Skip to main content

Atraksi Terik Asia di Pinggiran Jogja


Sore (04/3) jadi salah satu sore paling tidak saya sangka dalam dunia “Perburungan Pogung Dalangan”, hehe. Bagaimana tidak? Setelah sekian lama mencatat jenis-jenis burung yang ada di Pogung Dalangan, kemarin sore bisa nambah satu jenis yang tidak pernah terbesit. Shorebirds atau burung pantai, tepatnya jenis Terik asia (Oriental Pratincole/ Glareola maldivarum) dari suku Glareolidae. Terik asia adalah salah satu jenis burung pantai migran yang habitat aslinya di Asia timur. Ketika terjadi musim dingin di habitat aslinya, mereka akan bermigrasi ke kawasan tropis seperti Indonesia hingga Australia. Sebelumnya, saya hanya menjumpai jenis ini di kawasan pesisir dan dengan jumlah maksimal dua individu tiap perjumpaan. Namun, kemarin sore berbeda. Dari segi lokasi, saya menjumpai di kawasan pinggiran perkotaan padat penduduk yang cukup jauh dari garis pantai. Kemudian dari segi jumlah, saya mencatat sekitar 70 individu dalam satu flock.

Flock Terik asia di atas Pogung Dalangan. Dokumen pribadi 2019.


Terik asia di Pesisir Kulon Progo. Dokumen pribadi 2018.


Perjumpaan kemarin sore berawal ketika saya hendak mandi, sekitar pukul 17.00 WIB. Ketika hendak mengunci kamar, satu flock (sebutan rombongan untuk burung secara umum) terbang dari selatan rumah kos menuju atas Dasinem Homestay. Ketika melintas pertama, saya hanya terpikir “Oh, rombongan burung”, awalnya terpikir Jalak cina (Daurian starling/ Sturnus sturinus) yang notabene adalah jenis burung passerin migran yang umum dijumpai di kawasan perkotaan, tetapi sesaat kemudian flock tersebut mengeluarkan suara ribut yang mirip kelompok burung pantai seperti cerek atau trinil. Saya langsung “gendadapan” buka kamar dan mengambil kamera dari kotak penyimpanan. Sambil membidik objek, saya menduga flock tersebut adalah Cerek kernyut (Pasific Golden Plover/ Pluvialis fulva). Rombongan burung berputar-putar di atas Dasinem Homestay, kemudian sempat mengarah semakin ke utara dan ternyata balik ke selatan lagi. Rombongan kemudian berbelok ke timur menuju Fakultas Teknik UGM. Saat menuju timur ini, saya melihat satu individu yang lebih besar dengan bentuk yang berbeda. Nama Alap-alap kawah (Peregrine Falcon/ Falco peregrinus) menjadi jenis yang langsung muncul dalam pikiran saya. Setelah saya melihat si Alap-alap kawah, langsung bisa menarik kesimpulan ketika rombongan Terik asia berputar-putar sejatinya tengah menghindari Alap-alap kawah yang merupakan burung predator (dan hewan tercepat di dunia). Dalam arah terbang menuju timur ini, satu individu Terik asia berhasil dibuat keluar dari rombongan, tetapi saya tidak melihat apakah berhasil diterkam Alap-alap kawah ataukah tidak. Rombongan kemudian berputar dan terbang ke barat dengan lebih pelan. Di sini saya menduga jika satu individu yang keluar dari rombongan berhasil diterkam oleh Alap-alap kawah sehingga dia tidak melakukan pengejaran lagi.

Setelah pergerakan rombongan Terik asia sudah tidak bisa diikuti, saya kembali ke kamar dan mengecek foto-foto dari kamera. Hasilnya? Yaa bisa ditebak lah ya, memfoto burung terbang dengan cepat mendekati senja hari dengan kamera prosumer plus buru-buru juga, hasilnya......... hehe. Tapi tetap harus bersyukur karena masih ada beberapa foto yang bisa untuk identifikasi dan menghitung anggota flock. Begitu melihat foto yang cukup jelas, gambaran Cerek kernyut langsung hilang. “Ini bukan kernyut nih, Terik nih” kurang lebih begitu benak saya. Berubahnya identifikasi jenis tersebut saya sandarkan pada ciri morfologiknya yang ekornya sedikit bertakik dan ketika terbang sayap menyerupai sabit. Melihat leher yang tidak panjang dan porsi kepala yang besar, saya tambah yakin jika burung terik tersebut adalah Terik asia. Buku panduan lapang Burung-burung di Sumatera, Jawa, Bali, dan Kalimantan atau yang akrab disebut Buku MacKinnon saya buka agar lebih meyakinkan. Pada lembar gambar 26, saya cermati baik-baik perbedaan antara Terik asia dengan Terik australia (Australian Pratincole/ Stiltia isabella) ketika posisi terbang. Beberapa poin perbedaan yang saya temukan adalah:
1.       Porsi kepala dan leher
Terik asia terlihat memiliki kepala lebih besar dengan leher lebih pendek, sedangkan Terik australia memiliki kepala lebih kecil dan leher lebih panjang. Namun saya cukup yakin jika ketika terbang, perbedaan nomor satu ini cukup samar.
2.       Warna bulu sayap sekunder dalam.
Terik asia mempunyai warna kemerahan pada bulu sayap sekunder dalam, sedangkan Terik australia memiliki warna hitam dan putih pada tepinya. Saya tidak tahu apakah ini berlaku untuk usia remaja (immature) juga atau cuma dewasa (mature/ adult).
3.       Panjang kaki terhadap ekor.
Nah, poin tiga ini menjadi kunci yang menurut saya paling ampuh untuk membedakan. Ketika terbang, panjang kaki Terik asia tidak melebihi panjang ekor, sedangkan Terik australia mempunya kaki yang melebihi panjang ekornya.


Foto yang saya peroleh kemudian saya perbesar untuk melihat lebih detail, ternyata panjang kaki tidak melebihi ekor sehingga mantap dengan identifikasi Terik asia. Hasil editing dengan sedikit mencerahkan foto juga memperlihatkan warna kemerahan pada sayap sekunder dalam. Lengkaplah sudah.

Setelah yakin dengan hasil identifikasi, saya mengingat kembali tentang atraksi mereka yang terbang berombangan. Terbang berombongan dalam dunia burung sering disebut murmuration, meskipun demikian istilah tersebut biasanya digunakan untuk kelompok burung jalak atau starling. Secara umum, burung pantai memang hidup berkelompok baik flock asli (satu jenis) atau flock campuran (mixflock/ bercampur dengan jenis lainnya). Hidup berkelompok atau koloni memang mempunyai banyak keuntungan, terutama bagi mereka yang bermigrasi. Contoh sederhananya seperti kejadian kemarin sore. Dengan berkelompok, anggota rombongan Terik asia lebih terlindungi dari Alap-alap kawah sebagai predator. Adanya sistem terbang berkelompok membuat pemangsa atau predator kebingungan untuk menentukan satu individu yang ditarget. Selain itu, ada beberapa keuntungan lainnya. Mengutip dari website The Royal Society forthe Protection of Bird (RSPB), keuntungan tersebut adalah:
1.       Menjaga kondisi udara dalam kelompok agar tetap hangat.
2.       Memudahkan dalam bertukar informasi, terutama ketika satu atau beberapa individu tertentu mengetahui lokasi yang cocok untuk mencari makan.
3.       Dalam kasus yang lebih spesifik, yaitu terbang dengan membentuk formasi V, terbang berkelompok memungkinkan untuk menghemat energi yang digunakan.
4.       Ketika di luar masa migrasi, misalnya ketika berbiak, hidup berkelompok memberikan perlindungan yang lebih kuat pada anakan burung.

Flock Terik asia di atas Pogung Dalangan. Dokumen pribadi 2019.
Terik asia bersama Biru-laut ekor blorok (Bar-tailed Godwit/ Limosa lapponica) di pesisir Kulon Progo. Dokumen pribadi 2018.


Terik asia menjadi jenis ke 24 yang saya catat di Pogung Dalangan (dusun padat penduduk (baca: anak kosan) yang berada dekat batas utara kota Yogyakarta, insyaallah padat kebaikan dan keberkahan juga, apalagi di sini ada Masjid Pogung Dalangan yang masyaallah..... idaman), kehadirannya di dusun ini juga menjadi catatan pertama untuk daerah Sleman. Menurut Taufiqurrahman et al (2015), di Daerah Istimewa Yogyakarta Terik asia hanya tercatat di Kulon Progo saja. Semoga kedepannya bisa nambah jenis baru lagi, aamiin....



Pogung Dalangan, 28 Jumadil Akhir 1440 H / 05-03-2019


rahmadiyono




Daftar Pustaka:

MacKinnon, J., Phillips, K., van Balen, B., (2010). Burung-burung di Sumatera, Jawa, Bali, dan Kalimantan. Alih bahasa oleh Wahyu Rahardjaningtrah dkk. Bogor: Burung Indonesia.

Taufiqurrahman, I., Yuda, I.P., Untung, M., et al. (2015). Daftar Burung Daerah Istimewa Yogyakarta. Yogyakarta: Yayasan Kutilang.

https://www.rspb.org.uk/birds-and-wildlife/natures-home-magazine/birds-and-wildlife-articles/features/why-birds-flock-together/

https://www.rspb.org.uk/birds-and-wildlife/wildlife-guides/bird-a-z/starling/starling-murmurations/

Comments

Popular posts from this blog

Jantan Betina yang Terlihat Sama

Burung secara umum memiliki morfologik yang berbeda antara jantan dengan betina. Pengamat burung sering menyebut “yang jantan itu lebih cantik”, hehe. Argumen tersebut muncul bukan karena sebab, karena secara umum burung jantan memang mempunyai bulu yang lebih berwarna-warni, lebih menarik intinya. Salah satu fungsi dari bulu yang lebih berwarna pada jantan adalah untuk menarik perhatian betina ketika memasuki masa breeding atau berkembang biak. Istilah perbedaan morfologik tersebut disebut dimorfisme (“di” menunjukkan dua, morf: morfologik/bentuk luar). Akan tetapi, terdapat pula jenis-jenis burung yang mempunyai morfologik yang mirip antara jantan dan betina atau akrab disebut monomorfisme. Jenis burung yang masuk dalam kelompok monomorfisme membuat pengamat burung kesulitan untuk mengidentifikasi mana jantan dan mana betinanya. Burung pijantung kecil. Foto oleh Radhitya Anjar. Kiri betina, kanan jantan. Saat kita mengamati burung monomorfisme dengan cara biasa (hanya

Dia yang Teguh, Dia yang Tumbuh

Pappermint from Abu Nabat Afrizal Haris, dok pribadi. Pekan lalu sembari menikmati sore di sekolahan, mencoba berselancar di dunia maya mencari sesuatu yang barangkali dapat menambah semangat saya. Pencarian membawa saya pada channel YouTube Al Ustadz Muhammad Nuzul Dzikri hafidzahullah.  Saya pribadi sebenarnya sangat jarang mengikuti kajian beliau secara daring, hanya beberapa kali melihat postingannya Irfan (teman di kampus) yang isinya ceramah singkat beliau.   Melihat beberapa judul video pendek yang menarik, saya unduh beberapa di antaranya, lalu pulang. Haworthria -sejenis kaktus- menjadi teman saya mendengarkan untaian petuah beliau, hingga pada ucapan yang beliau nukil dari Syaikh Ushaimi hafidzahullah : Man tsabata nabata, jika  diterjemahkan kurang lebih artinya “Barangsiapa yang kokoh, dia akan tumbuh”. Ustadz Nuzul Dzikri menyampaikan kalimat tersebut sebagai pesan agar kita konsisten dalam mengikuti kajian. Jika sudah mengikuti satu kajian (tentu saja

BTW#2 "Takur tulung-tumpuk / Black-banded Barbet / Psilopogon javensis"

Bismillahirrahmaanirrahiim Foto oleh Swiss Winnasis di TNGM  Takur tulung-tumpuk mempunyai ukuran agak besar (26 cm), berwarna-warni. Bulu dewasa biasanya hijau polos. Mahkota kuning dan bintik kuning di bawah mata, tenggorokan merah. Ada bercak merah pada sisi dada dan kerah lebar hitam melewati dada atas dan sisi kepala sampai mata. Setrip hitam yang kedua melewati mata.  Iris coklat, paruh hitam, kaki hijau-zaitun suram (MacKinnon, 2010). Takur tulung-tumpuk merupakan burung genus Megalaima dari famili Capitonidae (Horsfield, 1821), tetapi didalam website IUCN RedList 2015 del Hoyo dan Collar (2014) memasukkan takur tulung-tumpuk kedalam genus Psilopogon sehingga nama ilmiahnya menjadi Psilopogon javensis. Perjumpaan pertama saya dengan takur tulung-tumpuk terjadi pada tanggal 22 Maret 2014 di Plawangan, Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM). Hingga saat ini, saya tidak pernah berjumpa lagi melainkan hanya mendengar suaranya. Suara takur tulung-tumpuk sangat khas dan muda