Skip to main content

#InovasiDaerahku "Sukunan Kampung Pendidikan Lingkungan"

Sampah sudah menjadi sesuatu yang tidak asing dalam kehidupan manusia. Seiring dengan perkembangan zaman, dari tahun ke tahun, jumlah sampah semakin meningkat. Akan tetapi, bertambahnya jumlah sampah tidak diimbangi dengan bertambahnya kesadaran dalam pengelolaan sampah. Masih sangat banyak masyarakat Indonesi, terutama di Pulau Jawa sebagai pulau dengan kepadatan penduduk tertinggi di Indonesia, membuang sampah secara sengaja ditempat-tempat yang sesungguhnya bukan tempat pembuangan sampah. Hal ini tidak hanya berlaku pada daerah perkotaan di Pulau Jawa, bahkan pada daerah pesisir pun yang dikenal sebagai daerah yang masih asri lingkungannya, masyarakat mulai membuang sampah sembarangan yang akibatnya tidak hanya tanah yang tercemar, laut pun juga menjadi tempat untuk sampah berserakan.
Masih sangat banyak masyarakat yang tidak menyadari bahaya dari membuang sampah sembarang. Akan tetapi, masih dapat dijumpai masyarakat yang sadar akan bahaya dari sampah dan bersemangat untuk melakukan pengelolaan terhadap sampah. Salah satu masyarakat yang peduli terhadap pengelolaan sampah adalah masyarakat Sukunan kecamatan Gamping, kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Dusun Sukunan merupakan salahsatu dusun yang terletak dipinggiran Kotamadya Yogyakarta, terdiri dari 296 kepala keluarga (KK) dengan mata pencaharian 40 % buruh tani, 30 % buruh bangunan, 20 % wirausaha, dan 10 orang pegawai negeri. Sebelum ditetapkan menjadi Desa Wisata, pada awalnya dusun Sukunan merupakan pedusunan biasa dengan beberapa permasalahan yang umum dijumpai pada dusun-dusun yang lain. Salahsatu permasalahan besar desa Sukunan adalah banyaknya sampah yang menggunung dan berserakan hingga masuk pada area pertanian. Banyaknya sampah membuat Bapak Iswanto, warga desa Sukunan, tergerak untuk mengatasinya hingga pada akhirnya mampu menggerakkan warga yang lain untuk bersama-sama mengatasi sampah.
Tahun 2000, bapak Iswanto melihat banyaknya keluhan petani desa Sukunan karena sampah plastik yang masuk area pertanian semakin banyak. Akibat yang ditimbulkan adalah tanaman padi banyak yang rusak. Selain permasalah pada area pertanian, bapak Iswanto juga melihat banyaknya sampah yang berserakan disekitar jalan dan tepi sungai. Permasalahan juga terlihat dari warga yang sering membakar sampah plastik. Sampah yang semakin banyak membuat bapak Iswanto berpikir untuk menciptakan suatu inovasi daerah supaya permasalahan sampah dapat terselesaikan.
Gerak bapak Iswanto dalam menyelesaikan permasalahan sampah terinspirasi dari para pemulung. Pemulung sebelum menjual sampah akan mengelompokkan sampah sesuai jenisnya seperti sampah plastik, kaca, kertas, dan sebagainya. Hal yang dilakukan pemulung memberikan ide bagi bapak Iswanto untuk melakukan pemilahan sampah. Pemilahan sampah beliau mulai dari rumahnya sendiri. Didalam rumah beliau menyediakan tiga plastik besar yang digantung. Tiap plastik menampung jenis sampah yang berbeda yaitu kertas, plastik, dan logam.


Sampah plastik dari kemasan minuman dan makanan dimanfaatkan oleh istri bapak Iswanto untuk dijadikan tas, sedangkan sampah kertas dan logam dijual. Sampah organik seperti sisa sayur atau dedaunan, beliau kelompokkan sendiri untuk dijadikan kompos.
Pada pertengahan tahun 2003, bapak Iswanto menyampaikan gagasan pengolahan sampah kepada kelompok ronda desa Sukunan. Beliau mengajak masyarakat untuk peduli terhadap lingkungan dengan cara melakukan pengolahan sampah. Tanggal 19 Januari 2004 bapak Iswanto menyampaikan gagasan beliau kepada masyarakat desa Sukunan secara umum. Tanggal tersebut setiap tahunnya diperingati sebagai HUT Pengolahan Sampah Sukunan. Setelah melakukan sosialisasi, beliau membuat tim dan membangun komitmen warga untuk mengolah sampah secara mandiri. Tim yang terbentuk meliputi unit kerajinan daur ulang, produksi kompos, penjualan sampah, bengkel rekayasa, dan bidang sekretariat pelayanan. Selain membentuk tim, dibentuk pula kewajiban, larangan, dan himbauan bagi warga Sukunan. 
Kewajiban warga Sukunan terkait pengolahan sampah berupa :
1.      Setiap rumah tangga wajib memilahkan sampah sesuai jenisnya (kertas, plastik, logam kaca dan organik)
2.      Setiap rumah tangga wajib membawa dan memasukkan sampah kertas, plastik dan logam yang telah dipilahkan kedalam drum sampah terdekat sesuai jenisnya pula
3.      Setiap rumah tangga wajib mengolah sampah organiknya sendiri-sendiri menjadi kompos

Larangan untuk warga Sukunan terkait pengolahan sampah berupa :
1. Dilarang membakar sampah
2.  Dilarang memakai kotak makanan dari gabus styrofoam
3. Dilarang membuang sampah ke saluran irigasi, sungai, salurang IPAL dan tempat lain yang bukan tempatnya

Himbauan untuk warga Sukunan terkait pengolahan sampah berupa :
1. Menyajikan makanan minuman pada pertemuan-pertemuan menggunakan piring dan gelas
2. Membawa tas belanja dari rumah untuk mengurangi sampah plastik
3. Tidak memakaikan popok sekali pakai pada bayi dan anak
4. Melakukan kerja bakti kebersihan lingkungan sebulan sekali.

     Sosialisasi kewajiban, larangan, dan himbauan untuk warga Sukunan terkait sampah semakin digencarkan melalui ibu-ibu kader, karang taruna, dan anak-anak. Setelah sosialisasi, setiap elemen masyarakat desa Sukunan dilibatkan dalam tiap pelatihan seperti daur ulang sampah, kompos, dan membuat kerajinan. Khusus anak-anak dan remaja, bapak Iswanto beserta tim mempunyai cara khusus yaitu mengajak mereka untu melakukan mural edukasi pada tembok dan menghias drum untuk dijadikan bak sampah.

Dalam pelaksanaan pengolahan sampah, warga Sukunan mengelompokkan sampah menjadi tiga kategori, yaitu :
1.      Kategori pertama adalah sampah yang dapat dijual.
       Sampah pada kategori ini dapat langsung dijual kepada pengepul sampah untuk mendapatkan benefit. Dalam penjualannya, sampah sebaiknya ditampung terlebih dahulu hingga mencapai jumlah tertentu baru kemudian dijual. Penampungan ini bertujuan untuk lebih menghemat waktu dan tenaga serta untuk mendapatkan hasil jual yang lebih besar. Sampah dijual setiap dua bulan sekali. Hasil penjualan sampah tiap periode tersebut sebesar Rp 600.000,00 – Rp. 1.000.000,00. Uang yang diperoleh dimasukkan kedalam kas desa.

2.      Kategori kedua adalah sampah yang tidak laku untuk dijual tetapi dapat diolah untuk mendapatkan manfaat yang lain.
Contoh dari sampah kategori yang kedua ini adalah sampah dapur atau sisa-sisa makanan. Pengolahannya dapat memanfaatkan sampah-sampah tersebut menjadi kompos. Pembuatan kompos terbagi menjadi dua yaitu mandiri dan kelompok. Pembuatan kompos mandiri menggunakan biopori atau komposter skala rumah tangga. Komposter yang digunakan merupakan hasil produksi sendiri desa Sukunan. 


Pembuatan kompos secara kelompok menggunakan bak kompos komunal. Selain itu, sampah-sampah seperti kain perca dan kemasan snack ringan atau kemasan minuman dapat dimanfaatkan untuk membuat kerajinan. Kerajinan yang dihasilkan bermacam-macam seperti tas, dompet, topi, selimut bantal, cover jok motor, vas bunga, batu bata styrofoam dan sebagainya. Berbeda dengan kategori pertama, hasil penjualan kerajinan tidak sepenuhnya masuk kedalam kas desa, tetapi diterima oleh pengrajin sebesar 70 %, pembeli bahan 25 %, dan kas desa 5 %.


3.      Kategori ketiga adalah sampah yang tidak laku dijual dan tidak dapat dimanfaatkan atau diolah kembali.
Pengelolaan sampah kategori ini adalah dengan cara mengurangi pemakaiannya atau apabila dapat digunakan kembali maka bentuk awal dari sampah tersebut dapat digunakan berulang.

                    Selain pengolahan sampah, warga desa Sukunan juga melakukan pengembangan dalam bidang air dan sanitasi. Pengembangan ini menggunakan IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) komunal yang dibangun melalui pemberdayaan masyarakat bekerjasama dengan Pemda Sleman, JICA Japan, dan Pusteklim. IPAL komunal Sukunan setiap unit digunakan untuk mengolah limbah dari 30 KK. Selain itu, warga Sukunan juga melakukan progam penghematan energi dan kesehatan. Contoh dari bentuk program penghematan energi adalah membuat pipa air yang dipasang diatas kompor untuk mendapatkan air panas secara gratis, menggunakan genting kaca untuk mengurangi listrik, dan kulkas alami untuk menyimpan buah dan sayur. Dalam bidang kesehatan, warga Sukunan melakukan pemasangan perangkap telur nyamuk Aedes.



       Desa Sukunan telah banyak melakukan inovasi daerah yang dapat menjadi contoh untuk wilayah Indonesia yang lain. Atas inovasi yang bermanfaat dan menarik, desa Sukunan kini telah ditetapkan sebagai Kampung Wisata Pendidikan Lingkungan. Telah banyak wisatawan lokal bahkan manca negara yang berkunjung ke desa Sukunan untuk belajar atau melakukan kegiatan lain seperti outbond.


     Desa Sukunan telah memberikan contoh dan kabar baik untuk kita bahwa dengan peduli terhadap lingkungan kita dapat memajukan masyarakat. Ayo peduli terhadap lingkungan untuk Indonesia yang lebih baik.




Artikel ini diikutsertakan pada Kompetisi Menulis Blog Inovasi Daerahku - https://www.goodnewsfromindonesia.id/competition/inovasidaerahku

Comments

Popular posts from this blog

Jantan Betina yang Terlihat Sama

Burung secara umum memiliki morfologik yang berbeda antara jantan dengan betina. Pengamat burung sering menyebut “yang jantan itu lebih cantik”, hehe. Argumen tersebut muncul bukan karena sebab, karena secara umum burung jantan memang mempunyai bulu yang lebih berwarna-warni, lebih menarik intinya. Salah satu fungsi dari bulu yang lebih berwarna pada jantan adalah untuk menarik perhatian betina ketika memasuki masa breeding atau berkembang biak. Istilah perbedaan morfologik tersebut disebut dimorfisme (“di” menunjukkan dua, morf: morfologik/bentuk luar). Akan tetapi, terdapat pula jenis-jenis burung yang mempunyai morfologik yang mirip antara jantan dan betina atau akrab disebut monomorfisme. Jenis burung yang masuk dalam kelompok monomorfisme membuat pengamat burung kesulitan untuk mengidentifikasi mana jantan dan mana betinanya. Burung pijantung kecil. Foto oleh Radhitya Anjar. Kiri betina, kanan jantan. Saat kita mengamati burung monomorfisme dengan cara biasa (hanya

Dia yang Teguh, Dia yang Tumbuh

Pappermint from Abu Nabat Afrizal Haris, dok pribadi. Pekan lalu sembari menikmati sore di sekolahan, mencoba berselancar di dunia maya mencari sesuatu yang barangkali dapat menambah semangat saya. Pencarian membawa saya pada channel YouTube Al Ustadz Muhammad Nuzul Dzikri hafidzahullah.  Saya pribadi sebenarnya sangat jarang mengikuti kajian beliau secara daring, hanya beberapa kali melihat postingannya Irfan (teman di kampus) yang isinya ceramah singkat beliau.   Melihat beberapa judul video pendek yang menarik, saya unduh beberapa di antaranya, lalu pulang. Haworthria -sejenis kaktus- menjadi teman saya mendengarkan untaian petuah beliau, hingga pada ucapan yang beliau nukil dari Syaikh Ushaimi hafidzahullah : Man tsabata nabata, jika  diterjemahkan kurang lebih artinya “Barangsiapa yang kokoh, dia akan tumbuh”. Ustadz Nuzul Dzikri menyampaikan kalimat tersebut sebagai pesan agar kita konsisten dalam mengikuti kajian. Jika sudah mengikuti satu kajian (tentu saja

BTW#2 "Takur tulung-tumpuk / Black-banded Barbet / Psilopogon javensis"

Bismillahirrahmaanirrahiim Foto oleh Swiss Winnasis di TNGM  Takur tulung-tumpuk mempunyai ukuran agak besar (26 cm), berwarna-warni. Bulu dewasa biasanya hijau polos. Mahkota kuning dan bintik kuning di bawah mata, tenggorokan merah. Ada bercak merah pada sisi dada dan kerah lebar hitam melewati dada atas dan sisi kepala sampai mata. Setrip hitam yang kedua melewati mata.  Iris coklat, paruh hitam, kaki hijau-zaitun suram (MacKinnon, 2010). Takur tulung-tumpuk merupakan burung genus Megalaima dari famili Capitonidae (Horsfield, 1821), tetapi didalam website IUCN RedList 2015 del Hoyo dan Collar (2014) memasukkan takur tulung-tumpuk kedalam genus Psilopogon sehingga nama ilmiahnya menjadi Psilopogon javensis. Perjumpaan pertama saya dengan takur tulung-tumpuk terjadi pada tanggal 22 Maret 2014 di Plawangan, Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM). Hingga saat ini, saya tidak pernah berjumpa lagi melainkan hanya mendengar suaranya. Suara takur tulung-tumpuk sangat khas dan muda