua di antaranya adalah:

1. Tempat Menanam yang Baik
Bisa dikatakan ini adalah faktor utama yang penting. Salah tempat menanam, tak perlu menunggu lama, yang kita tanam akan segera mati. Saya pernah mengikuti kegiatan penanaman mangrove pada muara sungai yang berbeda. Satu kelompok aktivis lingkungan menanamnya di kawasan berlumpur, sedangkan kelompok lain (bukan aktivis lingkungan) menanamnya di kawasan dengan substrat yang didominasi oleh pasir. Tentu, mangrove di lokasi pertama sukses tumbuh, teman saya menghitung persentase keberhasilannya sampai 99%. Masyaallah. Sedangkan ketika saya mengunjungi lokasi kedua setelah beberapa bulan, banyak yang mati, yang tersisa pun juga tidak terlihat tumbuh dengan baik. Terlihat sekali di sini berlaku kalimat: ilmu membuat amalan menjadi benar. Mangrove sejatinya bermacam-macam jenisnya, ada bakau, api-api, bruguiera, dan lainnya. Hampir tiap jenis mempunyai syarat lokasi tumbuh masing-masing. Banyak yang sehat di substrat berlumpur, beberapa bisa bertahan di substrat berpasir.

Misalnya kita hubungkan dengan kajian, jika ingin tumbuh dengan baik, sebaiknya kita lihat terlebih dahulu di mana dan dengan siapa kita mengaji. Salah guru bisa berabe ntar. Perlu kita lihat apakah guru yang hendak kita ambil ilmunya, baik atau tidak. Kalau kita belum tahu? Ya bisa tanya ke teman kita, atau orang yang kita percayai. Secara umum guru yang baik itu yang menyampaikan dengan dalil Al Quran dan sunnah dengan pemahaman para sahabat, mengajak untuk mengesakan Allah semata, menunjukkan akhlak yang santun, tidak mengajak pada partai politik, begitu sih tips yang saya dapatkan. Kalau ingin melihat pembahasan lengkapnya dari DR. Abdullah Roy (putra Indonesia yang mengajar di Masjid Nabawi, Madinah) bisa klik pranala ini atau cari-cari di channel Yufid TV. Oya, sebagai orang yang baru dalam mengaji, kita jangan sampai menggunakan kaidah “bebas ikut guru siapa saja, ambil baiknya, buang buruknya”. Karena kita belum cukup ilmu untuk bisa membedakan dengan jelas mana yang baik dan yang buruk.


2. Perawatan yang Baik
Untuk mendapatkan pohon yang kokoh, yang sehat, perlu dirawat dengan baik. Jadi nggak  hanya kulit yang perlu dirawat dengan rutin ke skincare, pohon pun perlu dirawat dengan disiram, dipupuk, dan lainnya, hehe.  Ketika saya mengikuti tanam pohon, bibit-bibit ditopang dengan tongkat, diikatkan agar kuat. Beberapa periode waktu sekali, dimonitoring, dibersihkan areanya dari sampah-sampah yang merusak, kalau ada hama, dibasmi hamanya. Teringat kembali lokasi tanam mangrove kedua yang saya ceritakan pada paragraf sebelumnya, sudah lokasinya didominasi pasir, ternyata menjadi lokasi bermuaranya sampah-sampah dari Yogyakarta. Hiks. Alhasil ya seperti tadi, hampir semuanya mati. 

Saat kita ikut kajian, maka jangan lupa mencari teman baik yang menopang kita, membantu kita agar istiqomah. Teman-teman yang baik itu akan membantu kita membersihkan sampah-sampah hati kita. Kalau sudah ketemu, ikat dengan kuat. Saya pribadi masih sangat kurang untuk hal ini, bantu ya agar saya bisa istiqomah, :).






Penghujung Dzulhijjah 1440/ 30-08-19
Laboratorium IPA,


Rahmadiyono

(Tulisan ini untuk nasihat diri sendiri, jika ada yang salah mohon koreksinya. Jika Anda mendapat manfaat dari tulisan ini, Alhamdullilah, bersyukurlah kepada Allah)

Comments

  1. Masyaallah, jazakallah khair wa barakallahu fiik ya akhi buat tulisannya, menginspirasi sekali dan lengkap dengan contoh2 analogi yang cocok, menurut saya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Masyaallah. Alhamdulillah. Wa jazaakumullahu khayran.

      Delete
  2. "Ilmu membuat amalan menjadi benar"

    Masyaallah, dalam sekali artinya. saya merasa termotivasi untuk terus belajar. Jazakallah khair, Akhi.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Jantan Betina yang Terlihat Sama

Burung secara umum memiliki morfologik yang berbeda antara jantan dengan betina. Pengamat burung sering menyebut “yang jantan itu lebih cantik”, hehe. Argumen tersebut muncul bukan karena sebab, karena secara umum burung jantan memang mempunyai bulu yang lebih berwarna-warni, lebih menarik intinya. Salah satu fungsi dari bulu yang lebih berwarna pada jantan adalah untuk menarik perhatian betina ketika memasuki masa breeding atau berkembang biak. Istilah perbedaan morfologik tersebut disebut dimorfisme (“di” menunjukkan dua, morf: morfologik/bentuk luar). Akan tetapi, terdapat pula jenis-jenis burung yang mempunyai morfologik yang mirip antara jantan dan betina atau akrab disebut monomorfisme. Jenis burung yang masuk dalam kelompok monomorfisme membuat pengamat burung kesulitan untuk mengidentifikasi mana jantan dan mana betinanya. Burung pijantung kecil. Foto oleh Radhitya Anjar. Kiri betina, kanan jantan. Saat kita mengamati burung monomorfisme dengan cara biasa (hanya

BTW#2 "Takur tulung-tumpuk / Black-banded Barbet / Psilopogon javensis"

Bismillahirrahmaanirrahiim Foto oleh Swiss Winnasis di TNGM  Takur tulung-tumpuk mempunyai ukuran agak besar (26 cm), berwarna-warni. Bulu dewasa biasanya hijau polos. Mahkota kuning dan bintik kuning di bawah mata, tenggorokan merah. Ada bercak merah pada sisi dada dan kerah lebar hitam melewati dada atas dan sisi kepala sampai mata. Setrip hitam yang kedua melewati mata.  Iris coklat, paruh hitam, kaki hijau-zaitun suram (MacKinnon, 2010). Takur tulung-tumpuk merupakan burung genus Megalaima dari famili Capitonidae (Horsfield, 1821), tetapi didalam website IUCN RedList 2015 del Hoyo dan Collar (2014) memasukkan takur tulung-tumpuk kedalam genus Psilopogon sehingga nama ilmiahnya menjadi Psilopogon javensis. Perjumpaan pertama saya dengan takur tulung-tumpuk terjadi pada tanggal 22 Maret 2014 di Plawangan, Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM). Hingga saat ini, saya tidak pernah berjumpa lagi melainkan hanya mendengar suaranya. Suara takur tulung-tumpuk sangat khas dan muda