Skip to main content

“Ikhlas di Hati, atau Hanya Tradisi ?”

Bismillahirrahmaanirrahiim

Sore kian memerahkan sinar mentari, angin yang tenang menambah kenikmatan hari. Hari ini, telah umat Muslim rayakan satu dari dua hari raya Islam. Idul Fitri 1436 H. Diawali dengan menutup puasa terakhir Ramadhan 1436 H, lantas mengumandangkan takbir di masjid-masjid kampung, kemeriahan hari yang fitri mulai mengena di hati. Anak-anak kecil dengan petasan-petasan mereka juga tak mau kalah aksi dengan kawan-kawannya yang ada di masjid. Ibu-ibu saling melempar senyum sambil memasak makanan untuk jamuan bocah-bocah kampung itu. Sungguh, seperti itulah yang orang-orang dikampung saya menyebutnya dengan “Malam Takbiran”.
Matahari pagi mulai memberi warna pada langit. Bintang-bintang pun tersipu malu padanya hingga lenyap dari pandangan makhluk di bumi. Banyak orang mulai bergegas berbenah, memersiapkan diri menuju tanah lapang. Makan, tak lupa mereka lakukan karena itu salah satu sunnah Nabi sebelum berangkat sholat idul fitri. Suasana ramai dijalanan mempresentasikan banyak orang yang berbahagia. Setelah menyempurnakan sholat Ied dengan khutbah oleh khotib diatas mimbar, mereka mulai berhamburan menuju rumah masing-masing. Diawali kepada orang tua, mereka melakukan “Sungkeman”. Dalam komat-kamitnya bibir, mereka meminta maaf atas kesalahan yang pernah terjadi. Hidangan yang beraneka ragam mulai mereka santap dalam wajah yang ceria. Selesai dirumah sendiri, mereka menuju rumah tetua yang ada dikampung. Rumah tetua pun bagai menjadi pasar dadakan. Penuh dengan orang, penuh dengan makanan. Sungguh ramai. Mereka yang telah lama tak pulang ke desa, terlihat paling senang dengan suasana hari ini. Dan tidak lupa satu dua lembar uang untuk bocah-bocah kampung yang berpindah dari rumah kerumah menjadi penyempurna hari ini. Sebelum adzan tengah hari berkumandang, mereka telah pergi dari rumah tetua untuk menuju rumah orang tua suami atau istri mereka. Dan pada tengah hari, sempurnalah rumah tetua itu menjadi sepi kembali.

doc pribadi, 1435 H :D


Ya, kurang lebih seperti itu yang ada di desa saya pada hari Idul Fitri, dan saya yakin didaerah yang lain mempunyai caranya sendiri dalam menyambut Idul Fitri. Setiap orang mempunyai alasan masing-masing dalam melakukan kegiatan perayaan Idul Fitri. Entah hanya mengekor pada tradisi, atau benar-benar ikhlas di hati dalam memanfaatkan hari untuk menjadi pelebur dosa-dosa yang telah mereka terjang. Jika pelaksanaannya bercampur tradisi, hendaknya dilakukan dengan cara yang tidak melanggar syariat Islam. Jangan sampai dengan tujuan menuju surga, tapi cara malah melebarkan jalan menuju neraka.
Mungkin tak perlu panjang sekali tulisan ini. Sebenarnya inti dari tulisan ini adalah supaya kita ingat untuk selalu meluruskan niat dalam setiap perbuatan. Sebelum saya akhiri, ada sedikit tambahan. Idul Fitri sejatinya adalah hari bersuka cita karena ia termasuk Hari Raya umat Islam. Tapi, tak bisa dipungkiri, dalam indahnya hari ini ada rasa sedih karena Ramadhan tahun ini telah pergi. Bulan yang indah, bulan yang paling istimewa. Hanya doa dan harapan kita agar dipertemukan dengan Ramadhan kelak. Aamiin.

Taqabbalallahu minna wa minkum. Semoga Allah menerima amalan kami dan amalan kalian. Mohon maaf jika ada salah kata atau perbuatan, karena saya hanya manusia biasa di bumi ini.
Selamat Hari Raya Idul Fitri 1436 H,
Dari saya Anak Lanang Ragil (aLr) / Rahmadiyono Widodo.


Diselesaikan di rumah nenek Sukoharjo tercinta,
Jumuah, 1 Syawal 1436 H / 17 Juli 2015 M.
Salam dari saya,



-aLr-

Comments

Popular posts from this blog

Jantan Betina yang Terlihat Sama

Burung secara umum memiliki morfologik yang berbeda antara jantan dengan betina. Pengamat burung sering menyebut “yang jantan itu lebih cantik”, hehe. Argumen tersebut muncul bukan karena sebab, karena secara umum burung jantan memang mempunyai bulu yang lebih berwarna-warni, lebih menarik intinya. Salah satu fungsi dari bulu yang lebih berwarna pada jantan adalah untuk menarik perhatian betina ketika memasuki masa breeding atau berkembang biak. Istilah perbedaan morfologik tersebut disebut dimorfisme (“di” menunjukkan dua, morf: morfologik/bentuk luar). Akan tetapi, terdapat pula jenis-jenis burung yang mempunyai morfologik yang mirip antara jantan dan betina atau akrab disebut monomorfisme. Jenis burung yang masuk dalam kelompok monomorfisme membuat pengamat burung kesulitan untuk mengidentifikasi mana jantan dan mana betinanya. Burung pijantung kecil. Foto oleh Radhitya Anjar. Kiri betina, kanan jantan. Saat kita mengamati burung monomorfisme dengan cara biasa (hanya

Dia yang Teguh, Dia yang Tumbuh

Pappermint from Abu Nabat Afrizal Haris, dok pribadi. Pekan lalu sembari menikmati sore di sekolahan, mencoba berselancar di dunia maya mencari sesuatu yang barangkali dapat menambah semangat saya. Pencarian membawa saya pada channel YouTube Al Ustadz Muhammad Nuzul Dzikri hafidzahullah.  Saya pribadi sebenarnya sangat jarang mengikuti kajian beliau secara daring, hanya beberapa kali melihat postingannya Irfan (teman di kampus) yang isinya ceramah singkat beliau.   Melihat beberapa judul video pendek yang menarik, saya unduh beberapa di antaranya, lalu pulang. Haworthria -sejenis kaktus- menjadi teman saya mendengarkan untaian petuah beliau, hingga pada ucapan yang beliau nukil dari Syaikh Ushaimi hafidzahullah : Man tsabata nabata, jika  diterjemahkan kurang lebih artinya “Barangsiapa yang kokoh, dia akan tumbuh”. Ustadz Nuzul Dzikri menyampaikan kalimat tersebut sebagai pesan agar kita konsisten dalam mengikuti kajian. Jika sudah mengikuti satu kajian (tentu saja

BTW#2 "Takur tulung-tumpuk / Black-banded Barbet / Psilopogon javensis"

Bismillahirrahmaanirrahiim Foto oleh Swiss Winnasis di TNGM  Takur tulung-tumpuk mempunyai ukuran agak besar (26 cm), berwarna-warni. Bulu dewasa biasanya hijau polos. Mahkota kuning dan bintik kuning di bawah mata, tenggorokan merah. Ada bercak merah pada sisi dada dan kerah lebar hitam melewati dada atas dan sisi kepala sampai mata. Setrip hitam yang kedua melewati mata.  Iris coklat, paruh hitam, kaki hijau-zaitun suram (MacKinnon, 2010). Takur tulung-tumpuk merupakan burung genus Megalaima dari famili Capitonidae (Horsfield, 1821), tetapi didalam website IUCN RedList 2015 del Hoyo dan Collar (2014) memasukkan takur tulung-tumpuk kedalam genus Psilopogon sehingga nama ilmiahnya menjadi Psilopogon javensis. Perjumpaan pertama saya dengan takur tulung-tumpuk terjadi pada tanggal 22 Maret 2014 di Plawangan, Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM). Hingga saat ini, saya tidak pernah berjumpa lagi melainkan hanya mendengar suaranya. Suara takur tulung-tumpuk sangat khas dan muda