Skip to main content

Kinahrejo#2 : Dinginnya Kinah Bersama Pejuang Sekeripsi

Masih teringat jelas malam itu, malam hari di Kinahrejo bagai permainan. Permainan mencari para pejuang sekeripsi.

“Ya, di pendopo dekat Mbah Marijan.” Kurang lebih itu pesan dari seorang pejuang sekeripsi I, sebut saja Nurrohman Eko Purnomo. Dan sesampaiku di petilasan Mbah Marijan, hanya bangunan-bangunan seakan kota mati dalam kegelapan. Dalam benak, kubergumam “Mas EP jangan ngerjainnnnnnn” dan sesaat sebuah pesan darinya masuk dibatangan logam bermerk Nokia itu, “Yono dimana ? Hati-hati dijalan, tadi sepanjang jalan sudah sepi ngak ada orang.”

Dalam heningnya petilasan Mbah Marijan aku kembali bergumam, “Lha menurutmu dimana Mas ? Jan, aku sudah diatas. Gelap. Apa jangan-jangan mas EP masih dibawah ?” Lantas kuputuskan untuk segera meninggalkan petilasan itu karena dengan sejujurnya aku ngak mau berteman dengannya (petilasan) dalam kesepian.....

Dan sebelum masuk jalan beraspal, entah, seakan mendapat bisikan, aku malah memutuskan untuk naik menuju puncak Kinah, dan sekitar 5 meter baru memulai perjalanan naik aku melihat cahaya putih disebuah pendopo. And finally, aku menemukan mereka. Pejuang Sekeripsi yang sedang ngecamp dengan dua tenda doom.

Setelah kuparkirkan motor, kusapa Pejuang Sekeripsi II dan III, panggil saja Arrellea Revina Dewi dan Eky Rakhmawati. Malam itu obrolan dengan mereka sengaja tak aku panjangkan, karena tubuh sudah lelah dengan aktivitas hari itu. 1 Mei 2015 pagi hingga sore melakukan kuliah lapangan di Kinahrejo, lantas turun menuju kota Jogja, dan malamnya sudah naik lagi menuju Kinah. Ya tidur menjadi tujuan untuk memberikan haknya tubuh ini.

Sekitar pukul tiga pagi, bola mata ini mulai melihat masih gelapnya malam dan telinga ini mendengar ribuan tetesan air hujan yang turun sebagai wujud rahmat dari Allah ‘azza wa jalla. Kumelihat kearah samping, kawan seperjuanganku, Andri Hoho, yang turut membantu Pejuang Sekeripsi masih tertidur pulas. Dan kumencoba mendengar dalam hujan, belum kujumpai suara Pak Kabid PA (Pemberdayaan Anggota) KPB Bionic UNY, Mas Hasbi, ternyata dia memang masih terlelap. Hanya suara hujan dan lonceng kecil si Digo, anjingnya Pak Narto (pemilik petilasan yang kami gunakan), yang aku dengarkan.

Bersyukur hati ini dalam masa penantian pagi hari, suara adzan terdengar. Adzan shubuh dari masjid yang agak jauh dari tempat kami bermalam. Dinginnya air tak membuat kami bertayamum untuk melaksanakan sholat shubuh. Bergantian shift. Itulah yang kami lakukan untuk mencegah Digo menuju area paling suci menurut kami untuk melaksanakan ibadah wajib itu. Sebenarnya betul-betul risih saat harus berada satu tempat dengan anjing meskipun doom sudah memisahkan kami dengannya. Tapi bagaimana lagi, itulah petilasan yang sudah kami kantongi izinnya untuk bermalam, dan si Digo memang tak bisa diusir, karena statusnya sebagai Penjaga Rumah, dan kami hanya sebagai tamu. Hanya berharap ampunan dari Allah jika kami tanpa sengaja tersentuh oleh si Digo.
Setelah sholat, persiapan packing menuju puncak kami lakukan meskipun langit belum menunjukan tanda-tandanya akan reda. Nasi putih dan mie goreng yang sudah dimasak Pejuang Sekeripsi III sebelum shubuh menjadi material yang mengawali pertemanan dengan perut lapar kami. Meski sederhana, tetap bersyukur itulah yang pasti.

Atas izin dari Allah, sekitar pukul enam pagi hujan reda. Meskipun cahaya matahari masih terhalang oleh awan, kami memutuskan untuk memulai perjalanan. Dalam dinginnya Kinah, kami melangkah.
Jalanan berpasir menunjukan kami sudah memasuki jalur pendakian Gunung Merapi via Kinah. Sesajen-sesajen yang sudah bertransformasi menjadi makanan era 2015 menunjukan kami berada dijalur yang sama dengan jalur saat acara labuhan. Sesajen yang kami temui membuat aku tertawa kecil, dalam pikiranku sesajen ya biasa kaya yang pernah aku temui didesa dulu, melati, dupa, mawar, kanthil, dan beberapa bunga lain. Tapi yang aku lihat tanggal 2 Mei 2015 itu layaknya sesajen biasa hanya saja ketambahan pilus, snack ringan, kelapa muda, dan rokok. Hmmmm, sudah mengikuti era 2015 kan ? Untuk yang diberi sesajen berupa rokok, dibaca dulu ya, “Merokok Membunuhmu”. :D

Tarikan napas menjadi semakin berat. Menunjukan kami pasti sudah berjalan semakin tinggi. 
Beberapa bukit disekitar Gunung Merapi
Bebarapa suara burung pun sudah semakin sering bersahut-sahutan. Pejuang Sekeripsi II yang meneliti keanekaragaman burung ternyata sudah mulai mengerakkan penanya, mencatat burung yang terlihat. Sambil mengamati keadaan sekitar jalur pendakian, perjalanan tetap kami lanjutkan. Hingga gapura pos 1 menjadi bangunan yang seakan dalam diamnya mereka menyambut kedatangan kami. Mereka, Srimenganti yang menanti kami.

Istirahat sejenak yang kami lakukan. Sambil menikmati indahnya alam ciptaan Allah, Rabb semesta alam, tak terasa burung Takur api (Psilopogon pyrolophus) bertengger diatas pohon mati dengan suaranya yang membuat diri ini terkagum. Tak kusangka, suaranya malah mirip tonggeret yang sangat berisik. Setelah kubuka buku Panduan Lapangan karya MacKinnon, ternyata si burung Takur api endemik Sumatera. Bagaimana mungkin dia bisa di Merapi yang notebene termasuk gunung di Jawa ? Sungguh, dalam keberadaannya ada dalam ayatNya. Mungkin dia memang terbang dari Sumatera menuju Jawa. Siapa yang bisa menahannya ?
Tidakkah mereka memperhatikan burung-burung yang mengembangkan dan mengatupkan sayapnya di atas mereka? Tidak ada yang menahannya (di udara) selain Yang Maha Pengasih. Sungguh, Dia (Alloh) Maha Melihat segala sesuatu” 
–Al-Mulk:19-

Selain Takur api (Psilopogon pyrolophus), dua ekor Gelatik-batu kelabu (Parus major) dengan suaranya yang merdu menjadi nyanyian indah yang menemani istirahat kami. MasyaAllah, Allahu akbar.

Perjalanan kami lanjutkan, karena ketinggian 2000 mdpl belum terinjak oleh kaki kecil kami. Gerimis akhirnya turun menjadi kawan dalam perjalanan, tapi bukan kawan yang menghentikan langkah. Kami tetap bersemangat naik menuju area yang terutama menjadi tujuan Pejuang Sekeripsi I, ketingggian 2000 mdpl, habitat burung Anis gunung (Turdus poliocephalus). Dalam perjalanan yang menjadi cukup licin, Pejuang Sekeripsi III berhenti. Ia mendengar apa yang ia cari. Ia berhenti melihat area sekitar. Mengeluarkan gulungan merah muda. Gulungan tali rafia yang akan menjadi batas plot. Karakteristik habitat burung Ceret jawa (Locustella montis), adalah penelitian si Pejuang Sekeripsi III. Sehingga jenis-jenis tanaman dalam plot menjadi data yang harus dikumpulkan selain karakteristik dari faktor abiotik yang ada. Dalam penantian penyelesaian pengambilan data, tak terasa diri ini tertidur diatas rerumputan yang mengering, ya tak mengapa kan nikmat dipagi hari,,,,,
Setelah si Pejuang Sekeripsi III menyelesaikan tugasnya pagi itu, perjalanan kami lanjutkan menuju batas akhir vegetasi. Sesampainya di Rudal (Pos 2), kurang lebih pada ketinggian 1.800 mdpl, kami istirahat, harapannya hanya sejenak. Namun, kami salah. Hujan tak kunjung reda, malah semakin deras. Dan Pejuang Sekeripsi I selaku amir perjalanan memutuskan untuk mengakhiri perjalanan meskipun tujuannya tak bisa didapatkan hari itu.
Turun menuju petilasan bukan menjadi perjalanan yang mudah ternyata, karena beberapa orang dari kami sering terjatuh akibat licinnya jalan. Segarnya siang itu, pohon-pohon seakan bersuka cita mendapat curahan hujan dari Rabb mereka, Rabb kita semua. Terlihat lepidoptera membentangkan sayapnya yang mungkin tadi basah karena hujan. Sepasang coleoptera juga terlihat bermesraan diatas hijaunya daun. Sungguh indah hutan Kinah siang itu. Pascahujan, mereka tersenyum. Pascahujan, mereka bersyukur. 

Coleoptera, doc pribadi


Lepidoptera, doc pribadi

Tak terasa, kaki sudah menginjak jalanan beraspal kembali. Alhamdulillah. Keluar dari hutan dengan selamat. Langsung saja tanpa mompar mampir (soalnya gag ada warung yang buka juga :D ) kami menuju petilasan. Senyuman sederhana dari sepasang suami istri, Pak Narto dan Ibu Narto menyambut kami. Obrolan antara Pejuang Sekeripsi I dengan Pak Narto pun dimulai. Sementara kami, langsung saja bersih-bersih dan melipat doom. Jam sudah menunjukan waktu sholat dhuhur, dan kami pun juga sudah selesai beres-beres. Tapi, perut tak bisa diajak kompromi. Rasa lapar tengah hari datang, nasi mie dan sedikit kering tempe yang sengaja kami sisihkan untuk siang, kami lahap dengan awalan basmallah. Makanan yang sederhana, tapi saat dimakan dalam kebersamaan selepas perjuangan memang terasa nikmat. Singkat cerita, perjalanan kami berakhir dalam sepinya siang di Cangkringan, dalam nikmatnya ibadah sholat dhuhur berjamaah dimasjid tepi jalan.
Masih menunggu perjalanan yang lain, bersama pejuang yang lain pula. Semoga jasad ini masih diberi kekuatan untuk melangkah, menjelajahi alam Indonesia yang aku yakin banyak sekali keindahan yang belum tereksplor oleh warga dunia. Dan dalam perjalanan, aku harap rasa kepedulian pada alam masih tumbuh dalam jiwa, karena “Kepedulian dihari ini, kelestarian dimasa depan.” J
Gunung Merapi, foto dari Kinahrejo

Note : Daftar burung yang berhasil saya amati pada pengamatan di Gunung Merapi via Kinahrejo bisa dilihat disini.

Diselesaikan di Sekretariat KPB Bionic UNY
Adzan ‘Asar, Sabtu, 19 Sya’ban 1436 H / 06 Juni 2015 M.
Salam dari saya,


-aLr-

Comments

Popular posts from this blog

Dia yang Teguh, Dia yang Tumbuh

Pappermint from Abu Nabat Afrizal Haris, dok pribadi. Pekan lalu sembari menikmati sore di sekolahan, mencoba berselancar di dunia maya mencari sesuatu yang barangkali dapat menambah semangat saya. Pencarian membawa saya pada channel YouTube Al Ustadz Muhammad Nuzul Dzikri hafidzahullah.  Saya pribadi sebenarnya sangat jarang mengikuti kajian beliau secara daring, hanya beberapa kali melihat postingannya Irfan (teman di kampus) yang isinya ceramah singkat beliau.   Melihat beberapa judul video pendek yang menarik, saya unduh beberapa di antaranya, lalu pulang. Haworthria -sejenis kaktus- menjadi teman saya mendengarkan untaian petuah beliau, hingga pada ucapan yang beliau nukil dari Syaikh Ushaimi hafidzahullah : Man tsabata nabata, jika  diterjemahkan kurang lebih artinya “Barangsiapa yang kokoh, dia akan tumbuh”. Ustadz Nuzul Dzikri menyampaikan kalimat tersebut sebagai pesan agar kita konsisten dalam mengikuti kajian. Jika sudah mengikuti satu kaji...

Berharap Takdir Terbaik

  Bismillah . Telah lama jari ini tidak menuliskan cerita, gagasan, atau sekadar catatan di blog ini. Jika diibaratkan rumah, mungkin blog ini sudah penuh dengan debu lengkap dengan jaring laba-laba di setiap sudutnya. Saatnya bersih-bersih? Belum sepertinya, haha . Seperti halnya menengok rumah yang telah lama ditinggalkan, pun dengan tulisan ini diutarakan. Hanya sebatas menengok. Menengok dengan harapan tak ada yang hilang, terutama semangat untuk selalu berjuang.  Kuawali kehadiran ini dengan menuliskan sebuah doa yang terlintas di benakku setelah memikirkan apa-apa yang terjadi di sini di dua tahun ini. Bahwa apa yang terjadi adalah takdir terbaik dari Allah. Bahwa Allah Mahabaik dan Maha Mengetahui yang terbaik.  اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ مِنَ الخَيْرِ كُلِّهِ عَاجِلِهِ وَآجِلِهِ ، مَا عَلِمْتُ مِنْهُ وَمَا لَمْ أَعْلَمْ ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنَ الشَّرِّ كُلِّهِ عَاجِلِهِ وَآجِلِهِ ، مَا عَلِمْتُ مِنْهُ وَمَا لَمْ أَعْلَمْ ، اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِ...

Sinergi Melestarikan Lingkungan; dari Tata Ruang hingga Mahasiswa yang Membanggakan.

Siang itu cukup terik ketika saya bersepeda di sekitar kota Yogyakarta. Suhu udara terasa panas hingga peluh keringat mulai membasahi punggung saya. Namun, semua berubah ketika saya melewati jalan yang penuh dengan pepohonan di samping kanan kirinya. Naungan pohon ketapang, mahoni, dan jenis lainnya menjadikan suasana begitu teduh dan sejuk. Saya mengayuh sepeda lebih pelan untuk menikmati oase di tengah panasnya perkotaan. Apa yang saya rasakan kembali mengingatkan tentang bagaimana lingkungan yang lestari memberikan manfaat kepada kita, para manusia.  Mengenal Lingkungan Lingkungan yang selama ini kita kenal sejatinya adalah kumpulan dari macam-macam makhluk hidup yang saling berinteraksi, termasuk dengan unsur lain seperti sinar matahari, air, dan semisalnya. Interaksi yang terbentuk menghasilkan banyak manfaat. Misalnya pepohonan yang menyerap air dan energi dari sinar matahari dapat tumbuh hingga besar lalu manusia memanfaatkan buahnya untuk dimakan hingga kayunya untuk baha...