Skip to main content

Menanam Benih Konservasi Medini

Sabtu, 10 Desember 2016, perjalanan baru dimulai. Berboncengan dengan Mas Afrizal Maula Alfarisi (KP3 Burung UGM), diri ini menyusuri jalan dari Jogja untuk sampai ditempat tujuan, Medini kabupaten Kendal. Awalnya kami melewati jalan raya hingga Jl. Secang-Magelang, kemudian kami memilih melewati jalan pedesaan setelahnya. Jujur saja, ini salah satu perjalanan yang tidak membosankan bagi saya meskipun berkendara lebih dari 3 jam. Bagaimana tidak membosankan ketika selepas melewati Magelang, diri ini dimanjakan oleh lanskap yang memesona. Bukit, ladang, sawah, aliran sungai, ditemani dengan cerahnya langit biru. Adakalanya ketika melewati perbukitan, awan dan kabut menyelimuti, menutup birunya langit.
Salah satu lanskap yang bisa dinikmati menuju Medini.
Waktu menunjukkan hampir sore. Papan bertuliskan “Medini” mulai terlihat, pertanda kami segera sampai lokasi. Jalan semakin menanjak. Biasanya motor saya mampu untuk melewati jalan menanjak, tapi ketika hendak sampai Medini, jalan menanjak belumlah di aspal, hanya batu yang ditata dengan menyisakan sudut-sudut lancipnya, membuat saya memutuskan untuk turun dari motor, mengurangi resiko. Nafas saya meningkat frekuensinya, tapi bukan menjadi alasan untuk menyerah, toh jalannya juga tidak lama. Melihat jalan yang sudah tidak berbatu lagi, saya kembali membonceng Mas Afrizal, hingga sampai di dusun Medini.

Motor langsung kami parkirkan di rumah bapak Min, kehadiran kami disambut hangat oleh beliau. Seorang bocah balita langsung menjabat tangan Mas Afrizal. Saya pun berkenalan dengan bocah itu, saat saya menanyakan siapa namanya, dia menjawab “Ndan”. Bocah yang aktif dengan kepolosannya. Tidak kami sadari, ternyata waktu telah melewati adzan Ashar, kami kemudian sholat berjamaah dengan diimami Mas Jamal. O ya, Mas Jamal adalah teman baru saya, kunjungan saya ke Medini mempertemukan dengannya dan juga teman-teman dari UNNES yang lain, Mas Nafi dan Heri.

Matahari belum terbenam, saya dan Mas Afrizal memutuskan untuk mengunjungi perkebunan teh Medini. Kami menyusuri jalan kecil diantara tanaman teh. Mas Afrizal kemudian duduk di gubuk tepi perkebunan, saya tetap menyusuri jalan, menemukan objek menarik untuk difoto. Melihat Mas Afrizal dari kejauhan, sepertinya ada yang sedang dia pikirkan. Saya hampiri dirinya. Menghadap hamparan kebun teh dan laut Jawa, saya menanyakan tentang apa yang dia pikirkan, benar saja, Mas Afrizal sedang memikirkan proyeknya itu. Ya, kedatangan kami ke Medini sebenarnya adalah kegiatan kedua dari proyek Mas Afrizal dan teman-teman tentang konservasi keanekaragaman hayati Medini melalui citizen science. Kegiatan pertama mereka adalah pendataan keanekaragaman hayati Medini. Saya senang menyebut proyek yang mereka lakukan adalah sebuah pengabdian untuk kelestarian suatu lingkungan. Saya menanyakan tentang langkah-langkah yang Mas Afrizal dan teman-teman lakukan untuk mengedukasi masyarakat Medini, fokus utamanya pada generasi muda. Mas Afrizal pun menjelaskan langkah yang telah disusunnya bersama teman-teman. Mendengar apa yang dia katakan, saya pun merasa malu. Malu kepada diri saya sendiri. Saat disana ada pemuda yang rela berkendara jauh-jauhan untuk kelestarian alam, diri ini masih berkutat pada hal-hal yang jauh dari kegiatan mereka. Obrolan berdua sore itu betul-betul memberikan wawasan baru untuk saya. Langit semakin berubah menjadi merah di barat, Mas Afrizal kembali ke penginapan terlebih dahulu sedangkan saya memilih untuk tetap di perkebunan teh beberapa menit lagi, menikmati keindahan langit sore dan kapal-kapal besar yang terlihat kecil menuju pelabuhan.
Laut Jawa dari dusun Medini.
Selepas sholat Maghrib, saya berbincang dengan Heri tentang apa yang dia lakukan di Medini. Ternyata Heri sedang mengambil data untuk skipsinya tentang Ficus spp. Darinya saya tahu ternyata tumbuhan genus Ficus di Medini cukup banyak. Selain itu, dia juga bercerita tentang alasan mengapa dia memilih Ficus spp. sebagai objek penelitiannya, selain karena Ficus mempunyai peran yang sangat penting dalam ekosistem, Heri juga mengatakan alasannya adalah karena hal itu adalah hasil diskusinya dengan seorang laboran di kampusnya.

Waktu menunjukkan hampir pukul 20.00 WIB, pemuda yang direncanakan mengikuti diskusi dengan Mas Afrizal di basecamp dusun ternyata pindah ke ruang gudang disebelahnya karena basecamp sedang digunakan oleh mahasiswa KSR PGRI Semarang yang sedang mengadakan kegiatan di dusun Medini. Kegiatan diskusi dibuka oleh Mas Afrizal dengan salam. Mas Afrizal menyampaikan tentang rencana kegiatan yang akan dilakukan bersama teman-teman Medini. Penjelasan sudah cukup panjang, tetapi anak-anak masih hanya diam hingga akhirnya salah seorang anak (mungkin paling tua diantara mereka) berkata kepada Mas Afrizal, “Maaf Mas, sepertinya teman-teman masih bingung dengan apa yang Mas sampaikan.” Mas Afrizal pun mencoba mengulangi topik dengan yang sudah disampaikan pada pertemuan pertama dulu, 5 Desember 2016. Anak-anak mulai ada yang berani berbicara, menanggapi apa yang disampaikan Mas Afrizal. Mas Afrizal mengatakan pada saya, “Yon, kalau ada yang kurang tolong ditambahi, kalau ada yang salah tolong dibenarkan ya.” 
Diskusi dengan Mas Afrizal M. Alfarisi
Saya meminta izin untuk menggantikan Mas Afrizal memimpin diskusi. Saya mencoba membuka diskusi dengan menyebut kampung Medini adalah “Sebuah Rumah” dan segala sesuatu yang ada di Medini seperti hewan dan tumbuhnnya adalah “Perabot Rumah”. Pemuda dan anak-anak di Medini saya sampaikan sebagai “Pemilik Rumah”. Diawal saya menekan kepada teman-teman Medini malam itu bahwasannya mereka adalah pemilik rumah yang berhak atas apa yang ada didalam rumah, saya tekankan kepada mereka dengan metode pertanyaan. Tujuannya simpel, saya harapkan diawal mereka tertanam terlebih dahulu tentang rasa memiliki alam Medini. Ketika saya rasa sudah cukup, saya kemudian mengajak mereka berdiskusi tentang hewan dan tumbuhan di Medini. Saya sengaja malam itu menggunakan istilah hewan dan tumbuhan, bukan fauna dan flora karena berdasarkan cerita dari Mas Afrizal, anak-anak di Medini mempunyai latar belakang pendidikan yang berbeda-beda, saya harapkan diawali dengan istilah yang mereka ketahui dengan menyisipkan istilah yang sebenarnya umum (seperti flora dan fauna), hal ini dapat menyamakan persepsi dan tersampaikan maksud saya.

Perabot rumah sebagai istilah untuk menyebut hewan dan tumbuhan mempunyai maksud agar pemuda dan anak-anak Medini yang sebagai “Pemilik Rumah” mau menjaga “Perabot Rumahnya” dari segala kerusakan dan pencurian. Selain itu, saya juga menekankan jika rumah yang nyaman adalah rumah yang mencukupi kebutuhan pemilik rumahnya, bukanlah sebuah rumah yang kosong tanpa perabotan yang membuat pemilik rumahnya kebingungan jika hendak melakukan sesuatu. Pun dengan Medini, saya sampaikan kepada mereka jika Medini sudah dikaruniai dengan alam yang sangat indah dan bermacam-macam hewan dan tumbuhan. Saya sampaikan contoh kepada mereka tentang air dan tumbuhan teh. Air yang melimpah di Medini membuat masyarakat setempat tidak kebingungan jika hendak melakukan aktivitas yang memerlukan air seperti minum, memasak, atau mencuci. Saya bertanya kepada salah satu anak malam itu, namanya Tiara, saya bertanya kepadanya apakah pernah meminum teh hasil perkebunan Medini, dia menjawab pernah. Saya bertanya lagi apakah perlu membayar, dia menjawab tidak. Saya bertanya lagi apakah dia senang meminum teh dengan gratis, dia menjawab senang. Terakhir saya bertanya apa dia mau jika dia harus minum teh dengan membayar karena teh di Medini sudah tidak ada, dia menjawab tidak mau. Dari diskusi itu saya membawa anak-anak untuk menjaga alam Medini beserta hewan dan tumbuhan yang ada didalamnya karena ada banyak sekali manfaat yang dapat mereka rasakan jika alam masih terjaga, contoh sederhananya adalah tentang menikmati teh Medini tadi. Malam itu diskusi saya akhiri dengan penyampaian bahwasannya hewan contohnya adalah burung dapat menjadi penunjuk jika alam masih baik kondisinya, saya mengajak pemuda dan anak-anak untuk menjaga kelestarian burung di Medini.
Berdiskusi dengan teman-teman Medini
Diskusi saya kembalikan ke Mas Afrizal karena waktu sudah semakin larut. Mas Afrizal kemudian menambahkan tentang rencana tanggal pelaksanaan untuk kegiatan pengamatan di alam Medini. Anak-anak bersepakat pelaksanaan pengamatan pada tanggal 19 Desember 2016. Dalam benak saya bergumam, “Ah, saya tidak bisa ikut karena ada presentasi mata kuliah Filsafat.”. Tapi tidak mengapa, saya sudah sangat senang dengan diskusi malam itu. Malam kian larut, anak-anak sudah pulang kerumah masing-masing kecuali beberapa yang masih tinggal di basecamp. Saya pun juga tak beranjak tidur, menikmati api anggun teman-teman KSR PGRI.

Saya bersyukur dengan adanya malam itu. Saya belajar banyak dari Mas Afrizal dan juga teman-teman Medini. O ya, diskusi malam itu sempat diselingi dengan mati listrik, tapi anak-anak tetap mau memerhatikan. Saya belajar dari Mas Afrizal dan anak-anak Medini malam itu jika menjaga alam adalah tugas bersama. Jika sudah peduli, jarak yang jauh tetap ditempuh seperti yang dilakukan Mas Afrizal kemarin. Kemarin setelah pengamatan tanggal 19 Desember 2016, Mas Afrizal menyampaikan tentang semangat anak-anak Medini yang luar biasa. Mereka sangat bersemangat dalam melakukan pengamatan burung dan berdiskusi setelahnya. Saya pun juga senang melihat Mas Afrizal menyampaikan hal itu. Saya berharap yang sedikit saya sampaikan malam itu mengena di hati anak-anak dan bermanfaat bagi mereka dan kelestarian alam Medini.
Dalam gelap, mereka tetap bersemangat
Salah satu sisi hutan Medini
Air jernih nan segar diantara perbukitan Medini
Kebun teh Medini

Kita sebagai manusia diciptakan sebagai khalifah di bumi ini, dan bukankah salah satu tugas khalifah adalah menjaga alam yang dititipkan Allah?


Diselesaikan di rumah bapak, Sukoharjo.
27 Rabiul awwal 1438 H – 26 Desember 2016
Salam dari saya,

-aLr-


Comments

Popular posts from this blog

Jantan Betina yang Terlihat Sama

Burung secara umum memiliki morfologik yang berbeda antara jantan dengan betina. Pengamat burung sering menyebut “yang jantan itu lebih cantik”, hehe. Argumen tersebut muncul bukan karena sebab, karena secara umum burung jantan memang mempunyai bulu yang lebih berwarna-warni, lebih menarik intinya. Salah satu fungsi dari bulu yang lebih berwarna pada jantan adalah untuk menarik perhatian betina ketika memasuki masa breeding atau berkembang biak. Istilah perbedaan morfologik tersebut disebut dimorfisme (“di” menunjukkan dua, morf: morfologik/bentuk luar). Akan tetapi, terdapat pula jenis-jenis burung yang mempunyai morfologik yang mirip antara jantan dan betina atau akrab disebut monomorfisme. Jenis burung yang masuk dalam kelompok monomorfisme membuat pengamat burung kesulitan untuk mengidentifikasi mana jantan dan mana betinanya. Burung pijantung kecil. Foto oleh Radhitya Anjar. Kiri betina, kanan jantan. Saat kita mengamati burung monomorfisme dengan cara biasa (hanya

Dia yang Teguh, Dia yang Tumbuh

Pappermint from Abu Nabat Afrizal Haris, dok pribadi. Pekan lalu sembari menikmati sore di sekolahan, mencoba berselancar di dunia maya mencari sesuatu yang barangkali dapat menambah semangat saya. Pencarian membawa saya pada channel YouTube Al Ustadz Muhammad Nuzul Dzikri hafidzahullah.  Saya pribadi sebenarnya sangat jarang mengikuti kajian beliau secara daring, hanya beberapa kali melihat postingannya Irfan (teman di kampus) yang isinya ceramah singkat beliau.   Melihat beberapa judul video pendek yang menarik, saya unduh beberapa di antaranya, lalu pulang. Haworthria -sejenis kaktus- menjadi teman saya mendengarkan untaian petuah beliau, hingga pada ucapan yang beliau nukil dari Syaikh Ushaimi hafidzahullah : Man tsabata nabata, jika  diterjemahkan kurang lebih artinya “Barangsiapa yang kokoh, dia akan tumbuh”. Ustadz Nuzul Dzikri menyampaikan kalimat tersebut sebagai pesan agar kita konsisten dalam mengikuti kajian. Jika sudah mengikuti satu kajian (tentu saja

BTW#2 "Takur tulung-tumpuk / Black-banded Barbet / Psilopogon javensis"

Bismillahirrahmaanirrahiim Foto oleh Swiss Winnasis di TNGM  Takur tulung-tumpuk mempunyai ukuran agak besar (26 cm), berwarna-warni. Bulu dewasa biasanya hijau polos. Mahkota kuning dan bintik kuning di bawah mata, tenggorokan merah. Ada bercak merah pada sisi dada dan kerah lebar hitam melewati dada atas dan sisi kepala sampai mata. Setrip hitam yang kedua melewati mata.  Iris coklat, paruh hitam, kaki hijau-zaitun suram (MacKinnon, 2010). Takur tulung-tumpuk merupakan burung genus Megalaima dari famili Capitonidae (Horsfield, 1821), tetapi didalam website IUCN RedList 2015 del Hoyo dan Collar (2014) memasukkan takur tulung-tumpuk kedalam genus Psilopogon sehingga nama ilmiahnya menjadi Psilopogon javensis. Perjumpaan pertama saya dengan takur tulung-tumpuk terjadi pada tanggal 22 Maret 2014 di Plawangan, Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM). Hingga saat ini, saya tidak pernah berjumpa lagi melainkan hanya mendengar suaranya. Suara takur tulung-tumpuk sangat khas dan muda