Skip to main content

BTW#1 "Burung-madu jawa / Javan Sunbird / Aethopyga mystacalis"

Bismillahirrahmaanirrahiim

Foto oleh Imam Taufiqurrahman
Burung-madu jawa merupakan burung yang berukuran kecil (12 cm termasuk ekornya yang panjang), berwarna merah terang (jantan). Jantan: mahkota, setrip malar, dan ekor yang panjang ungu gelap mengilap; kepala, dada dan punggung merah padam, tunggir kuning muda, sayap berwarna zaitun, perut kelabu muda. Perbedaannya dengan Burung-madu sepahraja: dahi merah, ekor lebih panjang, dan perut putih. Betina: sangat kecil, warna kelabu-zaitun buram. Ciri khasnya: sapuan merah pada sayap dan ekor. Iris coklat tua, paruh dan kaki coklat (MacKinnon, dkk. 2008).

Burung dari famili Nectariniidae ini pertama kali saya jumpai pada tanggal 22 Maret 2014 pada kawasan Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) Kaliurang pada kegiatan Mersi#1 KPB Bionic UNY. Pertemuan selanjutnya terjadi di Kabupaten Kulon Progo, tepatnya di kawasan desa Jatimulyo pada tanggal 20-21 Juni, 22 Juli 2014 dan 28 Februari 2015. Seluruh perjumpaan saya dengan Burung-madu jawa, hanya melihat satu atau dua individu, tidak pernah lebih dari dua individu. Selain didaerah Sleman dan Kulon Progo, burung yang juga disebut Scarlet Sunbird itu, di Daerah Istimewa Yogyakarta menurut Taufiqurrahman (2015) dalam bukunya Daftar Burung Daerah Istimewa Yogyakarta juga pernah dijumpai di Kabupaten Gunung Kidul.

Burung-madu jawa termasuk burung-madu yang hanya dapat ditemukan di Jawa atau bisa dikatakan endimik di Jawa (Ej). Burung-madu jawa termasuk salah satu burung yang dilindungi oleh undang-undang (UU) di Indonesia (Taufiqurrahman, 2015).

Diselesaikan di Sekretariat KPB Bionic UNY
Sabtu 14 Dzulqa’idah 1436 H / 29 Agustus 2015 M.
Salam dari saya.
                 

-aLr-


Comments

Popular posts from this blog

Jantan Betina yang Terlihat Sama

Burung secara umum memiliki morfologik yang berbeda antara jantan dengan betina. Pengamat burung sering menyebut “yang jantan itu lebih cantik”, hehe. Argumen tersebut muncul bukan karena sebab, karena secara umum burung jantan memang mempunyai bulu yang lebih berwarna-warni, lebih menarik intinya. Salah satu fungsi dari bulu yang lebih berwarna pada jantan adalah untuk menarik perhatian betina ketika memasuki masa breeding atau berkembang biak. Istilah perbedaan morfologik tersebut disebut dimorfisme (“di” menunjukkan dua, morf: morfologik/bentuk luar). Akan tetapi, terdapat pula jenis-jenis burung yang mempunyai morfologik yang mirip antara jantan dan betina atau akrab disebut monomorfisme. Jenis burung yang masuk dalam kelompok monomorfisme membuat pengamat burung kesulitan untuk mengidentifikasi mana jantan dan mana betinanya. Burung pijantung kecil. Foto oleh Radhitya Anjar. Kiri betina, kanan jantan. Saat kita mengamati burung monomorfisme dengan cara biasa (hanya

Dia yang Teguh, Dia yang Tumbuh

Pappermint from Abu Nabat Afrizal Haris, dok pribadi. Pekan lalu sembari menikmati sore di sekolahan, mencoba berselancar di dunia maya mencari sesuatu yang barangkali dapat menambah semangat saya. Pencarian membawa saya pada channel YouTube Al Ustadz Muhammad Nuzul Dzikri hafidzahullah.  Saya pribadi sebenarnya sangat jarang mengikuti kajian beliau secara daring, hanya beberapa kali melihat postingannya Irfan (teman di kampus) yang isinya ceramah singkat beliau.   Melihat beberapa judul video pendek yang menarik, saya unduh beberapa di antaranya, lalu pulang. Haworthria -sejenis kaktus- menjadi teman saya mendengarkan untaian petuah beliau, hingga pada ucapan yang beliau nukil dari Syaikh Ushaimi hafidzahullah : Man tsabata nabata, jika  diterjemahkan kurang lebih artinya “Barangsiapa yang kokoh, dia akan tumbuh”. Ustadz Nuzul Dzikri menyampaikan kalimat tersebut sebagai pesan agar kita konsisten dalam mengikuti kajian. Jika sudah mengikuti satu kajian (tentu saja

BTW#2 "Takur tulung-tumpuk / Black-banded Barbet / Psilopogon javensis"

Bismillahirrahmaanirrahiim Foto oleh Swiss Winnasis di TNGM  Takur tulung-tumpuk mempunyai ukuran agak besar (26 cm), berwarna-warni. Bulu dewasa biasanya hijau polos. Mahkota kuning dan bintik kuning di bawah mata, tenggorokan merah. Ada bercak merah pada sisi dada dan kerah lebar hitam melewati dada atas dan sisi kepala sampai mata. Setrip hitam yang kedua melewati mata.  Iris coklat, paruh hitam, kaki hijau-zaitun suram (MacKinnon, 2010). Takur tulung-tumpuk merupakan burung genus Megalaima dari famili Capitonidae (Horsfield, 1821), tetapi didalam website IUCN RedList 2015 del Hoyo dan Collar (2014) memasukkan takur tulung-tumpuk kedalam genus Psilopogon sehingga nama ilmiahnya menjadi Psilopogon javensis. Perjumpaan pertama saya dengan takur tulung-tumpuk terjadi pada tanggal 22 Maret 2014 di Plawangan, Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM). Hingga saat ini, saya tidak pernah berjumpa lagi melainkan hanya mendengar suaranya. Suara takur tulung-tumpuk sangat khas dan muda