Skip to main content

septemBercerita

Sore ini sembari menyusuri ramai lancarnya jalan Solo-Jogja, tiba-tiba diri terbesit untuk kembali menulis. Sejak blog ini menetas di tahun 2014, baru ada 50 postingan. Jumlah yang teramat sedikit. Maklum sih, dulu membuat blog ini awalnya hanya sebagai syarat untuk menjadi anggota suatu organisasi. Begitu nomor anggota diperoleh, werrrrr, langsung melaju tidak menyentuh blog kembali, hehe.

Tapi sesekali tetap nulis di blog juga, karena memang ada manfaatnya, minimal sebagai tempat cerita kepada diri sendiri, haha. Bicara soal cerita, dulu pernah ingin mengikuti semacam sayembara menulis cerita selama satu bulan full. Iming-imingnya hadiah berupa paket novel dan totebagnya. Karena saya tidak terlalu suka novel (meskipun di kosan punya juga novel, Negeri 5 Menara), saya tidak terlalu bersemangat untuk merealisasikan niat saya. Hasilnya? Ya tentu saja tidak jadi ikut. Tapi sore ini berasa pengen nulis kembali, bukan untuk hadiah, tapi untuk diri sendiri. Mumpung momennya pas juga, karena beberapa hari terakhir hati ini cukup diuji. Semoga saja bisa menjadi salah satu sarana untuk move on dari masa-masa kemarin, hehe.

Bismillah, insyaallah nulis tiap hari satu cerita, meskipun hanya singkat-singkat saja. Semoga ada faidahnya. Postingan ini sebagai pembukanya...


Bulan Awal Bulan. Dok pribadi

02 Muharram 1441/ 1-09-19
Kamar Kos,


Rahmadiyono

Comments

Popular posts from this blog

Jantan Betina yang Terlihat Sama

Burung secara umum memiliki morfologik yang berbeda antara jantan dengan betina. Pengamat burung sering menyebut “yang jantan itu lebih cantik”, hehe. Argumen tersebut muncul bukan karena sebab, karena secara umum burung jantan memang mempunyai bulu yang lebih berwarna-warni, lebih menarik intinya. Salah satu fungsi dari bulu yang lebih berwarna pada jantan adalah untuk menarik perhatian betina ketika memasuki masa breeding atau berkembang biak. Istilah perbedaan morfologik tersebut disebut dimorfisme (“di” menunjukkan dua, morf: morfologik/bentuk luar). Akan tetapi, terdapat pula jenis-jenis burung yang mempunyai morfologik yang mirip antara jantan dan betina atau akrab disebut monomorfisme. Jenis burung yang masuk dalam kelompok monomorfisme membuat pengamat burung kesulitan untuk mengidentifikasi mana jantan dan mana betinanya. Burung pijantung kecil. Foto oleh Radhitya Anjar. Kiri betina, kanan jantan. Saat kita mengamati burung monomorfisme dengan cara biasa (hanya

Dia yang Teguh, Dia yang Tumbuh

Pappermint from Abu Nabat Afrizal Haris, dok pribadi. Pekan lalu sembari menikmati sore di sekolahan, mencoba berselancar di dunia maya mencari sesuatu yang barangkali dapat menambah semangat saya. Pencarian membawa saya pada channel YouTube Al Ustadz Muhammad Nuzul Dzikri hafidzahullah.  Saya pribadi sebenarnya sangat jarang mengikuti kajian beliau secara daring, hanya beberapa kali melihat postingannya Irfan (teman di kampus) yang isinya ceramah singkat beliau.   Melihat beberapa judul video pendek yang menarik, saya unduh beberapa di antaranya, lalu pulang. Haworthria -sejenis kaktus- menjadi teman saya mendengarkan untaian petuah beliau, hingga pada ucapan yang beliau nukil dari Syaikh Ushaimi hafidzahullah : Man tsabata nabata, jika  diterjemahkan kurang lebih artinya “Barangsiapa yang kokoh, dia akan tumbuh”. Ustadz Nuzul Dzikri menyampaikan kalimat tersebut sebagai pesan agar kita konsisten dalam mengikuti kajian. Jika sudah mengikuti satu kajian (tentu saja

BTW#2 "Takur tulung-tumpuk / Black-banded Barbet / Psilopogon javensis"

Bismillahirrahmaanirrahiim Foto oleh Swiss Winnasis di TNGM  Takur tulung-tumpuk mempunyai ukuran agak besar (26 cm), berwarna-warni. Bulu dewasa biasanya hijau polos. Mahkota kuning dan bintik kuning di bawah mata, tenggorokan merah. Ada bercak merah pada sisi dada dan kerah lebar hitam melewati dada atas dan sisi kepala sampai mata. Setrip hitam yang kedua melewati mata.  Iris coklat, paruh hitam, kaki hijau-zaitun suram (MacKinnon, 2010). Takur tulung-tumpuk merupakan burung genus Megalaima dari famili Capitonidae (Horsfield, 1821), tetapi didalam website IUCN RedList 2015 del Hoyo dan Collar (2014) memasukkan takur tulung-tumpuk kedalam genus Psilopogon sehingga nama ilmiahnya menjadi Psilopogon javensis. Perjumpaan pertama saya dengan takur tulung-tumpuk terjadi pada tanggal 22 Maret 2014 di Plawangan, Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM). Hingga saat ini, saya tidak pernah berjumpa lagi melainkan hanya mendengar suaranya. Suara takur tulung-tumpuk sangat khas dan muda