Skip to main content

Jantan Betina yang Terlihat Sama


Burung secara umum memiliki morfologik yang berbeda antara jantan dengan betina. Pengamat burung sering menyebut “yang jantan itu lebih cantik”, hehe. Argumen tersebut muncul bukan karena sebab, karena secara umum burung jantan memang mempunyai bulu yang lebih berwarna-warni, lebih menarik intinya. Salah satu fungsi dari bulu yang lebih berwarna pada jantan adalah untuk menarik perhatian betina ketika memasuki masa breeding atau berkembang biak. Istilah perbedaan morfologik tersebut disebut dimorfisme (“di” menunjukkan dua, morf: morfologik/bentuk luar). Akan tetapi, terdapat pula jenis-jenis burung yang mempunyai morfologik yang mirip antara jantan dan betina atau akrab disebut monomorfisme. Jenis burung yang masuk dalam kelompok monomorfisme membuat pengamat burung kesulitan untuk mengidentifikasi mana jantan dan mana betinanya.

Burung pijantung kecil. Foto oleh Radhitya Anjar. Kiri betina, kanan jantan.


Saat kita mengamati burung monomorfisme dengan cara biasa (hanya melihat burung dengan teropong atau kamera), informasi yang didapatkan hanya nama jenis burung tersebut, kecuali bagi para pengamat burung yang sudah memiliki banyak jam terbang sehingga dapat membedakan jantan betina dari kejauhan. Akan berbeda cerita saat kita mengamati burung dengan cara bird banding atau mencincin burung. Dalam kegiatan pencincinan burung, kita bisa mendapatkan informasi yang lebih banyak dan detail tentang burung yang akan dicincin. Beberapa waktu terakhir ini melalui kegiatan pencincinan burung, saya bisa mendapatkan wawasan lebih terkait dunia perburungan termasuk dalam membedakan jantan dan betina pada beberapa jenis burung monomorfisme.

Sebelum masuk pada pembahasan tentang jenis burung yang saya amati dalam kegiatan pencincinan burung, perlu menjadi garis bawah yang tegas (dan di BOLD kalau perlu, hehe) bahwasannya tidak setiap orang boleh melakukan pencincinan burung. Hanya pengamat burung yang memiliki lisensi pencincin burung dari otoritas keilmuan suatu negara yang boleh melakukan pencincinan burung. Untuk Indonesia, lisensi pencincin burung dikeluarkan oleh IBBS atau Indonesia Bird Banding Scheme yang berada dalam naungan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Kemudian, tidak setiap bird bander (pencincin burung) yang berlisensi bisa secara langsung melakukan pencincinan burung. Sebelum melakukan pencincinan burung, seorang atau kelompok bird bander harus mengirimkan proposal kegiatan terlebih dahulu pada otoritas keilmuan, jika proposal disetujui maka kegiatan dapat dijalankan.

Nah, kalau sudah tahu tentang "aturan main" pencincinan burung, kita lanjutkan pembahasan tentang burung jantan betina yang terlihat sama atau monomorfisme ya. Beberapa jenis burung monomorfisme yang pernah saya lihat proses pencincinannya dalam kegiatan bird banding adalah sebagai berikut:

1.       Accipitridae
Saya berkesempatan melihat pencincinan kelompok burung elang atau accipitridae. Jenisnya adalah elang brontok (Nisaetus cirrhatus), elang-ular bido (Spilornis cheela), elang-alap jambul (Accipiter trivirgatus), dan alap-alap sapi (Falco moluccensis). Untuk jenis elang, semua yang saya amati adalah elang (acciptridae) yang dicincin untuk keperluan pelepasliaran atau dapat dikatakan elang tersebut adalah hasil rehabilitasi. Acciptridae termasuk burung yang umum dikenal memiliki monomorfisme antara jantan dan betina. Hasil diskusi dengan Mas Irwan Yuniatmoko (PEH Taman Nasional Gunung Merapi) dan Mas Asman Adi Purwanto (ahli burung raptor dari Raptor Indonesia (RAIN)), menyimpulkan jika secara umum burung jantan pada kelompok elang mempunyai ukuran tubuh yang lebih kecil daripada betina. Ketika kegiatan pencincinan burung di Wildlife Rescue Centre (WRC) Yogyakarta, Mas Randy (dokter hewan) menuturkan perbedaan elang (dan kelompok aves lainnya) jantan dan betina bisa dilihat dengan cara meraba sepasang tulang pada bagian kloaka (semacam anus untuk kelompok amfibi, reptil, aves, dan beberapa mamalia primitif). Burung jantan mempunyai celah antara dua tulang yang lebih sempit daripada burung betina. Burung betina mempunyai celah yang lebar karena celah antara dua tulang tersebut menjadi salah satu ruas jalan keluarnya telur.

Burung Sikep-madu asia ras migran betina. Foto oleh Rahmadiyono Widodo.
Burung Sikep-madu asia ras migran jantan. Foto oleh Rahmadiyono Widodo.

Pada kesempatan pencincinan burung yang lain di WRC, saya berdiskusi kembali dengan Mas Asman terkait burung Sikep-madu asia (Pernis ptilorhinchus). Di luar aspek jenis kelaminnya, Sikep-madu asia mempunyai morfologik yang berbeda-beda. Ada yang warnanya terang ada yang gelap. Jenis ini juga dikenal memiliki “kemampuan” meniru warna jenis elang penetap (tapi saya belum mengetahui fakta ilmiah di baliknya). Dalam aspek migrasi, terdapat dua kelompok Sikep-madu asia yaitu ras migran dan ras penetap. Untuk jenis ras penetap, Mas Asman belum bisa menyebutkan aspek perbedaan detail antara jantan dengan betina. Lain halnya dengan ras migran. Menurut beliau, perbedaan jantan dan betina pada Sikep-madu asia ras migran bisa dilihat pada warna iris mata. Jantan mempunyai warna iris gelap, sedangkan betina mempunyai warna iris yang terang.

2.       Alcedinidae
Alcedinidae atau kelompok burung Raja-udang juga mempunyai kemiripan pada jantan dan betina. Masih dalam kesempatan pencincinan burung di WRC, Mbak Sitta (bird bander/ koordinator PPBJ 2011/ istrinya Mas Asman/ ibunya Arkan/ temannya Mbak Alifi dkk, haha) menyampaikan jika burung Raja-udang meninting (Alcedo meninting) jantan memiliki paruh berwarna kehitaman (lebih gelap), sedangkan betina paruhnya merah. Hal ini sejalan yang disebutkan dalam website The Royal Society for the Protection of Birds (RSPB). Diskusi lebih detail dengan teman-teman Jogja Birdbanding Club PPBJ, burung Raja-udang meninting jantan memiliki paruh yang lebih tipis daripada betina. Perbedaan ketebalan paruh ini juga dimungkinkan dapat untuk membedakan pula jantan betina pada burung Cekakak jawa (Halcyon cyanoventris). Di luar aspek ketebalan paruh, Fry & Fry (Kingfisher, Bee-eaters, and Rollers, 2010, p.146) menyebutkan burung Cekakak jawa jantan dapat mempunyai panjang paruh lebih pendek (59-69 mm) sedangkan betina lebih panjang (59-79 mm).

Burung raja-udang meninting. Foto oleh Mas Ahmad Zulfikar Abdullah. Atas betina, bawah jantan.

Burung Cekakak jawa betina. Foto oleh Rahmadiyono Widodo. (Mbak Noni, maafken ya, kuku bandernya belum dipotong, jadi item-item gitu, haha).


Mbak Sitta kemudian menambahkan fakta ilmiah dari hasil diskusinya dengan Mas Yeyes (dokter hewan dan dosen di salah satu universitas di Kupang) kepada saya jika pada beberapa kelompok hewan termasuk sebagian burung, hewan jantan mempunyai hormon testosteron yang lebih banyak daripada betina. Salah satu efek dari banyaknya testosteron tersebut adalah menghasilkan warna hitam pada bagian tubuh. Saya kemudian mencari informasi lebih detail. Penelusuran saya bermuara pada jurnal milik Bischitz dan Snell dari Departemen Anatomi Kings College University of London, Inggris. Dalam bagian pembahasan, ada beberapa jurnal yang dikutip hasilnya oleh Bischitz dan Snell, dua diantaranya adalah tentang efek penambahan testosteron pada burung Kowak-malam abu (Nycticorax nycticorax) oleh Noble & Wurm (1940) dan kelompok burung gereja oleh Pfeiffer, Hooker, and Kirscbhaum (1944). Dua publikasi tersebut menyimpulkan hasil berupa terjadi peningkatan pigmentasi pada beberapa bagian tubuh burung ketika diberi perlakuan penambahan hormon testosteron.

Hubungan hormon terstosteron dengan pigmentasi (terutama warna gelap atau hitam) juga sudah banyak dikaji pada manusia. Dalam suatu situs kesehatan juga disebutkan kulit sekitar kemaluan pada manusia cenderung lebih berwarna gelap daripada kulit pada bagian tubuh yang lain. Warna gelap tersebut adalah efek dari hormon terstosteron.

3.       Little Spiderhunter
Little Spiderhunter atau Pijantung kecil (Arachnothera longirostra) dari famili Nectarinidae mempunyai kemiripan morfologik jantan dan betinanya. Secara umum burung pijantung memang memiliki perbedaan dengan burung-madu pada aspek kelamin. Burung-madu umumnya sangat jelas perbedaan morfologik antara jantan dan betina, sedangkan kelompok pijantung cenderung sama. Pijantung kecil kami pelajari lebih dalam ketika melakukan pencincinan di Desa Ramah Burung Jatimulyo pekan lalu. Pada satu waktu, kami mendapat dua individu sekaligus pada jaring dan waktu yang sama. Karena merupakan kelompok Nectarinidae, tentu kami harus lebih cepat dalam mencincinnya. Hal ini disebabkan karena burung Nectarinidae rawan mengalami dehidrasi yang dapat menyebabkannya lemas dan lama untuk terbang kembali. Akan tetapi, mendapatkan dua individu yang bersamaan tentu menjadi kesempatan untuk mengetahui perbedaan lebih detail dengan harapan dapat menyimpulkan jantan dan betinanya. Mencari beberapa sumber literatur, kami mendapatkan beberapa informasi yang berbeda-beda. Dalam website OrientalBird Image, disebutkan menurut Wells (The Bird of Thai-Malay Peninsula, 2007) Pijantung kecil jantan mempunyai pectoral tuft (bulu pada bagian dada yang tertutupi oleh sayap) berwarna sangat kuning sedangkan betina tidak berwarna kuning. Jeyarajasingman, Pearson (A Field Guide to The Birds of Peninsular Malaysia dan Singapore, 2012) menyebutkan jantan dan betina sama-sama memiliki pectoral tuft berwarna kuning. Chake, Mann, Allen (Sunbirds: A Guide Book ot The Sunbird, Spiderhunter, Sugarbirds, and Flowerpeckers of The World, 2001) menyebutkan burung jantan mempunyai pectoral tuft berwarna jingga sedangkan betina mempunya pectoral tuft yang lebih sedikit.

Pengamatan pada dua individu Pijantung kecil yang kami dapatkan, dua-duanya mempunyai pectoral tuft berwarna kuning-kejinggaan, tetapi salah satu individu pectoral tuft-nya lebih sempit dan lebih pudar warnanya. Sesaat kemudian alhamdulillah datang Mas Kelik (pengamat burung lokal Jatimulyo yang memiliki ketelitian yang tinggi), dua individu kemudian diamati oleh Mas Kelik. Mas Kelik menunjuk individu yang mempunyai pectoral tuft lebih banyak dan lebih kuning adalah individu jantan, tetapi Mas Kelik membedakannya bukan berdasarkan pada pectoral tuft melainkan pada dahi burung. Menurut Mas Kelik, dahi burung Pijantung jantan cenderung lebih datar, berbeda dengan burung betina yang dahinya lebih membulat (tetapi tidak sampai menonjol atau benjut).

Pectoral tuft pada betina (kiri) dan jantan (kanan). Foto oleh Radhitya Anjar


Mengetahui perbedaan morofologik individu jantan dan betina burung monomorfisme bagi sebagian pengamat burung mungkin menjadi hal yang tidak terlalu penting, tetapi sejatinya hal ini sangat penting ketika kita sudah membicara masalah konservasi mereka. Perbandingan jumlah pejantan dan betina dalam satu populasi menjadi data yang sangat penting untuk menentukan arah penelitian dan konservasi yang akan diambil untuk melestarikan mereka.




diselesaikan di rumah bapak
Sukoharjo, Rajab 1440


rahmadiyono

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Dia yang Teguh, Dia yang Tumbuh

Pappermint from Abu Nabat Afrizal Haris, dok pribadi. Pekan lalu sembari menikmati sore di sekolahan, mencoba berselancar di dunia maya mencari sesuatu yang barangkali dapat menambah semangat saya. Pencarian membawa saya pada channel YouTube Al Ustadz Muhammad Nuzul Dzikri hafidzahullah.  Saya pribadi sebenarnya sangat jarang mengikuti kajian beliau secara daring, hanya beberapa kali melihat postingannya Irfan (teman di kampus) yang isinya ceramah singkat beliau.   Melihat beberapa judul video pendek yang menarik, saya unduh beberapa di antaranya, lalu pulang. Haworthria -sejenis kaktus- menjadi teman saya mendengarkan untaian petuah beliau, hingga pada ucapan yang beliau nukil dari Syaikh Ushaimi hafidzahullah : Man tsabata nabata, jika  diterjemahkan kurang lebih artinya “Barangsiapa yang kokoh, dia akan tumbuh”. Ustadz Nuzul Dzikri menyampaikan kalimat tersebut sebagai pesan agar kita konsisten dalam mengikuti kajian. Jika sudah mengikuti satu kajian (tentu saja

BTW#2 "Takur tulung-tumpuk / Black-banded Barbet / Psilopogon javensis"

Bismillahirrahmaanirrahiim Foto oleh Swiss Winnasis di TNGM  Takur tulung-tumpuk mempunyai ukuran agak besar (26 cm), berwarna-warni. Bulu dewasa biasanya hijau polos. Mahkota kuning dan bintik kuning di bawah mata, tenggorokan merah. Ada bercak merah pada sisi dada dan kerah lebar hitam melewati dada atas dan sisi kepala sampai mata. Setrip hitam yang kedua melewati mata.  Iris coklat, paruh hitam, kaki hijau-zaitun suram (MacKinnon, 2010). Takur tulung-tumpuk merupakan burung genus Megalaima dari famili Capitonidae (Horsfield, 1821), tetapi didalam website IUCN RedList 2015 del Hoyo dan Collar (2014) memasukkan takur tulung-tumpuk kedalam genus Psilopogon sehingga nama ilmiahnya menjadi Psilopogon javensis. Perjumpaan pertama saya dengan takur tulung-tumpuk terjadi pada tanggal 22 Maret 2014 di Plawangan, Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM). Hingga saat ini, saya tidak pernah berjumpa lagi melainkan hanya mendengar suaranya. Suara takur tulung-tumpuk sangat khas dan muda