Skip to main content

Blog, Burung, dan Bionic


Januari tahun ini mungkin menjadi bulan yang tidak akan dilupakan oleh adik-adik tingkat saya di kampus. Bagaimana tidak? Saat hampir seluruh kampus di Yogyakarta memberi jatah liburan semester gasal kepada mahasiswanya lebih dari satu bulan, adik-adik tingkat saya mau tidak mau harus memaksa diri mereka liburan hanya dalam tempo dua pekan. Semester genap sudah di depan mata, tanggal 28 besok menjadi hari pertamanya. Banyak adik tingkat saya yang bergerilya mempersiapkan bekal sesuai jenjang semester masing-masing. Bagi mereka yang hendak melangkah memasuki semester ke-2, libur semester ini menjadi waktu yang sibuk untuk mempersiapkan perkuliahan sekaligus mendaftar organisasi. Dahulu saya juga menjalani fase seperti mereka.

Semester 2 tahun 2014 saya diterima sebagai staff di Himpunan Mahasiswa Biologi. Pada semester yang sama, saya juga menjadi calon anggota unit kegiatan mahasiswa KPB Bionic yang berfokus pada pengamatan burung dan pelestariannya. Berpredikat sebagai calon anggota tentu bukanlah suatu kebanggaan. Waktu itu saya bertekad harus menjadi anggota Bionic. Untuk menjadi anggota Bionic ada beberapa syarat yang harus dipenuhi. Salah satu syaratnya tidak saya duga menjadi sebab yang mengubah hidup saya di Kota Pelajar ini, yaitu mempunyai blog. Saya tidak pernah terbesit menjadi seorang blogger atau narablog (dan sebenarnya saat ini juga agak ragu apakah saya sudah bisa disebut narablog atau bukan karena tidak terlalu aktif menulis di blog), tetapi Bionic seolah memaksa saya untuk menjadi narablog. Dalam lingkaran Bionic, menulis adalah kegiatan yang penting bahkan sampai dibuatkan forum belajar menulis yang diberi nama Meninting (Menulis itu Penting). Tidak sekedar menulis, bagian yang paling penting sebenarnya mempublikasikan tulisan kita agar dibaca oleh orang lain. Oleh karena itu setiap calon anggota Bionic diwajibkan mempunyai blog sebagai sarana publikasi tulisan. Tulisan yang dibagikan dalam blog bebas macamnya seperti cerita perjalanan, mendeskripsikan jenis burung, kalimat motivasi, atau sekedar foto dengan beberapa kalimat sebagai takarirnya. Ketika awal menulis saya tidak tahu bagaimana cara menyusun kalimat dengan baik dan seringnya membutuhkan waktu yang lama untuk membuat kalimat pengantar. Alasan itu terkadang menjadi momok yang membuat saya ingin berhenti menulis. Akan tetapi, semangat dari kakak tingkat mendorong saya untuk tidak berhenti dan akhirnya bisa mendapatkan nomor anggota 202.

Selepas dilantik menjadi anggota Bionic di Taman Nasional Gunung Merapi, saya semakin sering membaca catatan-catatan perjalanan atau karya ilmiah populer kakak tingkat di blog mereka atau dari jurnal yang berhasil diterbitkan. Saat itu saya menjadi tambah semangat untuk menulis karena merasakan banyaknya manfaat yang didapat ketika membaca tulisan kakak tingkat dan berharap orang lain juga akan mendapat manfaat dari apa yang saya tulis. Selain itu, kalimat nasihat “menulis adalah menguntai usia yang kedua” juga semakin memantapkan tekad saya.

Kegiatan pengamatan burung yang saya dan teman-teman Bionic lakukan acapkali menjadi hal yang aneh di mata orang lain. Dahulu ketika menyandang status maba (mahasiswa baru) saya juga berpikir yang sama. “Ngapain coba ngamatin burung? Kaya nggak ada kerjaan lain aja.” kurang lebih seperti itu yang saya pikirkan. Saya merasa pemikiran orang lain seperti itu muncul karena belum adanya pemahaman tentang kekayaan jenis burung terutama di Indonesia dan pentingnya untuk melestarikan/mengkonservasinya. Saya mencoba berbagi apa yang saya dapatkan di Bionic kepada orang lain melalui blog. Catatan perjalanan, daftar jenis burung pada suatu lokasi, pendeskripsian burung, saya tuliskan dalam blog yang saya beri nama Pohon Damar itu. Sesekali saya juga menulis tentang catatan perkuliahan. Harapan kala itu sederhana, yaitu orang lain mengetahui apa saja kegiatan Bionic dan pentingnya dalam melestarikan burung.

Kegiatan pengamatan burung. doc pribadi

Misi menyebarkan informasi tentang burung dan konservasinya melalui blog membuat saya memutuskan untuk membuat rubrik khusus yang bernama “Birds of The Week”. Saya berniat mengulas satu jenis burung tertentu tiap pekannya, tetapi rubrik ini hanya bertahan dua pekan saja. Seingat saya hanya burung Burung-madu jawa (Aethopyga mistacalis) dan Takur tulung-tumpuk (Psilopogon javensis) yang saya ulas. Setelah itu tidak ada ulasan lagi seputar burung tiap pekannya. Apakah itu menunjukkan saya berhenti menyebar informasi tentang burung? Tidak! Di penghujung tahun 2015 itu saya mendapat tantangan dari dosen saya untuk mengikuti kompetisi menulis melalui website Biodiversity Warriors dari Yayasan KEHATI. Setelah mendapat informasi terkait kompetisi tersebut, saya mencoba mengumpulkan informasi sebanyak mungkin tentang Biodiversity Warriors atau yang sering dikenal dengan BW itu. Pencarian saya bermuara pada kesimpulan jika Biodiversity Warriors adalah komunitas pemuda yang bergerak dalam pengenalan keragaman hayati di Indonesia melalui dunia maya. Melihat komunitas tersebut berada di bawah yayasan yang sudah sangat terkenal di Indonesia, saya mantap untuk pisah ranjang sejenak dari blog saya dan beralih ke website Biodiversity Warriors.

Proses mengikuti kompetisi menulis dari BW diawali dengan membuat akun. Setelah akun diverifikasi oleh admin, secara resmi saya sudah bisa menulis dan mengikuti kompetisi. Pada awal pendaftaran, saya melihat ratusan akun berlomba mengikuti kompetisi yang berhadiah paket journey itu. Untuk dapat memenangkan kompetisi, peserta harus memperoleh poin minimal 1000. Bagi peserta yang telah memenuhi 1000 poin, maka akan dilakukan penjurian tahap ke-2 yaitu kualitas tulisan. Sebagai seorang Bionicer (sebutan untuk anggota Bionic), saya tetap memegang misi menjadikan burung sebagai jenis keragaman hayati utama yang akan saya perkenalkan melalui website Biodiversity Warriors. Saya memulai mengikuti kompetisi pada tanggal 13 Januari 2016, terlambat sekitar tiga bulan dari pertama kali informasi diluncurkan, sehingga tidak heran jika banyak peserta yang sudah mendapatkan poin ratusan. Bahkan ada yang sudah lebih dari 800. Batas terakhir menulis adalah bulan Juli, jadi saya masih mempunyai waktu sekitar tujuh bulan. Meskipun terbilang lama, tapi kenyataannya tidak, karena saya waktu itu sangat tersibukkan dengan perkuliahan, kegiatan Bionic, kursus, dan membimbing siswa belajar privat.

Waktu berjalan cepat. Tidak terasa jatah durasi kompetisi hanya tinggal kurang lebih tiga bulan, sementara poin saya belum mencapai angka 200. Bayang-bayang untuk mundur dari kompetisi sering kali muncul membuat saya semakin malas untuk menulis. Akan tetapi, dorongan untuk memenangkan tantangan dari dosen saya membuat saya bersemangat kembali. Saya mengatur strategi untuk dapat menulis tanpa mengganggu kegiatan rutin saya. Akhirnya mengurangi jatah tidur menjadi cara yang ampuh. Berbagai jenis burung liar yang telah saya amati saya ulas satu persatu. Namun hanya mengulas burung ternyata belum cukup menjadikan poin saya 1000. Saya kemudian menelusuri memori laptop, mencoba mencari foto-foto flora dan fauna yang dapat diulas. Pilihan saya kemudian berlabuh pada capung, kupu-kupu, dan beberapa lansekap. Melihat poin saya sudah memasuki angka 800, saya semakin semangat untuk menulis. Tulis, unggah foto, tulis, unggah foto menjadi suatu kegiatan yang menemani saya sehari-hari. Pekan ke-3 Juli menjadi batas terakhir menulis. Saya berhenti pada tanggal 13 Juli dengan poin sekitar 1063. Meskipun masih ada sisa waktu, saya memilih pasrah dengan hasil karena waktu itu harus pulang kampung dan biasanya kalau sudah di rumah sudah sulit untuk membuka laptop karena sering diganggu keponakan -_-.

Contoh tulisan di website BW

Rutinitas saya membuat saya lupa dengan kompetisi itu, hingga pada suatu pagi di pertengahan bulan Agustus senior saya mengunggah foto di grup WhatsApp Bionic sambil menulis “Wiih, nangkring di urutan 1, selamat ya.” Saya yang waktu itu baru bangun hanya bergumam “Apa sih foto ini?” Setelah saya unduh, betapa terkejutnya saya. Terdapat 10 nama pemuda dari berbagai daerah di Indonesia dan nama saya berada di nomor satu. Tidak berselang lama panitia kompetisi memberikan undangan melalui email untuk mengikuti journey di pesisir utara Brebes pada akhir September. Berbagai perlengkapan saya siapkan termasuk surat-surat izin yang harus saya haturkan kepada para dosen. Maklum, kegiatan dari Biodiversity Warriors kala itu hampir satu pekan dan otomatis banyak kelas yang harus saya tinggalkan.

Pemenang Journey KEHATI 2016

Saya betul-betul gembira, berpikir ternyata dari menulis bisa mendapatkan kesempatan journey gratis tis tiss. Awalnya saya berpikir jika kegiatan journey akan dipenuhi dengan jalan-jalan, senang-senanglah intinya. Ternyata saya salah. Journey di Brebes kala itu lebih dari sekedar senang-senang. Saya dan sembilan pemenang lainnya diberikan kesempatan live in di Desa Wisata Pandansari dan banyak belajar, termasuk memperdalam ilmu kepenulisan. Waktu itu berbagai narasumber didatangkan dari Ibukota, termasuk Mbak Mono dari Mongabay. Dengan bimbingan dari Mbak Mono, saya dapat menulis tentang ulasan wisata mangorve Brebes dengan judul “Pesona Sabuk Hijau Pesisir Utara Jawa.”

Bionic and BW KEHATI. doc pribadi

Selain ke Pesisir Brebes, kami juga mengunjungi di area Kebun Teh Kaligua. doc Mas Apris BW

Semenjak kegiatan Biodiversity Warriors waktu itu, saya semakin bersemangat menulis untuk berbagi ilmu melalui blog. Kebermanfaatan menulis dan blog semakin nyata di mata saya. Meskipun demikian, tahun 2017 saya kembali pisah ranjang dengan blog untuk fokus menyelesaikan tugas akhir kuliah. Namun, saya tidak berpisah dengan menulis karena tugas akhir saya adalah menyusun buku. Alhamdulillah, buku tentang burung-burung di mangrove selatan Yogyakarta dapat saya hasilkan.

Januari 2019 ini semangat untuk rujuk dengan blog kembali menggelora. Judul-judul konten baru sudah saya siapkan untuk meramaikan tahun politik ini, tapi konten saya tentu lebih condong ke burung dan lingkungan, politik bukan bidang saya, hehe. O ya, malam ini adalah pelantikan anggota Bionic angkatan ke-16 (saya angkatan 11), membuat saya kembali teringat memori kala “dipaksa” membuat blog oleh senior Bionic. Awalnya blog itu menjadi suatu paksaan, tapi ternyata banyak sekali manfaat yang saya peroleh darinya. Besar harapan saya jika tulisan saya yang saya tuangkan dalam blog maupun buku dapat menjadi usia kedua saya yang tetap bermanfaat bagi orang lain meskipun saya telah tiada, aamiin.

Comments

  1. wow mantabbbb kak pengalamannya, smg makin semangat yah ngeblognya :)

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Jantan Betina yang Terlihat Sama

Burung secara umum memiliki morfologik yang berbeda antara jantan dengan betina. Pengamat burung sering menyebut “yang jantan itu lebih cantik”, hehe. Argumen tersebut muncul bukan karena sebab, karena secara umum burung jantan memang mempunyai bulu yang lebih berwarna-warni, lebih menarik intinya. Salah satu fungsi dari bulu yang lebih berwarna pada jantan adalah untuk menarik perhatian betina ketika memasuki masa breeding atau berkembang biak. Istilah perbedaan morfologik tersebut disebut dimorfisme (“di” menunjukkan dua, morf: morfologik/bentuk luar). Akan tetapi, terdapat pula jenis-jenis burung yang mempunyai morfologik yang mirip antara jantan dan betina atau akrab disebut monomorfisme. Jenis burung yang masuk dalam kelompok monomorfisme membuat pengamat burung kesulitan untuk mengidentifikasi mana jantan dan mana betinanya. Burung pijantung kecil. Foto oleh Radhitya Anjar. Kiri betina, kanan jantan. Saat kita mengamati burung monomorfisme dengan cara biasa (hanya

Dia yang Teguh, Dia yang Tumbuh

Pappermint from Abu Nabat Afrizal Haris, dok pribadi. Pekan lalu sembari menikmati sore di sekolahan, mencoba berselancar di dunia maya mencari sesuatu yang barangkali dapat menambah semangat saya. Pencarian membawa saya pada channel YouTube Al Ustadz Muhammad Nuzul Dzikri hafidzahullah.  Saya pribadi sebenarnya sangat jarang mengikuti kajian beliau secara daring, hanya beberapa kali melihat postingannya Irfan (teman di kampus) yang isinya ceramah singkat beliau.   Melihat beberapa judul video pendek yang menarik, saya unduh beberapa di antaranya, lalu pulang. Haworthria -sejenis kaktus- menjadi teman saya mendengarkan untaian petuah beliau, hingga pada ucapan yang beliau nukil dari Syaikh Ushaimi hafidzahullah : Man tsabata nabata, jika  diterjemahkan kurang lebih artinya “Barangsiapa yang kokoh, dia akan tumbuh”. Ustadz Nuzul Dzikri menyampaikan kalimat tersebut sebagai pesan agar kita konsisten dalam mengikuti kajian. Jika sudah mengikuti satu kajian (tentu saja

BTW#2 "Takur tulung-tumpuk / Black-banded Barbet / Psilopogon javensis"

Bismillahirrahmaanirrahiim Foto oleh Swiss Winnasis di TNGM  Takur tulung-tumpuk mempunyai ukuran agak besar (26 cm), berwarna-warni. Bulu dewasa biasanya hijau polos. Mahkota kuning dan bintik kuning di bawah mata, tenggorokan merah. Ada bercak merah pada sisi dada dan kerah lebar hitam melewati dada atas dan sisi kepala sampai mata. Setrip hitam yang kedua melewati mata.  Iris coklat, paruh hitam, kaki hijau-zaitun suram (MacKinnon, 2010). Takur tulung-tumpuk merupakan burung genus Megalaima dari famili Capitonidae (Horsfield, 1821), tetapi didalam website IUCN RedList 2015 del Hoyo dan Collar (2014) memasukkan takur tulung-tumpuk kedalam genus Psilopogon sehingga nama ilmiahnya menjadi Psilopogon javensis. Perjumpaan pertama saya dengan takur tulung-tumpuk terjadi pada tanggal 22 Maret 2014 di Plawangan, Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM). Hingga saat ini, saya tidak pernah berjumpa lagi melainkan hanya mendengar suaranya. Suara takur tulung-tumpuk sangat khas dan muda