Skip to main content

Pesona Sabuk Hijau Pesisir Utara Jawa

Dibawah permukaan air yang dangkal, seekor ikan menampakkan kepalanya. Tubuh dan ekornya perlahan muncul hingga batas permukaan air. Sepasang sirip didekat kepala membantunya merayap meninggalkan perairan menuju hamparan lumpur. Ia kemudian berhenti bergerak hingga terlihat jelas bintik-bintik biru ditubuhnya, tiba-tiba, sirip dibagian punggungnya menaik bagaikan layar sebuah kapal. Ikan dengan bentuk dan tingkah laku ini dikenal dengan nama ikan glodok. Ikan glodok termasuk salah satu ikan yang hidup di perairan berlumpur. Akan tetapi, bukan sembarang perairan berlumpur. Ikan glodok hidup di perairan berlumpur dengan kadar garam yang cukup tinggi. Salah satu tempat hidup ikan glodok adalah kawasan mangrove.
Kawasan mangrove sejatinya tidak hanya menawarkan pesona ikan glodok, masih banyak pesona yang disajikan dalam kawasan yang sering disebut dengan sabuk hijau ini. Untuk menikmati pesona kawasan mangrove umumnya dilakukan kegiatan yang disebut dengan tracking mangrove. Tracking mangrove bukanlah hal yang aneh di Indonesia. Negara dengan garis pantai terpanjang di dunia ini mempunyai banyak wisata mangrove dengan fasilitas tracking, contohnya adalah di Bali dan Pantai Indah Kapuk Jakarta. Namun, ada wisata tracking mangrove yang menyajikan keunikan dan keindahan selain dua wilayah yang disebutkan sebelumnya. Wisata tersebut adalah Tracking Mangrove Pandan Sari.

Tracking mangrove Pandan Sari berada di  dukuh Pandan Sari, desa Kaliwlingi, kecamatan Brebes, kabupaten Brebes, Jawa Tengah. Lokasi ini dapat ditempuh kurang lebih selama 45 menit dari pusat kota Brebes menggunakan mobil. Saat memasuki dukuh Pandan Sari, pengunjung akan disajikan dengan pemandangan tambak-tambak ikan bandeng lengkap dengan tanaman bakau yang berjajar rapi dipematang tambak. Setibanya di darmaga dukuh Pandan Sari, lima perahu berkapasitas 25 orang telah disiapkan untuk memulai perjalanan menuju spot tracking mangrove.
(Perahu-perahu di darmaga Pandansari. Foto oleh Apris N.R.)

Perlu perjalanan sekitar 20 menit untuk mencapai gapura tracking mangrove. Perjalanan 20 menit ini bukanlah perjalanan yang membosankan karena diatas perahu pengunjung dapat menikmati indahnya panorama kawasan seluas 1600 hektar ini.
(Perahu memulai perjalanan menuju spot tracking mangrove. Foto oleh Rahmadiyono Widodo)
(Salah satu panorama yang dapat dinikmati dalam perjalanan menggunakan perahu. Foto oleh Rahmadiyono Widodo)
Perahu dirapatkan ketepian depan gapura bertuliskan “Selamat Datang – Tracking Mangrove” menandakan pengunjung telah sampai di lokasi tracking. Melewati papan-papan kayu yang ditata rapi, pengunjung berjalan dalam rimbunnya hutan mangrove yang didominasi oleh jenis Rhizopora ini. Dalam rimbunnya hutan bakau, kicauan burung kipasan (Rhipidura sp.) menjadi nyanyian alam yang menyambut kedatangan pengunjung tracking mangrove.
(Gapura spot tracking mangrove. Foto oleh Rahmadiyono Widodo)
(Spot awal tracking setelah gapura. Foto oleh Rahmadiyono Widodo)
Tidak berselang lama, tracking mangrove menampakkan pesona lainnya. Papan-papan kayu yang membelah rerimbunan bakau beralih hanya melewati tepi hutan bakau, memperlihatkan hamparan perairan berwarna coklat yang berpadu dengan birunya langit. Pada titik tracking ini, pengunjung dapat melihat burung dara-laut (Sternidae) dan burung kuntul (Ardeidae) terbang bebas atau bertengger diatas tiang-tiang bambu yang ditancapkan didasar perairan. Ketika air tidak terlalu pasang, puluhan ikan glodok juga menampakkan dirinya dipermukaan air kemudian merayap menuju daratan.
(Titik tracking di tepi hutan bakau. Foto oleh Rahmadiyono Widodo)
(Burung dara-laut terbang dari tempat bertengger. Foto oleh Rahmadiyono Widodo)

(Ikan glodok dengan "Permata Biru"nya. Foto oleh Apris N.R.)
Papan-papan kayu kembali membelah hutan bakau, setelah itu terlihat jembatan bambu yang mengantarkan pengunjung menuju sisi hutan yang lain. Titik tracking selanjutnya tidak serapat sebelumnya. Hembusan angin lebih terasa sehingga menambah kenyamanan pengunjung menyusuri kawasan mangrove. Tracking mangrove Pandan Sari berakhir di ujung deretan papan kayu yang menghadap lautan.
(Titik tracking sebelum keluar dari hutan bakau. Foto oleh Rahmadiyono Widodo)
(Ujung dari tracking mangrove. Foto oleh Rahmadiyono Widodo)

Tracking mangrove Pandan Sari, Brebes, adalah pilihan tepat bagi masyarakat yang ingin menikmati keindahan hutan wilayah pesisir utara Jawa. Tidak hanya tentang hutan bakau, ikan glodok, burung dara-laut, atau pesona alam lainnya, tracking mangrove Pandan Sari juga mempunyai keistimewaan lain yaitu tentang semangat masyarakat Pandan Sari yang berjuang menyeimbangkan alam, mengubah bencana menjadi sumber penghidupan.

Pandan Sari, 29 September 2016
Dalam dinginnya pagi,


 -Rahmadiyono Widodo- 

Comments

Popular posts from this blog

Jantan Betina yang Terlihat Sama

Burung secara umum memiliki morfologik yang berbeda antara jantan dengan betina. Pengamat burung sering menyebut “yang jantan itu lebih cantik”, hehe. Argumen tersebut muncul bukan karena sebab, karena secara umum burung jantan memang mempunyai bulu yang lebih berwarna-warni, lebih menarik intinya. Salah satu fungsi dari bulu yang lebih berwarna pada jantan adalah untuk menarik perhatian betina ketika memasuki masa breeding atau berkembang biak. Istilah perbedaan morfologik tersebut disebut dimorfisme (“di” menunjukkan dua, morf: morfologik/bentuk luar). Akan tetapi, terdapat pula jenis-jenis burung yang mempunyai morfologik yang mirip antara jantan dan betina atau akrab disebut monomorfisme. Jenis burung yang masuk dalam kelompok monomorfisme membuat pengamat burung kesulitan untuk mengidentifikasi mana jantan dan mana betinanya. Burung pijantung kecil. Foto oleh Radhitya Anjar. Kiri betina, kanan jantan. Saat kita mengamati burung monomorfisme dengan cara biasa (hanya

Dia yang Teguh, Dia yang Tumbuh

Pappermint from Abu Nabat Afrizal Haris, dok pribadi. Pekan lalu sembari menikmati sore di sekolahan, mencoba berselancar di dunia maya mencari sesuatu yang barangkali dapat menambah semangat saya. Pencarian membawa saya pada channel YouTube Al Ustadz Muhammad Nuzul Dzikri hafidzahullah.  Saya pribadi sebenarnya sangat jarang mengikuti kajian beliau secara daring, hanya beberapa kali melihat postingannya Irfan (teman di kampus) yang isinya ceramah singkat beliau.   Melihat beberapa judul video pendek yang menarik, saya unduh beberapa di antaranya, lalu pulang. Haworthria -sejenis kaktus- menjadi teman saya mendengarkan untaian petuah beliau, hingga pada ucapan yang beliau nukil dari Syaikh Ushaimi hafidzahullah : Man tsabata nabata, jika  diterjemahkan kurang lebih artinya “Barangsiapa yang kokoh, dia akan tumbuh”. Ustadz Nuzul Dzikri menyampaikan kalimat tersebut sebagai pesan agar kita konsisten dalam mengikuti kajian. Jika sudah mengikuti satu kajian (tentu saja

BTW#2 "Takur tulung-tumpuk / Black-banded Barbet / Psilopogon javensis"

Bismillahirrahmaanirrahiim Foto oleh Swiss Winnasis di TNGM  Takur tulung-tumpuk mempunyai ukuran agak besar (26 cm), berwarna-warni. Bulu dewasa biasanya hijau polos. Mahkota kuning dan bintik kuning di bawah mata, tenggorokan merah. Ada bercak merah pada sisi dada dan kerah lebar hitam melewati dada atas dan sisi kepala sampai mata. Setrip hitam yang kedua melewati mata.  Iris coklat, paruh hitam, kaki hijau-zaitun suram (MacKinnon, 2010). Takur tulung-tumpuk merupakan burung genus Megalaima dari famili Capitonidae (Horsfield, 1821), tetapi didalam website IUCN RedList 2015 del Hoyo dan Collar (2014) memasukkan takur tulung-tumpuk kedalam genus Psilopogon sehingga nama ilmiahnya menjadi Psilopogon javensis. Perjumpaan pertama saya dengan takur tulung-tumpuk terjadi pada tanggal 22 Maret 2014 di Plawangan, Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM). Hingga saat ini, saya tidak pernah berjumpa lagi melainkan hanya mendengar suaranya. Suara takur tulung-tumpuk sangat khas dan muda