Anak adalah amanah dari Allah subhanahu wa ta’ala yang mana
sepasang orang tua memperoleh ketentramkan hati karenanya. Didalam Al Qur’an
surat Al Furqaan ayat 74, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman yang
artinya :
Dan orang
orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri
kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam
bagi orang-orang yang bertaqwa.”
Pada sisi yang lain, seorang anak juga dapat menjadi fitnah atau
cobaan bagi kedua orangtuanya sebagaimana dalam firmanNya (yang artinya) :
“Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan
(bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar.” (QS. At
Taghaabun : 15).
Setiap
pasangan suami istri tentu menginginkan buah hati yang beriman, buah hati yang
menjadikan Allah sebagai Dzat yang paling dicintai, dan buah hati yang
menjadikan Al Qur’an sebagai rujukan dalam berakhlaq atau biasa disebut dengan
generasi Qur’ani.
Setiap keluarga mempunyai cara atau
metode masing-masing untuk mendidik buah hatinya menjadi buah hati yang
berakhlaq Al Qur’an. Akan tetapi, ketidaktahuan akan sebuah ilmu dalam mendidik
anak menyebabkan tujuan yang mereka harapkan tidak kunjung dapat teraih bahkan
pada beberapa kasus ketidaktahuan akan metode yang tepat menyebabkan anak
mempunyai akhlaq yang tercela.
Dalam beberapa tahun terakhir,
semakin sering dijumpai pasangan suami istri lebih senang menggunakan metode
pendidikan dunia barat daripada menggunakan metode pendidikan Islam yang telah
diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam empat belas abad
yang lalu. Padahal sebagai seorang insan yang selalu mengharapkan surga,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam seharusnya menjadi teladan dalam
setiap langkah, tidak terkecuali dalam mendidik anak. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam menjadi contoh seorang pendidik yang sempurna, beliau
dapat memposisikan diri sebagai seorang ayah bahkan kakek untuk cucu-cucunya.
Dalam setiap langkah beliau, tentulah Al Qur’an menjadi dasar yang beliau
pegang. Bahkan Ummul Mukminin ‘Aisyah radhiyallahu anha ketika ditanya
mengenai akhlaq Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau menjawab
“Akhlaq Rasulullah adalah Al Qur’an.”
Al Qur’an adalah peninggalan dari
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang lebih berharga daripada
dunia seisinya. Al Qur’an menjadi lentera bagi setiap orang yang berjalan dalam
gelapnya kehidupan dan menjadi penuntun untuk memasuki sebaik-baik tempat
kembali, jannahNya. Sehingga, untuk mencetak generasi yang mencintai Al Qur’an,
maka tidak ada cara lain selain mendidiknya dengan Al Qur’an pula dan belajar
dari sebaik-baik orang dalam pemahamannya terhadap Al Qur’an yaitu Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam.
Pendidikan anak ala Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam pada saat ini lebih sering dikenal dengan istilah prophetic
parenting. Konsep dalam prophetic parenting adalah mendidik anak
dengan berkiblat pada cara-cara yang dilakukan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam dalam mendidik keluarga dan sahabat beliau. Menjadi sebuah
penekanan penting bahwasannya dalam prophetic parenting berlaku sebuah
proses pendidikan bukan sekedar proses pengajaran, kerena dalam proses
pendidikan selain mengajarkan ilmu juga menanamkan nilai-nilai.
Prophetic parenting membimbing
setiap orang tua yang mendidik anak mulai dari mereka belum disebut orang tua.
Maksudnya adalah prophetic parenting membimbing setiap pemuda dan pemudi
untuk mempersiapkan diri mereka sebaik mungkin sebelum mereka menikah dan
mempunyai anak. Menyiapkan segala ilmu yang lurus sebelum menjadi orang tua
sangatlah penting karena dengan ilmu yang lurus setiap orang tua akan sukses
dalam memimpin atau mengarahkan keluarganya menuju kebaikan. Persiapan ilmu
tersebut berlaku baik untuk seorang pemuda yang akan menjadi suami
maupun pemudi yang akan menjadi seorang istri. Kelak keduanya akan menjadi
pemimpin sesuai tugasnya masing-masing sebagaimana dalam hadits riwayat
al Bukhari :
Dari
Ibnu ‘Umar radhiyallahu
‘anhuma, ia berkata, “Saya mendengar Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
“Setiap
kalian adalah pemimpin dan akan ditanyakan tentang kepemimpinannya. Imam adalah
pemimpin dan akan ditanyakan tentang kepemimpinannya. Seorang suami adalah
pemimpin di tengah keluarganya dan akan ditanya tentang kepemimpinannya. Istri
adalah pemimpin di rumah suaminya dan akan ditanya tentang kepemimpinannya.
Budak adalah pemimpin dalam harta majikannya dan akan ditanyakan tentang
kepemimpinannya. Setiap kalian adalah pemimpin dan akan ditanyakan tentang
kepemimpinannya.”
Dalam persiapan mendidik anak, selain pemahaman
akan sebuah ilmu yang benar juga perlu dibarengi dengan keikhlasan hati karena
sebagaimana matan dari sebuah hadits bahwasannya syarat amalan diterima adalah
ikhlas (karena Allah) dan sesuai tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam (berilmu). Seorang orangtua betul-betul harus mengikhlaskan
dirinya untuk menjadi sebaik-baik pendidik terutama bagi anak mereka
masing-masing. Dengan menghujamkan ikhlas karena Allah ‘azza wa jalla didalam
hati maka setiap langkah dalam mendidik anak akan terasa nyaman meskipun
rintangan akan menghadang untuk menguji langkah setiap orang tua.
Setelah menanamkan keikhlasan dan memersiapkan
ilmu sedari awal dan ikatan suci dengan pasangan telah disempurnakan dengan
ijab qabul, selanjutnya jika seorang orang tua ingin mencetak anak-anak yang
berakhlaq Qur’an atau mencetak generasi Qur’ani adalah mempersiapkan pendidikan
dimulai dari belum adanya anak-anak. Tidak sedikit dari pasangan suami istri
yang ingin mendapatkan keturunan yang sholeh tetapi sebelum melakukan jima’ mereka
tidak berdo’a kepada Allah ‘azza wa jalla. Padahal dalam do’a sebelum
berjima’ terdapat permohonan kepada Allah subhanahu wa ta’ala untuk
dijauhkan dari setan dan dijauhkan pula setan dari rezeki mereka (keturunan).
Selanjutnya proses pendidikan juga terus dijalankan meskipun si buah hati masih
dalam kandungan. Ketika si buah hati masih dalam kandungan, sosok yang paling
berperan terhadap pendidikannya jelas adalah si ibu. Demi mencetak generasi
Qur’ani, seorang ibu yang baik akan memanfaatkan betul-betul waktu hamilnya
dengan kegiatan-kegiatan bersama Al Qur’an semisal memperbanyak membaca Al
Qur’an atau mendengarkan murottalnya tidak hanya menghabiskan waktu dengan
bermalas-malasan diatas ranjang atau bahkan menjadikan gosip dalam televisi
sebagai teman harian.
Setelah buah hati melewati alam kandungan,
kehidupan didunia pun ia mulai. Sebagai pasangan suami istri yang menginginkan
buah hati yang terlahir menjadi sosok Qur’ani, menjadi sebuah prioritas utama
untuk mengikuti sunnah-sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pada
saat anak dilahirkan seperti mentahnik bayi dengan kurma sebagaimana
yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kepada anak
Abu Thalhah dan Ummu Sulaim. Selain itu juga melaksanakan sunnah beliau yang
lain seperti mengumandangkan adzan ditelinga si bayi. Hal ini (mengumandangkan
adzan ditelinga bayi) dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
kepada al Hasan bin Ali seperti dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu
Dawud dan at-Tirmidzi.
Seiring dengan perkembangan anak, maka
pendidikan yang diberikan oleh orang tua kepada anaknya perlu berkembang pula.
Ketika anak sudah mulai belajar untuk berbicara, maka kalimat pertama yang
diajarkan adalah lafadz syahadat. Hal ini sangatlah penting untuk menyampaikan
kepada anak siapa Ilah yang berhak diibadahi dengan benar. Dengan menanamkan
kecintaan kepada Allah ‘azza wa jalla sejak dini dimulai dengan melatih
anak mengucapkan kalimat tauhid, maka atas izin dari Allah subhanahu wa
ta’ala si anak akan menjadi sosok yang betul-betul menempatkan Allah
sebagai Dzat yang paling berhak untuk dicintai didalam hati.
Demi memperkuat kecintaan anak kepada Allah ‘azza
wa jalla dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam maka anak juga
dididik untuk mencintai Al Qur’an sebagai wujud firman-firmanNya. Dengan
mengajarkan Al Qur’an kepada anak untuk menjadikan anak sebagai generasi
Qur’ani disisi lain orang tua akan mendapatkan pahala dari apa yang mereka
lakukan sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang
artinya : “Barangsiapa yang membaca Al Qur’an, mempelajarinya,
mengamalkannya, kedua orangtuanya dihari kiamat akan dipakaikan mahkota dari
cahaya. Sinarnya persis seperti sinar matahari. Kedua orangtuanya diberi dua
perhiasan yang tidak bisa dibandingkan dengan dunia. Keduanya bertanya, ‘Dengan
apa kami mendapatkan semua ini ?’ Dijawab, ‘Anakmu mempelajari Al Qur’an’ (HR.
Al Hakim).
Dalam mendidik anak untuk mencintai Al Qur’an,
setiap orang tua sebaiknya tidak hanya membimbing anak untuk membacanya saja
tetapi juga melatih anak untuk menghapalkan dan menjelaskan kandungan dari
ayat-ayatnya. Hal ini dimaksudkan agar si anak juga mempunyai pemahaman
terhadap al Qur’an yang benar sejak dia kecil. Dalam proses pendidikan ini,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan untuk menampilkan
suri tauladan yang baik. Hal ini dapat dicontohkan dengan orang tua rutin
membaca Al Qur’an setiap hari atau mendengarkan murottalnya. Selain suri
tauladan yang baik, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga
mengajarkan untuk mencari waktu yang tepat dalam mengarahkan anak untuk
belajar. Selain waktu, cara atau metode dalam mendidik anak untuk mencintai Al
Qur’an juga perlu diperhatikan hal ini tentu juga dengan memerhatikan kondisi
masing-masing anak. Dalam buku Kurikulum Pendidikan Anak Muslim, Syeikh
Fuhaim Musthafa menyebutkan beberapa tips dalam pendidikan Qur’an anak seperti
:
- Sebelum pengajar
mulai membacakan surat, ia (orang tua) harus mengingatkan anak agar
memusatkan perhatiannya terhadap apa yang akan dibacakan. Yang demikian
itu supaya hal-hal berikut dapat terwujud:
– Anak menyimak bacaan pengajar sehingga bisa menirukan setiap harakat huruf, ketika berhenti saat waqaf pada tempat – tempat berhenti serta cara mengucapkan huruf per huruf secara benar.
– Hati anak menjadi khusyu’, tenang, dan menghormati bacaan Al Quran saat
mendengarkannya. Melatih anak membaca Al Quran langsung dari mushaf. Di samping
itu juga memperkenalkan kepadanya tanda-tanda waqaf dan istilah-istilah untuk
memperbaiki bacaan pada setiap ayat seperti, mad, idgham, sukun, menebalkan
huruf qalqalah, memperjelas makhraj setiap huruf, hamzah washal, hamzah qatha’ dan
lain sebagainya.
- Sebelum pengajar
(atau orang tua) membacakan surat, ia memulai dengan pembicaraan ringan
yang menjadikan anak semangat mempelajari surat tersebut dan memahami
maknanya.
- Memperdengarkan
bacaan Al Quran pada pendengaran anak dengan bacaan yang khusyu’ lebih
dari satu kali.
- Anak diminta
membaca surat itu sepenggal –penggal secara bersama-sama lebih dari satu
kali
- Sementara itu sang
pengajar membenarkan kesalahan-kesalahan yang terjadi pada anak saat
membaca Al Quran.
- Pengajar menyuruh
beberapa anak mengulangi surat yang sudah dibacakan secara bersamaan.
Kemudian menyuruh beberapa anak yang lain dan seterusnya.
- Setelah itu
pengajar menyuruh anak satu per satu membaca Al Quran, pengajar menyuruh
salah seorang anak untuk membaca Al Quran setelah ia memberi contoh
bacaannya. Kemudian meminta anak lainnya melakukan hal serupa, dan
seterusnya.
- Pengajar hendaknya
mendiskusikan makna surat kepada anak dengan memberikan pertanyaan
ringan. Hingga pengajar benar-benar mengetahui bahwa seluruh anak sudah
memahami makna surat dengan baik.
- Pengajar
Al-Quran harus menanamkan dalam jiwa anak bahwa mempelajari Al-Quran
adalah ibadah. Allah ta’ala memberikan pahala yang sangat
besar.
- Pengajar harus
mempunyai target pada pertemuan itu anak harus mengulangi ayat-ayat yang
diajarkan dengan membacanya berkali-kali.
- Harus diperhatikan
oleh pengajar yaitu membenarkan bacaan anak supaya jangan sampai salah
sedikitpun. Karena yang sedikit itu akan dibawa sampai dewasa jika tidak
dibetulkan.
- Menjadi catatan
untuk pengajar bahwa anak difahamkan dengan makna ayat-ayat yang dia
pelajari dengan pemahaman sederhana, sesuai tingkatan amalnya.
Selain tips-tips diatas, Ustadz Abu Amr Ahmad Sulaiman didalam bukunya Panduan
Mendidik Anak Muslim Usia Sekolah menyampaikan bahwasannya perlu dalam
pendidikan Qur’an anak juga disampaikan do’a atau dzikir sebelum membaca Al
Qur’an dan adab-adab terhadap Al Qur’an. Adab-adab perlu disampaikan karena
sebagaimana dalam sebuah hadits, adab itu mendahului ilmu.
Pendidikan Qur’an kepada anak dilaksanakan secara terus-menerus hingga anak
tumbuh dengan menjadikan Al Qur’an sebagi pegangannya dalam beramal. Selama itu
pula keikhlasan dan kesabaran juga harus tertancap kuat dalam hati orang tua
demi mencetak generasi emas, generasi Qur’ani. Manakala setiap orang tua sudah
meyakini bahwasannya sebaik-baik cara dalam mencetak genarasi Qur’ani adalah
cara ala Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam , kemudian mereka
bekerja keras mengamalkannya dengan diiringi keikhlasan dan do’a maka bukan
menjadi hal yang mustahil bahwa generasi Qur’ani seperti Muhammad Al Fatih dapat
terlahir kembali.
Rujukan :
Mushaf Al Qur’an
Al Jauziyyah, Ibnu
Qayyim. 2010. Hanya Untukmu Anakku. Jakarta : Pustaka
Imam Asy-Syafi’i.
Musthafa, Fuhaim. Kurikulum
Pendidikan Anak Muslim. Surabaya : Pustaka Elba.
Diakses melalui muslimah.or.id pada tanggal 14 Mei 2015.
Sulaiman, Abu Amr
Ahmad. 2013. Panduan Mendidik Anak Muslim Usia Sekolah.
Jakarta : Darul Haq.
Suwaid, M. Nur Abdul
Hafizh. 2009. Prophetic Parenting. Yogyakarta : Pro U
media.
artikel diatas merupakan essay pribadi yang dilombakan dalam acara Metamorphosa ke-6 Fakultas Kedokteran UNS 2015.
Comments
Post a Comment