Skip to main content

Berbagi Meski Sedikit

Unknown Flower

Memberi tidak harus menunggu mempunyai banyak materi. Yang sedikit pun juga dapat diberikan. Mungkin seperti itu kalimat yang dapat menggambarkan simbah pemilik kos-kosan ini (saya sembunyikan nama beliau). Simbah sering memberi makanan kepada saya dan teman-teman kos. Termasuk semalam. Ketika menjelang sholat isya, simbah memberi satu piring nasi dengan sayur oseng kacang tempe dan botok kepada saya dan Mas Milza. Ada cerita yang dapat saya ambil sebagai pelajaran. Saat simbah mengambilkan nasi untuk saya, beliau bertanya : “Mas Yono mau sayur botok?”, “boleh mbah” jawab saya. Beliau lalu mengambil satu bungkus dan kemudian menyisakan satu bungkus (mungkin untuk cucu beliau). Satu bungkus yang beliau ambil kemudian beliau bagi separo dengan saya sambil mengatakan “Separuh buat Mas, separuh buat saya ya Mas”. Saya mengiyakan, dan sebenarnya nggak pakai sayur botok pun ngga papa karena didapur masih ada sayur oseng kacang tempe yang mbah tawarkan diawal. Tapi ya seperti itu simbah, ingin anak-anak kos juga menikmati apa yang beliau punya. Saat beliau membuat gorengan, anak-anak kos juga diberi meskipun satu anak hanya dapat 2 atau 3 gorengan. Saat beliau membuat makanan yang lain juga sering anak-anak kos diminta mengambil.

Meskipun tanpa menggunakan kalimat langsung, simbah sering mengajari kepada kami untuk mempunyai sikap berbagi kepada yang lain meskipun kita hanya punya sedikit. Tidak hanya itu, simbah juga sering berbagi kebahagiaan dengan cerita-cerita beliau. Saya senang saat beliau bercerita, sering beliau bisa membuat saya tertawa. Suasana kos disini mengingatkan saya dengan suasana rumah nenek saya sebelum saya merantau ke Jogja. Sebelum pindah ke Kota Pelajar ini, saya tinggal bersama nenek saya. Dan disini, saya bertemu simbah, nenek saya yang lain. Semoga Allah menjaga keduanya.


---
Rumah Kos No.4, 23/03/2018

Rahmadiyono.

Comments

Popular posts from this blog

Jantan Betina yang Terlihat Sama

Burung secara umum memiliki morfologik yang berbeda antara jantan dengan betina. Pengamat burung sering menyebut “yang jantan itu lebih cantik”, hehe. Argumen tersebut muncul bukan karena sebab, karena secara umum burung jantan memang mempunyai bulu yang lebih berwarna-warni, lebih menarik intinya. Salah satu fungsi dari bulu yang lebih berwarna pada jantan adalah untuk menarik perhatian betina ketika memasuki masa breeding atau berkembang biak. Istilah perbedaan morfologik tersebut disebut dimorfisme (“di” menunjukkan dua, morf: morfologik/bentuk luar). Akan tetapi, terdapat pula jenis-jenis burung yang mempunyai morfologik yang mirip antara jantan dan betina atau akrab disebut monomorfisme. Jenis burung yang masuk dalam kelompok monomorfisme membuat pengamat burung kesulitan untuk mengidentifikasi mana jantan dan mana betinanya. Burung pijantung kecil. Foto oleh Radhitya Anjar. Kiri betina, kanan jantan. Saat kita mengamati burung monomorfisme dengan cara biasa (hanya

Dia yang Teguh, Dia yang Tumbuh

Pappermint from Abu Nabat Afrizal Haris, dok pribadi. Pekan lalu sembari menikmati sore di sekolahan, mencoba berselancar di dunia maya mencari sesuatu yang barangkali dapat menambah semangat saya. Pencarian membawa saya pada channel YouTube Al Ustadz Muhammad Nuzul Dzikri hafidzahullah.  Saya pribadi sebenarnya sangat jarang mengikuti kajian beliau secara daring, hanya beberapa kali melihat postingannya Irfan (teman di kampus) yang isinya ceramah singkat beliau.   Melihat beberapa judul video pendek yang menarik, saya unduh beberapa di antaranya, lalu pulang. Haworthria -sejenis kaktus- menjadi teman saya mendengarkan untaian petuah beliau, hingga pada ucapan yang beliau nukil dari Syaikh Ushaimi hafidzahullah : Man tsabata nabata, jika  diterjemahkan kurang lebih artinya “Barangsiapa yang kokoh, dia akan tumbuh”. Ustadz Nuzul Dzikri menyampaikan kalimat tersebut sebagai pesan agar kita konsisten dalam mengikuti kajian. Jika sudah mengikuti satu kajian (tentu saja

BTW#2 "Takur tulung-tumpuk / Black-banded Barbet / Psilopogon javensis"

Bismillahirrahmaanirrahiim Foto oleh Swiss Winnasis di TNGM  Takur tulung-tumpuk mempunyai ukuran agak besar (26 cm), berwarna-warni. Bulu dewasa biasanya hijau polos. Mahkota kuning dan bintik kuning di bawah mata, tenggorokan merah. Ada bercak merah pada sisi dada dan kerah lebar hitam melewati dada atas dan sisi kepala sampai mata. Setrip hitam yang kedua melewati mata.  Iris coklat, paruh hitam, kaki hijau-zaitun suram (MacKinnon, 2010). Takur tulung-tumpuk merupakan burung genus Megalaima dari famili Capitonidae (Horsfield, 1821), tetapi didalam website IUCN RedList 2015 del Hoyo dan Collar (2014) memasukkan takur tulung-tumpuk kedalam genus Psilopogon sehingga nama ilmiahnya menjadi Psilopogon javensis. Perjumpaan pertama saya dengan takur tulung-tumpuk terjadi pada tanggal 22 Maret 2014 di Plawangan, Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM). Hingga saat ini, saya tidak pernah berjumpa lagi melainkan hanya mendengar suaranya. Suara takur tulung-tumpuk sangat khas dan muda