Skip to main content

Seni Botani


Ahad lalu mengunjungi tempat baru. Bale Sangkring Space Art namanya. Sesuai namanya, tempat ini sering untuk ajang pameran seni. Pekan lalu, pameran dengan judul “Ragam Flora Indonesia” digelar di dalamnya. Sejak judul pameran dipublikasikan pada beberapa bulan yang lalu, saya memang sudah berniat untuk mengunjunginya, maklum saja, ada embel-embel biologinya soalnya. Sebanyak 66 spesies tumbuhan asli Indonesia dipamerkan dalam konsep yang sederhana, tapi mengena. Mengena untuk menunjukkan sisi sains flora asli Indonesia yang dipadukan dalam seni dua dimensi dengan apiknya.

salah satu sisi pameran. dok pribadi

Seni dan sains pertama kali saya kenal ketika semester satu perkuliahan. Kala itu saat praktikum biologi avertebrata. Gambar spesimen yang saya buat beberapa kali dikomentari, yang intinya kurang jelas. Ya saya kan bukan anak seni, kurang lebih seperti itu batin saya bergumam. Tapi saya pribadi sebenarnya mengakui kalau untuk keperluan mendesak, gambar untuk pendidikan itu terkadang diperlukan. Apa jadinya jika dahulu saat kamera belum ada, Wallace tidak menggambar berbagai flora fauna yang ditemuinya? Pada kondisi tertentu, untuk kepentingan yang diizinkan secara syar’i, dan dikerjakan dengan syar’i pula, gambar itu diperbolehkan. Dan tetumbuhan termasuk yang diizinkan, karena dalam pandangan syar’i tidak termasuk dalam larangan menggambar makhluk hidup (hewan dan manusia). Lalu bagaimana dengan foto? Hmmm, ada perbedaan pendapat pada ulama.

Saya tidak pandai dalam mengomentari seni. Pada acara yang digagas salah satunya oleh Mbak Keke (Eunike Nugroho), komentar saya pada sisi seni semua bagus, betul-betul detil, apalagi The Titan, si Amarpophallus titanum karyanya Mbak Keke. Dilukis dengan ukuran lebih dari satu meter, si Titan terlihat begitu wah dan menjadi daya tarik banyak pengunjung.
Lukisan Amarphophallus titanum by Eunike Nurgoho. dok pribadi 

perbandingan ukuran lukisan dengan Afrizal. dok pribadi
detil lukisan. dok pribadi

Berbagai kelompok tumbuhan ada dalam 41 famili yang ditampilkan, seperti herba, liana, pohon, semak, dan lainnya. Selain si Titan, perhatian saya teralihkan pula pada gambar spesies ficus, keluarganya beringin. Beringin dan anggota ficus lainnya -termasuk buah tin- merupakan kelompok buah periuk, artinya adalah dari bunga selalu tertutupi oleh kulit yang nantinya juga menjadi kulit buah. Jika tertutup, bagaimana proses penyerbukannya? Prosesnya dibantu oleh spesies hymenoptera (lebah) yang berbeda-beda, tapi secara umum agen polinatornya memiliki kesamaan berukuran kecil.

lukisan buah ficus by Eunike Nurgoho. dok pribadi

Saat saya berkunjung, ternyata sedang ada kelas menggambar pula. Ternyata rata-rata yang menggeluti seni botani ini sudah berumur, kelompok “emak-emak”. Ada satu dua lelaki pula. Menyenangkan sebenarnya saat bisa menyalurkan hobi yang dapat berkontribusi dalam dunia sains. Kedepannya semoga banyak muda-mudi yang tertarik pada seni botani ini pula.
Botanical artist dari Kanada sedang mengajari peserta. dok pribadi

pengunjung mencoba menggambar. dok pribadi

buku sketsa Mbak Keke. dok pribadi
Seni Kokedama (menanam dengan media lumut yang dibungkuskan pada akar tumbuhan) gantung menambah indah suasana pamera. dok pribadi.






15 Muharram 1441/ 15-09-19
Menuju tengah hari di kamar kos,


Rahmadiyono.
*)septemBercerita hari Ahad 08 yang tertunda.

Popular posts from this blog

Jantan Betina yang Terlihat Sama

Burung secara umum memiliki morfologik yang berbeda antara jantan dengan betina. Pengamat burung sering menyebut “yang jantan itu lebih cantik”, hehe. Argumen tersebut muncul bukan karena sebab, karena secara umum burung jantan memang mempunyai bulu yang lebih berwarna-warni, lebih menarik intinya. Salah satu fungsi dari bulu yang lebih berwarna pada jantan adalah untuk menarik perhatian betina ketika memasuki masa breeding atau berkembang biak. Istilah perbedaan morfologik tersebut disebut dimorfisme (“di” menunjukkan dua, morf: morfologik/bentuk luar). Akan tetapi, terdapat pula jenis-jenis burung yang mempunyai morfologik yang mirip antara jantan dan betina atau akrab disebut monomorfisme. Jenis burung yang masuk dalam kelompok monomorfisme membuat pengamat burung kesulitan untuk mengidentifikasi mana jantan dan mana betinanya. Burung pijantung kecil. Foto oleh Radhitya Anjar. Kiri betina, kanan jantan. Saat kita mengamati burung monomorfisme dengan cara biasa (hanya

Dia yang Teguh, Dia yang Tumbuh

Pappermint from Abu Nabat Afrizal Haris, dok pribadi. Pekan lalu sembari menikmati sore di sekolahan, mencoba berselancar di dunia maya mencari sesuatu yang barangkali dapat menambah semangat saya. Pencarian membawa saya pada channel YouTube Al Ustadz Muhammad Nuzul Dzikri hafidzahullah.  Saya pribadi sebenarnya sangat jarang mengikuti kajian beliau secara daring, hanya beberapa kali melihat postingannya Irfan (teman di kampus) yang isinya ceramah singkat beliau.   Melihat beberapa judul video pendek yang menarik, saya unduh beberapa di antaranya, lalu pulang. Haworthria -sejenis kaktus- menjadi teman saya mendengarkan untaian petuah beliau, hingga pada ucapan yang beliau nukil dari Syaikh Ushaimi hafidzahullah : Man tsabata nabata, jika  diterjemahkan kurang lebih artinya “Barangsiapa yang kokoh, dia akan tumbuh”. Ustadz Nuzul Dzikri menyampaikan kalimat tersebut sebagai pesan agar kita konsisten dalam mengikuti kajian. Jika sudah mengikuti satu kajian (tentu saja

BTW#2 "Takur tulung-tumpuk / Black-banded Barbet / Psilopogon javensis"

Bismillahirrahmaanirrahiim Foto oleh Swiss Winnasis di TNGM  Takur tulung-tumpuk mempunyai ukuran agak besar (26 cm), berwarna-warni. Bulu dewasa biasanya hijau polos. Mahkota kuning dan bintik kuning di bawah mata, tenggorokan merah. Ada bercak merah pada sisi dada dan kerah lebar hitam melewati dada atas dan sisi kepala sampai mata. Setrip hitam yang kedua melewati mata.  Iris coklat, paruh hitam, kaki hijau-zaitun suram (MacKinnon, 2010). Takur tulung-tumpuk merupakan burung genus Megalaima dari famili Capitonidae (Horsfield, 1821), tetapi didalam website IUCN RedList 2015 del Hoyo dan Collar (2014) memasukkan takur tulung-tumpuk kedalam genus Psilopogon sehingga nama ilmiahnya menjadi Psilopogon javensis. Perjumpaan pertama saya dengan takur tulung-tumpuk terjadi pada tanggal 22 Maret 2014 di Plawangan, Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM). Hingga saat ini, saya tidak pernah berjumpa lagi melainkan hanya mendengar suaranya. Suara takur tulung-tumpuk sangat khas dan muda