Skip to main content

Antara Hujan dan Pasar

foto oleh: Rahmadiyono Widodo


Rintik hujan datang semakin deras seiring bertambahnya menit setelah pukul lima pagi ini. 30 menit, hujan belum berhenti, tetap turun bersama rahmat dari Allah Yang Mahakuasa. 8 menit setelahnya, tidak ada perubahan yang berarti, membuat saya memutuskan untuk keluar kos menggunakan mantel merah marun itu. Pagi ini, seperti pagi-pagi yang telah lalu dalam tiga pekan ini, saya memiliki rutinitas baru, ke pasar. Mencoba mencari rezeki yang telah disebar untuk biaya mencetak produk tugas akhir yang saya yakin tidaklah cukup dengan selembar uang berwarna biru, bahkan merah bersongkok.

Menyusuri jalanan di tepi UGM dan UNY lantas berpindah ke jalan Affandi. Hujan semakin menjadi saat saya melewati lampu merah Gejayan yang terkenal dengan polisi yang super ketat itu. Melaju lebih pelan karena jalanan dipadati orang-orang menuju pasar. Dan, seketika memori sembilan tahun yang lalu datang kala mata ini melihat pasar dalam hujan. Sembilan tahun yang lalu masih menjalani hari-hari sebagai siswa sekolah menengah pertama. Tapi bukan tentang memori akan sekolah saya, tetapi tentang pagi hari yang masih gelap bersama motor bebek dan bronjong sayur.

Beberapa pagi dalam seminggu saya bergantian dengan kakak saya untuk mengantar dagangan ibu ke pasar. Terkadang setelah shubuh, tetapi cukup sering sebelum shubuh harus sudah sampai pasar. Ibu hanya bisa ke pasar dengan sepeda dan bronjong yang kecil karena motor digunakan bapak untuk bekerja dan terkadang dipakai kakak sekolah di Surakarta. Pada sisi yang lain permintaan sayur di pasar semakin tinggi, jadi dagangan Ibu harus saya atau kakak saya antarkan terlebih dahulu sebelum shubuh datang. Jika musim hujan datang, Ibu sering tidak tega jika saya atau kakak yang mengantar dagangan, jadi beliau berangkat sebelum shubuh membawa dagangan dengan motor kemudian pulang lagi untuk mengambil sepeda dan membawa timbangan dengan bronjong kecilnya. 

Ah, memori yang indah menemani pagi ini.

Rabbighfirli wali waalidayya


---
Pojok Perpusatakaan Laboratorium, hari 27 bulan tiga.

Rahmadiyono.

Comments

Popular posts from this blog

Jantan Betina yang Terlihat Sama

Burung secara umum memiliki morfologik yang berbeda antara jantan dengan betina. Pengamat burung sering menyebut “yang jantan itu lebih cantik”, hehe. Argumen tersebut muncul bukan karena sebab, karena secara umum burung jantan memang mempunyai bulu yang lebih berwarna-warni, lebih menarik intinya. Salah satu fungsi dari bulu yang lebih berwarna pada jantan adalah untuk menarik perhatian betina ketika memasuki masa breeding atau berkembang biak. Istilah perbedaan morfologik tersebut disebut dimorfisme (“di” menunjukkan dua, morf: morfologik/bentuk luar). Akan tetapi, terdapat pula jenis-jenis burung yang mempunyai morfologik yang mirip antara jantan dan betina atau akrab disebut monomorfisme. Jenis burung yang masuk dalam kelompok monomorfisme membuat pengamat burung kesulitan untuk mengidentifikasi mana jantan dan mana betinanya. Burung pijantung kecil. Foto oleh Radhitya Anjar. Kiri betina, kanan jantan. Saat kita mengamati burung monomorfisme dengan cara biasa (hanya

Dia yang Teguh, Dia yang Tumbuh

Pappermint from Abu Nabat Afrizal Haris, dok pribadi. Pekan lalu sembari menikmati sore di sekolahan, mencoba berselancar di dunia maya mencari sesuatu yang barangkali dapat menambah semangat saya. Pencarian membawa saya pada channel YouTube Al Ustadz Muhammad Nuzul Dzikri hafidzahullah.  Saya pribadi sebenarnya sangat jarang mengikuti kajian beliau secara daring, hanya beberapa kali melihat postingannya Irfan (teman di kampus) yang isinya ceramah singkat beliau.   Melihat beberapa judul video pendek yang menarik, saya unduh beberapa di antaranya, lalu pulang. Haworthria -sejenis kaktus- menjadi teman saya mendengarkan untaian petuah beliau, hingga pada ucapan yang beliau nukil dari Syaikh Ushaimi hafidzahullah : Man tsabata nabata, jika  diterjemahkan kurang lebih artinya “Barangsiapa yang kokoh, dia akan tumbuh”. Ustadz Nuzul Dzikri menyampaikan kalimat tersebut sebagai pesan agar kita konsisten dalam mengikuti kajian. Jika sudah mengikuti satu kajian (tentu saja

BTW#2 "Takur tulung-tumpuk / Black-banded Barbet / Psilopogon javensis"

Bismillahirrahmaanirrahiim Foto oleh Swiss Winnasis di TNGM  Takur tulung-tumpuk mempunyai ukuran agak besar (26 cm), berwarna-warni. Bulu dewasa biasanya hijau polos. Mahkota kuning dan bintik kuning di bawah mata, tenggorokan merah. Ada bercak merah pada sisi dada dan kerah lebar hitam melewati dada atas dan sisi kepala sampai mata. Setrip hitam yang kedua melewati mata.  Iris coklat, paruh hitam, kaki hijau-zaitun suram (MacKinnon, 2010). Takur tulung-tumpuk merupakan burung genus Megalaima dari famili Capitonidae (Horsfield, 1821), tetapi didalam website IUCN RedList 2015 del Hoyo dan Collar (2014) memasukkan takur tulung-tumpuk kedalam genus Psilopogon sehingga nama ilmiahnya menjadi Psilopogon javensis. Perjumpaan pertama saya dengan takur tulung-tumpuk terjadi pada tanggal 22 Maret 2014 di Plawangan, Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM). Hingga saat ini, saya tidak pernah berjumpa lagi melainkan hanya mendengar suaranya. Suara takur tulung-tumpuk sangat khas dan muda