Skip to main content

Jangan Lupa Bersyukur

Ahad malam lalu saya sholat maghrib di Masjid Al Hasanah, depan fakultas MIPA UGM. Saat iqomah, jamaah sudah mulai merapikan shaf sholat. Malam itu saya berada dibelakang seorang anak yang mungkin usianya 13 tahunan. Ada kalimat yang membuat saya tersenyum sesaat sebelum imam menyuarakan takbiratul ihram. Dicetak diatas kaos hitamnya dengan latar belakang harimau, kalimat itu berbunyi : "Do not blame God for having created the tiger, but thank Him for not having given it wings."

Harimau memang menjadi momok tersendiri di beberapa negara. Cukup banyak konflik antara manusia dengan harimau, entah karena harimau memangsa ternak mereka, atau memangsa manusia itu sendiri. Hal itu membuat banyak manusia marah bahkan sampai menyalahkan Sang Pencipta. Harimau memangsa ternak memang bisa dikatakan merugikan, tapi bagaimana jika dia diciptakan dengan sayap? Mungkin dia akan lebih leluasa memangsa ternak (dan manusia) hingga menyebabkan kerugian yang lebih besar. Maka, kenapa kita tidak mensyukuri saja harimau diciptakan tanpa sayap?

Kalimat yang setelah saya telusuri mengarah pada pepetah India itu mengajarkan untuk selalu bersyukur atas kondisi yang ada. Entah kita melihatnya sebagai nikmat atau cobaan. Seringkali kita berandai-andai memiliki sesuatu yang tidak kita punya hingga membuat kita lupa akan banyaknya nikmat dari Allah untuk kita. Salah satu nikmat yang sering kita lupakan adalah bahagia dan jauh dari rasa sedih. Semalam Mas Zulqarnain menasihatkan pada saya jika bahagia itu adalah nikmat yang sangat luar biasa. Berapa banyak orang diluar sana yang sulit mendapatkan kebahagiaan?


Garangan jawa (Herpetes javanicus), pemangsa ulung di tambak ikan pesisir Brebes.
dok. pribadi.

Note: Berbicara tentang satwa liar, semisal harimau, yang dianggap merugikan manusia karena memangsa ternak, coba kita kembali ke masa lampau, mungkin satwa liar bisa menyerang manusia karena kita telah merusak habitat asli mereka, dan jika melihat kasus yang ada, pembantaian terhadap harimau dan satwa liar lainnya lebih banyak kasusnya daripada harimau yang memangsa ternak manusia.



Perpustakaan Laboratorium Biologi.
Selasa, 24 Rajab 1439 H.
Hari 10 bulan empat.


Rahmadiyono.

Comments

Popular posts from this blog

Jantan Betina yang Terlihat Sama

Burung secara umum memiliki morfologik yang berbeda antara jantan dengan betina. Pengamat burung sering menyebut “yang jantan itu lebih cantik”, hehe. Argumen tersebut muncul bukan karena sebab, karena secara umum burung jantan memang mempunyai bulu yang lebih berwarna-warni, lebih menarik intinya. Salah satu fungsi dari bulu yang lebih berwarna pada jantan adalah untuk menarik perhatian betina ketika memasuki masa breeding atau berkembang biak. Istilah perbedaan morfologik tersebut disebut dimorfisme (“di” menunjukkan dua, morf: morfologik/bentuk luar). Akan tetapi, terdapat pula jenis-jenis burung yang mempunyai morfologik yang mirip antara jantan dan betina atau akrab disebut monomorfisme. Jenis burung yang masuk dalam kelompok monomorfisme membuat pengamat burung kesulitan untuk mengidentifikasi mana jantan dan mana betinanya. Burung pijantung kecil. Foto oleh Radhitya Anjar. Kiri betina, kanan jantan. Saat kita mengamati burung monomorfisme dengan cara biasa (hanya

Dia yang Teguh, Dia yang Tumbuh

Pappermint from Abu Nabat Afrizal Haris, dok pribadi. Pekan lalu sembari menikmati sore di sekolahan, mencoba berselancar di dunia maya mencari sesuatu yang barangkali dapat menambah semangat saya. Pencarian membawa saya pada channel YouTube Al Ustadz Muhammad Nuzul Dzikri hafidzahullah.  Saya pribadi sebenarnya sangat jarang mengikuti kajian beliau secara daring, hanya beberapa kali melihat postingannya Irfan (teman di kampus) yang isinya ceramah singkat beliau.   Melihat beberapa judul video pendek yang menarik, saya unduh beberapa di antaranya, lalu pulang. Haworthria -sejenis kaktus- menjadi teman saya mendengarkan untaian petuah beliau, hingga pada ucapan yang beliau nukil dari Syaikh Ushaimi hafidzahullah : Man tsabata nabata, jika  diterjemahkan kurang lebih artinya “Barangsiapa yang kokoh, dia akan tumbuh”. Ustadz Nuzul Dzikri menyampaikan kalimat tersebut sebagai pesan agar kita konsisten dalam mengikuti kajian. Jika sudah mengikuti satu kajian (tentu saja

BTW#2 "Takur tulung-tumpuk / Black-banded Barbet / Psilopogon javensis"

Bismillahirrahmaanirrahiim Foto oleh Swiss Winnasis di TNGM  Takur tulung-tumpuk mempunyai ukuran agak besar (26 cm), berwarna-warni. Bulu dewasa biasanya hijau polos. Mahkota kuning dan bintik kuning di bawah mata, tenggorokan merah. Ada bercak merah pada sisi dada dan kerah lebar hitam melewati dada atas dan sisi kepala sampai mata. Setrip hitam yang kedua melewati mata.  Iris coklat, paruh hitam, kaki hijau-zaitun suram (MacKinnon, 2010). Takur tulung-tumpuk merupakan burung genus Megalaima dari famili Capitonidae (Horsfield, 1821), tetapi didalam website IUCN RedList 2015 del Hoyo dan Collar (2014) memasukkan takur tulung-tumpuk kedalam genus Psilopogon sehingga nama ilmiahnya menjadi Psilopogon javensis. Perjumpaan pertama saya dengan takur tulung-tumpuk terjadi pada tanggal 22 Maret 2014 di Plawangan, Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM). Hingga saat ini, saya tidak pernah berjumpa lagi melainkan hanya mendengar suaranya. Suara takur tulung-tumpuk sangat khas dan muda